Beranda blog Halaman 17

Subang Siaga HIV! 113 Kasus Baru di Awal 2025, Kang Asep: Pelabuhan Boleh Megah, Tapi Warga Harus Sehat!

kasus HIV di Subang 2025
Foto: tintahijau.com

SUBANG – Suasana cerah di halaman Kantor Desa Rancadaka mendadak jadi serius—tapi jangan salah, bukan karena lomba makan kerupuk atau balap karung, melainkan karena acara HIV/AIDS Awareness Event 2025 yang digelar Kamis (19/6/2025) lalu.

Tema yang diusung juga bukan main-main: “Dari Membangun Pelabuhan hingga Membangun Kepedulian.” Ya, karena Subang kini bukan cuma urusan jalur logistik dan kapal-kapal besar, tapi juga logistik kepedulian dan kapal kesadaran sosial yang mesti terus berlayar.

Acara yang digagas bersama lintas sektor ini dihadiri Sekretaris Daerah Subang, Kang Asep Nuroni, lengkap dengan jajarannya, membuktikan bahwa urusan HIV/AIDS itu bukan isu pinggiran. Ini bukan sekadar wacana warung kopi, tapi darurat kesehatan nyata.

Husni Mubarak, sang Ketua Pelaksana, tak ragu menyebutnya sebagai “upaya bersama dalam meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap ancaman HIV/AIDS.” Dan faktanya? Tak kalah mengejutkan dari harga cabai rawit: 113 kasus baru HIV tercatat di Kabupaten Subang hanya dari Januari hingga April 2025.

Kalau dihitung-hitung, itu hampir satu kasus setiap hari. Dan sayangnya, dari jumlah itu, baru 81 orang yang memulai pengobatan ARV. Sisanya? Belum mengakses pengobatan, yang padahal bisa memperpanjang harapan hidup dan menjaga kualitas hidup para ODHA.

Data dari Dinas Kesehatan Jawa Barat juga bikin kening berkerut: 10.362 kasus baru HIV di Jabar sepanjang 2024—alias sekitar 28–30 kasus tiap hari. Dan di Subang sendiri, jumlah orang dengan HIV/AIDS kini diperkirakan mencapai 3.700 orang. Ini bukan angka kecil, tapi angka besar yang minta disapa serius.

Dalam sambutannya yang penuh makna dan sedikit gaya khas “Kang Asep”, Sekda Subang menyoroti bahwa pembangunan besar seperti Pelabuhan Patimban tidak hanya mendatangkan kapal dan kontainer, tapi juga potensi masalah sosial baru. “Kehadiran ribuan pekerja dari berbagai latar belakang membuka ruang interaksi kompleks,” katanya. Dan kalau tak dibarengi edukasi, interaksi ini bisa jadi transmisi!

Tapi tenang, bukan berarti Kang Asep datang tanpa kabar baik. Ia memuji langkah para kontraktor yang tidak cuma jago urusan semen dan baja, tapi juga peduli kesehatan. “Kampanye edukasi, pembagian kondom, skrining, dan konseling adalah langkah nyata membangun lingkungan kerja yang sehat dan bertanggung jawab,” tegasnya sambil mengajak semua pihak—dari vendor, subkontraktor, sampai pengemudi truk—untuk ikut “gerakan sadar sehat.”

Acara ditutup dengan pemukulan gong yang bukan sembarang gong. Ini bukan pertanda pembukaan bazar atau festival kuliner, tapi penanda dimulainya perjuangan kolektif lawan HIV di Subang. Disusul juga penyerahan santunan untuk para lansia, sebagai bukti bahwa acara ini bukan cuma simbolik tapi juga menyentuh sisi kemanusiaan.

Deretan tamu undangan pun menambah bobot acara—dari perwakilan Dinas Kesehatan Provinsi Jabar, KPA Kabupaten, Forkopimcam, hingga Kepala Desa Rancadaka. Semua hadir dengan semangat: bahwa membangun itu tak cuma soal infrastruktur, tapi juga karakter, kesehatan, dan kepedulian.

Berita ini telah dimuat berdasarkan sumber dari tintahijau.com dengan judul “Kasus HIV/AIDS di Subang Naik, 113 Kasus Baru di Awal 2025”

Sopir Truk Subang Ngamuk Manja: Jalan Dibekukan, ODOL Jadi Biang Kerok

aksi tolak ODOL
Foto: tirto.id

Subang, Kamis sore (19/6/2025) — Jalan penghubung Subang-Bandung yang biasanya padat merayap, mendadak jadi parkiran raksasa! Ratusan sopir truk memarkir kendaraan mereka di simpang Museum Subang, Wisma Karya, sambil menggelar aksi protes penuh semangat dan… suara klakson.

Bayangkan, jalan vital itu dibekukan selama empat jam. Bukan karena es krim tumpah, tapi karena truk-truk parkir berjamaah di tengah jalan!

Ternyata, amarah para sopir ini dipicu oleh satu kata: ODOL. Eits, bukan odol yang buat gosok gigi, ya. Ini singkatan dari Over Dimension Over Load, kebijakan yang bikin sopir merasa seperti lagi disuruh masuk celana jeans ukuran S, padahal badannya XL.

“Tuntutan kami jelas, tolak ODOL. Ini suara semua sopir!” — Syahrin, Koordinator Aksi

Tapi tunggu dulu, ternyata bukan cuma ODOL yang bikin panas hati. Para sopir juga keberatan dengan Peraturan Bupati Subang Nomor 21 Tahun 2025, yang membatasi jam operasional kendaraan berat. Aturan ini dianggap seperti ‘jam malam’ bagi para pejuang logistik.

Mereka pun ingin curhat langsung ke Bupati Subang, Reynaldy Putra Andita. Sayangnya, sang bupati tak tampak batang hidungnya.

“Kalau tidak digubris, kami akan bertahan di sini bahkan sampai tiga hari,” ancam Syahrin sambil memandang horison truk.

Drama belum selesai! Syahrin juga menyatakan, bisa jadi mereka bakal sweeping truk yang ogah ikut aksi. Wah, serasa sinetron jalanan edisi ODOL.

Di bagian lain Subang, tepatnya di Lingkarcagak, Jalancagak, para sopir menggelar aksi versi kopdar damai. Truk diparkir rapi, lalu mereka ngopi bareng. Bukan nongkrong biasa, ini nongkrong berisi pesan politik.

“Kami tidak bisa kerja. Kami cuma nurut sama perusahaan. Kalau bawa muatan sesuai aturan, truk kami dianggap tidak efisien,” — Maryono, sopir Jalancagak

“Kenapa proyek pemerintah masih pakai truk ODOL, tapi sopir swasta yang kena sanksi? Ini kebijakan harus adil ke semua,” — Samsudin, sopir lainnya

Aksi ini tak hanya terjadi di Subang. Di berbagai daerah Indonesia, sopir-sopir lain juga melawan ODOL secara serentak. Mereka menilai kebijakan itu terlalu mendadak dan tak ramah dompet.

Pemerintah memang berdalih bahwa Zero ODOL demi keselamatan jalan dan infrastruktur. Tapi para sopir ingin proses yang lebih… beradab. Bukan cuma dilarang, tapi juga dibina, dibimbing, dan—kalau bisa—disayang.

“Kami hanya ingin hidup layak, bekerja dengan tenang. Bukan dimusuhi oleh aturan yang tak berpihak,” — Maryono lagi-lagi bersuara lirih tapi nyentil.

Berita ini telah dimuat berdasarkan sumber dari tirto.id dengan judul “Tolak Aturan ODOL, Sopir Truk Blokade Jalan Utama Subang-Bandung”

Mahasiswa Bersuara, DPRD Subang Menyimak: Aksi Lanjut Bukan Sekadar Gertakan Kampus!

IMM GMNI Subang audiensi DPRD
Foto: mediajabar.com

SUBANG – Senin cerah di ruang rapat DPRD Subang mendadak jadi arena debat santai namun serius. Dua organisasi mahasiswa, IMM dan GMNI, kembali hadir bukan untuk demo di bawah terik matahari, tapi untuk “ngobrol berat” bareng para wakil rakyat.

Yap, audiensi ini jadi follow-up dari aksi 12 Juni yang sempat memanas di depan Kantor Bupati dan Gedung DPRD. Kali ini, tanpa toa, tanpa orasi, tapi tetap dengan semangat membara. Dipimpin oleh Ketua IMM Subang, Iqbal Maulana dan Ketua GMNI Subang, Muhammad Riefky Alfathan, pertemuan ini langsung disambut jajaran DPRD: Viktor Wirabuana, Tegar Jasa Priatna, Udaya, dan Dan Agung.

Lalu, apa yang dibawa duo organisasi ini? Bukan poster, bukan spanduk, melainkan 10 tuntutan strategis yang bunyinya bukan kaleng-kaleng. Isinya penuh gizi demokrasi dan vitamin keadilan sosial.

Mulai dari penertiban bangunan liar yang katanya harus adil dan manusiawi, sampai urusan infrastruktur jalan yang katanya jangan lagi bikin suspensi motor berteriak. Ada juga bahasan serius soal birokrasi – dari mutasi pejabat yang belum tuntas, sampai soal rangkap jabatan yang katanya “mending rangkap sabuk daripada jabatan”.

Di tengah aroma wangi pengharum ruangan rapat, mahasiswa juga menyoroti soal pendidikan dan ketenagakerjaan. Mereka ingin Perda soal pendidikan benar-benar terasa di kelas, bukan sekadar pasal. Soal SDM lokal pun mereka perjuangkan, jangan sampai jadi penonton saat pabrik-pabrik mulai berdiri.

Tuntutan lainnya cukup “kritis tapi romantis”: dari soal RTH yang makin menyempit, hingga anggaran daerah yang jangan cuma habis buat seremonial berselimut tenda-tenda mahal.

Tak mau setengah-setengah, mahasiswa juga menyarankan audit menyeluruh sumber PAD. “Biar jelas, uang kita ngapain aja,” begitu kira-kira terjemahan bebas tuntutan mereka.

Audiensi pun berjalan mulus. DPRD menyambut hangat, bahkan berkomitmen akan mempelajari dan mengawal semua aspirasi yang disampaikan. Tanpa interupsi, tanpa drama. Damai dan penuh kopi… atau teh manis.

Menariknya, IMM dan GMNI tidak mau aksi mereka dianggap angin lalu. Mereka pernah memberikan piagam ke Bupati sebagai bentuk kritik cerdas—yang nyentil, tapi sopan. Dan kini, mereka kembali dengan sikap yang sama: tajam tapi tidak tajam mulut.

“Kami hadir bukan untuk menghakimi, tetapi untuk memastikan bahwa arah pembangunan di Subang benar-benar berpihak pada masyarakat,” tegas Muhammad Riefky, sambil menyodorkan satu paket semangat pengawasan kebijakan publik.

Akhirnya, mahasiswa dan DPRD sepakat—meski beda almamater dan beda kantor—untuk terus komunikasi demi demokrasi lokal yang tidak hanya hidup, tapi juga nge-rock!

Berita ini telah dimuat di mediajabar.com dengan judul “IMM dan GMNI Subang Audiensi dengan DPRD, Kawal Tindak Lanjut Tuntutan Aksi 12 Juni”.

Subang Diet Besar-Besaran! OPD Dirampingkan demi Birokrasi Langsing dan Lincah

Perampingan OPD Subang
Foto: subang.inews.id

SUBANG – Ada yang sedang diet besar-besaran di Subang. Tapi tenang, ini bukan soal tren hidup sehat, melainkan birokrasi sehat! DPRD Kabupaten Subang tengah meracik ulang struktur organisasi agar lebih ramping dan gesit. Lewat Panitia Khusus alias Pansus, pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Kelima atas Perda Nomor 7 Tahun 2016 digeber tanpa jeda.

Dalam rapat hari Rabu, 4 Juni 2025, suasana ruang sidang DPRD mungkin tidak semeriah konser dangdut, tapi tetap panas dengan agenda-agenda krusial. Dipimpin langsung oleh Ketua Pansus, Hafil Gaputra Sanjaya, rapat tersebut seperti dapur yang tengah sibuk menumis reformasi birokrasi.

“Kita tidak bisa lagi bekerja dengan struktur gemuk. Era ini butuh birokrasi yang ramping, responsif, dan efisien,” ujar Hafil, mantap bak pelatih tim nasional yang bosan lihat pemain lamban.

Nah, apa saja yang dimasak dalam dapur reformasi ini? Pertama, ada rencana perampingan dari empat OPD menjadi dua OPD strategis. Ibarat mie instan yang diberi bumbu praktis tapi tetap gurih, beberapa instansi akan dilebur demi efektivitas.

Contohnya, Dinas Ketahanan Pangan akan masuk ke dalam Dinas Pertanian. Jadi, urusan tanam menanam dan kenyang mengenyangkan tak perlu lagi dibahas dua kali oleh dua kantor. Hemat tenaga, hemat anggaran, dan tentu hemat rapat!

Tak hanya itu, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) bakal disatukan dengan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD). Harapannya, urusan cari duit daerah dan atur duitnya bisa ngobrol di kantor yang sama. Siapa tahu, lebih banyak senyuman di ruang rapat anggaran.

Ada juga satu OPD yang akan dipecah, serta sejumlah perubahan nama lembaga. Tapi tenang, ini bukan soal ganti nama demi keren-kerenan. Semuanya untuk menyelaraskan fungsi dan arah kerja sesuai kebutuhan zaman.

Langkah-langkah ini jadi sinyal bahwa Kabupaten Subang tidak ingin jadi dinosaurus birokrasi. Saat dunia serba cepat, mereka pilih untuk menari lebih ringan di pentas pelayanan publik.

Berita ini telah dimuat di subang.inews.id dengan judul “DPRD Subang Genjot Pembahasan Raperda Perampingan OPD, Fokuskan Efisiensi dan Inovasi Birokrasi”

Subang Memanggil Nurani! Aksi Bela Palestina & Konser Wali Band Siap Guncang Alun-Alun

Aksi Bela Palestina Subang

Subang — Tahan napas, siapkan jiwa dan pita suara Anda! Hanya tinggal dua hari menuju Aksi Akbar Bela Palestina yang dijamin bikin merinding, bukan karena dingin, tapi karena getar kemanusiaan yang menyusup ke hati terdalam. Pada Ahad, 22 Juni 2025 nanti, Alun-alun Subang akan disulap menjadi panggung solidaritas terbesar se-Priangan Barat. Dan ya, Wali Band akan jadi bintang tamunya. Konser? Iya. Amal? Pasti. Merinding? Sudah pasti.

Acara ini bukan sembarang kumpul-kumpul. Ini adalah langkah nyata hasil inisiatif Yayasan Bina Masyarakat Berdaya (BMB). Lebih dari 10.000 peserta diprediksi akan tumpah ruah: dari pelajar, tokoh masyarakat, komunitas masjid, hingga pasukan ASN dan BUMN. Semua bersatu dalam satu frekuensi: bela Palestina.

“Ini bukan sekadar konser atau kerumunan massa. Ini adalah panggilan nurani. Keadilan dan kemanusiaan sedang diuji, dan Subang memilih untuk hadir, bersuara, dan bergerak,” ujar Cecep M. Mubarok, Ketua Yayasan BMB. Ucapan beliau seolah jadi sirine moral yang tak bisa diabaikan.

Supaya aksi ini tetap adem ayem dan khidmat, panitia sudah merilis daftar “starter pack” peserta. Simak baik-baik, karena ini bukan sekadar dresscode, tapi kode etik solidaritas.

Pertama-tama, silakan kenakan pakaian putih-putih bernuansa Palestina. Hindari atribut partai atau ormas. Ingat, ini bukan kampanye caleg. Lalu, kibarkan bendera Palestina dan Merah Putih sebagai tanda cinta damai dan persatuan lintas bangsa. Jangan lupa juga bawa air minum, roti, buah, tikar, topi, atau jas hujan—cuaca tidak bisa diprediksi, tapi semangat harus tetap konsisten!

Boleh bawa poster, tapi jangan sembarangan. Poster harus damai, kreatif, dan jauh dari provokasi. Ini aksi kemanusiaan, bukan lomba meme satir. Untuk kendaraan, panitia menyarankan naik kendaraan umum atau roda dua. Biar jalanan tetap waras, bukan macet berjamaah. Dan yang paling penting, jaga kebersihan dan ketertiban. Ingat, aksi damai itu bukan cuma di mulut, tapi juga di sikap.

Agenda akan dimulai sejak pagi hari, dengan rangkaian kegiatan yang tak hanya menyentuh hati tapi juga menggugah dompet—eh, maksudnya menggugah empati. Doa bersama, orasi kemanusiaan, dan puncaknya: konser amal bersama Wali Band. Lagu-lagu hits akan bergema, tapi yang lebih penting, gema kemanusiaan akan menggema lebih keras lagi.

Ingin ikut bantu meski tak bisa datang? Tenang. Panitia membuka rekening donasi resmi atas nama Assyifa Peduli Palestina melalui Bank Syariah Indonesia (BSI) dengan nomor 7301652032. Untuk konfirmasi dan informasi, bisa hubungi Ressa – 0853 2059 5056.

Subang sudah siap. Palestina menanti uluran hati kita. Jadi, mari datang, bawa semangat, dan bersuara lantang tanpa harus berteriak.

Sampah Jadi Berkah: Subang Gerak Cepat Dirikan Bank Sampah di Desa dan Kecamatan

bank sampah Subang
Foto: reformasibangsa.co.id

SUBANG – Pernah kebayang gak sih, sampah yang biasanya bikin jengkel, ternyata bisa jadi tabungan masa depan? Nah, itulah yang lagi digodok di Kabupaten Subang. Pemerintah setempat tengah menggalakkan program “bank sampah” di tingkat desa dan kecamatan. Tapi jangan salah, ini bukan bank tempat nabung uang, melainkan tempat nabung… sampah!

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Subang, lewat Plt Kepala DLH Iwan Rudianto, mengajak seluruh kepala desa dan camat untuk segera melaksanakan Instruksi Bupati Nomor 3 Tahun 2025 tentang penanganan sampah berbasis masyarakat. Misi mulia ini bertujuan agar sampah tak lagi jadi musuh, tapi malah jadi sumber cuan!

“Sesuai instruksi bupati, kita minta pihak kecamatan dan desa/kelurahan segera menyiapkan bank sampah, yakni bank sampah induk sebanyak satu unit di tingkat kecamatan dan bank sampah di tingkat desa/kelurahan sebanyak 3 unit,” ujar Iwan dengan nada penuh semangat.

Bayangkan, daripada sampah menumpuk sambil nyebar aroma “parfum alami”, mending dikumpulkan lalu disulap jadi biji plastik. Sementara yang organik, bisa berubah jadi pupuk ataupun pakan maggot alias larva pengurai. Siapa sangka, lalat bisa jadi partner bisnis?

“Program penanganan sampah berbasis masyarakat di desa dan kecamatan ini merupakan program bupati. Pak bupati ingin penanganan sampah ini selesai di desa, karena itu program pak bupati ini harus kita dukung bersama,” tutup Iwan, sembari memberi kode keras agar semua pihak tancap gas.

Berita ini telah dimuat berdasarkan sumber dari reformasibangsa.co.id dengan judul “Laksanakan Instruksi Bupati Subang, DLH Subang Minta Kecamatan dan Desa/ Kelurahan Sediakan Bank Sampah”.

Subang Heboh! Dana CSR BJB Dipakai Ganti Rugi Gusuran, Pemkab Ditegur Banyak Pihak

Dana CSR Subang Jalancagak
Foto: Rio.co.id

Subang – Halo, halo, warga +62! Ada kabar segar dari tanah nan harum, Subang! Tapi tenang, ini bukan kabar panen nanas atau festival bajigur. Ini soal dana CSR yang belok jalur! Pemerintah Kabupaten Subang lagi-lagi masuk radar publik gara-gara penyaluran dana Corporate Social Responsibility alias CSR dari Bank BJB Pusat. Bukannya buat bangun taman atau sumbang buku, duit ini malah dipakai buat ganti rugi pedagang yang terdampak penggusuran di Jalancagak. Waduh!

Asisten I Bidang Pemerintahan Kabupaten Subang, Rahmat Effendi, menjelaskan bahwa dana CSR senilai Rp145,5 juta ini dikucurkan pada 1 Juni 2025 lalu. “Dana berasal dari BJB Pusat dan dimaksudkan untuk mengganti barang dagangan, bukan bantuan kemanusiaan,” tegasnya. Totalnya, 106 dari 145 pedagang mendapat jatah, sisanya? Tunggu dulu, ini belum selesai!

Namun, kehadiran Pemkab dalam urusan ini bikin banyak alis naik. Bukan karena kagum, tapi karena kaget. Menurut Rakean Galuh Pakuan, Niskala Mulya Rahadian Fathir—yang tampaknya hafal betul isi regulasi—penyaluran CSR oleh pemerintah daerah itu… uhuk… menyalahi aturan main.

“Apakah ini sekadar kelalaian atau indikasi penyalahgunaan wewenang?” tanya Fathir dengan nada yang lebih tajam dari silet iklan.

Lho, kok bisa dilarang? Ya karena menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan PP Nomor 47 Tahun 2012, dana CSR itu wajib hukumnya disalurkan langsung oleh perusahaan. Kalau pemerintah mau nimbrung, harus masuk lewat jalur hibah dan tercatat dalam APBD, sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Tapi Fathir menyebut, tak ada tanda-tanda dana ini nongol di APBD. Hmm, mencurigakan.

“Langkah Subang ini rawan konflik kepentingan, dan bisa membuka celah penyalahgunaan,” lanjut Fathir, kali ini dengan nada yang lebih serius dari dosen saat ngasih nilai D.

Tak cuma prosedur yang bikin geger, tapi juga tujuannya. Biasanya dana CSR digunakan untuk pendidikan, kesehatan, atau penghijauan. Lah ini? Malah buat kompensasi penggusuran. Kok jadi perusahaan yang nanggung PR pemerintah?

“CSR bukan alat untuk menyelesaikan kewajiban negara,” tegas Fathir lagi, seperti ayat suci dalam rapat dengar pendapat.

Dari laporan Pikiran Rakyat Subang, ternyata 16 pedagang absen saat penyaluran, 23 lainnya punya data ganda (hmm…), dan 3 tidak terdata. Sisanya, dana Rp18 juta masih menganggur, mungkin sedang galau menunggu kejelasan.

Usut punya usut, penggusuran ini adalah bagian dari proyek penataan kawasan yang dijanjikan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pada 26 Mei 2025. Katanya, kompensasi akan diberikan selama dua bulan setelah penggusuran. Tapi dengan munculnya dana CSR di tengah jalan, publik jadi curiga ini bukan sekadar niat baik.

Menariknya, ini bukan kali pertama BJB menyalurkan dana CSR ke Subang. Pada 2019, mereka bantu sanitasi sekolah dan sumbang ambulans. Tapi waktu itu, dana diserahkan simbolis oleh perusahaan—bukan dibagikan langsung oleh pemerintah. Beda banget sama yang sekarang.

Dengan kasus ini, daftar PR pengelolaan CSR di Indonesia jadi makin panjang. Pada 2023 saja, Jawa Barat mencatat realisasi dana CSR sebesar Rp251 miliar, tapi pengelolaannya… yah, seperti kopi tanpa gula—pahit dan buram.

“Tanpa transparansi dan kepatuhan pada regulasi, CSR justru bisa menjadi alat politik, atau sumber korupsi,” kata Fathir, kali ini dengan nada pengingat keras bagi yang masih suka main-main dengan dana publik.

BPKP pun diminta turun tangan. Audit harus dilakukan agar tak ada aroma “teu puguh” yang membumbui nasi goreng CSR ini. Bagi para pedagang, dana ini mungkin seteguk air di tengah padang pasir. Tapi untuk tata kelola negara, ini alarm keras: CSR bukan dompet saku pemerintah.

Berita ini telah dimuat di rii.co.id dengan judul Pemkab Subang Diduga Salahgunakan Penyaluran Dana CSR.

Polisi Bagi Sembako, Sambut Hari Bhayangkara dengan Senyum dan Satu Kaleng Susu

Polsek Binong beri bansos Hari Bhayangkara
Foto: lampuhijau.com

Subang – Hari itu, Rabu cerah nan berkah, suasana di wilayah hukum Polsek Binong Polres Subang mendadak penuh kehangatan—bukan karena cuaca, tapi karena hati yang tergerak. Dalam rangka Hari Bhayangkara ke-79 tahun 2025, para aparat berseragam biru tak hanya menenteng pentungan, tapi juga kantong plastik penuh sembako!

Dipimpin langsung oleh Kapolsek Binong, AKP Asep Musa Dinata, S.I.P., M.M., bersama para personel andalannya, kegiatan ini dilakukan secara door to door. Bukan kirim paket dari e-commerce, tapi paket cinta berisi kebutuhan pokok. Warga tak perlu scan barcode, cukup buka pintu dan terima kasih dengan senyum semringah.

Isi paket bansos ini tidak sembarangan. Ada beras 5 kg untuk kenyang seminggu, gula pasir 1 kg untuk pemanis hidup, minyak goreng 1 liter buat goreng impian, teh celup 1 kotak biar hidup nggak hambar, mie instan lima biji untuk malam galau, satu bungkus terigu (siapa tahu ada yang mau baking), dan satu kaleng susu kental manis—karena hidup tanpa manis itu… pahit, Pak!

“Bansos dibagikan kepada purnawirawan Polri, yatim dan piatu, serta masyarakat sekitar. Kegiatan ini dalam rangka HUT Bhayangkara ke-79 Tahun 2025 di wilayah hukum Polsek Binong,” ujar AKP Asep dengan mantap, tanpa sedikit pun tersandung kata.

Tak hanya memberi sembako, tapi juga menanamkan harapan. Harapan bahwa polisi bukan cuma penilang di jalan raya, tapi juga pelindung dan sahabat rakyat. Dengan kegiatan ini, Polsek Binong berharap bisa meringankan beban hidup warga, sekaligus merapatkan hubungan antara masyarakat dan Polri—bukan cuma pas butuh surat kehilangan saja.

Berita ini telah dimuat di lampuhijau.com dengan judul “Sambut Hari Bhayangkara, Polsek Binong Polres Subang Beri Bansos kepada Warga”.

ASN Masuk SD? Kadisdikbud Subang Bilang: “Gaskeun, Pak Bupati!”

ASN bantu laporan dana BOS SD Subang
Foto: rii.co.id

Subang – Ada kabar yang bikin penasaran dari Kabupaten Subang. Tapi tenang, ini bukan tentang misteri akronim darmaji di kantin SD, melainkan soal dana BOS dan ASN yang akan ‘turun gunung’ ke sekolah-sekolah. Serius, ini nyata!

Rencana strategis dan penuh kejutan datang dari Bupati Subang, Reynaldi. Beliau punya ide cemerlang—menempatkan ASN di setiap Sekolah Dasar. Tujuannya? Bukan buat jadi wali kelas dadakan, tapi bantu bikin laporan pertanggungjawaban dana BOS yang selama ini bikin kepala guru cenat-cenut.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang, Nunung Suryani, angkat topi atas rencana ini. “Saya sangat menyambut baik, rencana pak Bupati, rencananya pak Bupati, akan menempatkan ASN dari beberapa OPD, untuk membantu SD-SD, dalam memperbaiki dan menyelesaikan LPJ dana BOS, agar kedepan tidak lagi ada temuan BPK,” kata Nunung kepada RRI, Rabu (18/6/2025).

Jadi begini ceritanya: BPK sempat mengendus aroma ketidaksesuaian dalam laporan dana BOS tahun 2024 di beberapa SD. Usut punya usut, laporan itu ternyata bukan disusun oleh para akuntan bersertifikat, melainkan oleh guru-guru yang tugas utamanya mendidik, bukan mengolah angka.

“Alasannya sih, para guru itu, tidak dipersiapkan untuk membuat LPJ dana BOS,” tegas Nunung, tanpa basa-basi.

Nah, ASN yang bakal nongol di SD ini bukan ASN sembarangan. Mereka diambil dari dinas-dinas yang, mohon maaf, dinilai ‘kurang greget’ alias kurang optimal. Jadi selain bantu guru, langkah ini juga jadi bagian dari program efisiensi anggaran dari pemerintah pusat. Dua sasaran, satu strategi. Cerdas juga.

“Selain sebagai upaya efesiensi juga optimalisasi ASN di dinas-dinas, seiring dengan program efesiensi anggaran yang diberlakukan oleh pemerintah pusat,” tambah Nunung dengan semangat ala kepala dinas yang sudah melihat solusi di ujung lorong laporan BOS.

Akhir kata, langkah ini semoga jadi win-win solution: guru bisa fokus ngajar, ASN jadi lebih produktif, dan laporan BOS bisa bebas dari coretan merah BPK. Kalau sukses, bisa jadi bahan studi banding kabupaten sebelah, nih!

Berita ini telah dimuat berdasarkan sumber dari rii.co.id dengan judul “Penempatan ASN di SD Disambut Positif Kadisdikbud Subang”

800 Bangunan Liar Akan Digusur: “Uang Duduk” Jadi Penghibur Pedagang Subang

relokasi pedagang Subang
Foto: tintahijau.com

SubangBerita Siang Ini, Langsung dari Jalur Panas Subang–Ciater!

Para pembaca yang budiman, siapkan kopi dan cemilan Anda! Kabar terbaru dari jalur provinsi yang mengular dari Tambakan sampai Ciater ini bukan soal macetnya akhir pekan, melainkan… penggusuran! Yup, bukan sinetron, ini nyata.

Sebanyak 800 bangunan liar yang berdiri centil di sepanjang jalur Jalancagak–Ciater akan segera ditertibkan. Bangunan-bangunan itu—yang sering bikin bingung mana jalan, mana warung—akan segera minggat dari pandangan. Eksekusi ini merupakan bagian dari penataan kawasan yang sedang digarap serius oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Rabu, 18 Juni 2025 lalu, bertempat di Gedung Bale Sri Baduga, Purwakarta, suasana rapat lintas daerah mendadak lebih panas dari sambal cengek. Bupati Subang, Kang Rey alias Reynaldy Putra Andita, angkat bicara dengan mantap: “Khusus untuk Subang, 800 pedagang sudah kita data dari mulai Tambakan sampai ke Ciater. Mereka nanti akan kita relokasi ke tempat yang lebih baik.”

Tenang, tenang… Pemerintah Kabupaten Subang tak hanya menggusur lalu kabur. Supaya para pedagang tak makan mie instan tiga kali sehari, Pemkab sudah siapkan “uang duduk” alias kompensasi selama dua bulan. Lumayan lah buat jajan anak, atau setidaknya buat ngopi sambil mikir mau buka usaha di mana lagi.

“Pemerintah juga menyiapkan uang duduk selama dua bulan. Tapi mohon sabar, karena ini prosesnya sedang berjalan dan bukan hanya Subang yang ditata,” lanjut Kang Rey, menenangkan sambil melempar senyum ala pejabat yang bijak namun tetap berstrategi.

Nah, bangunan-bangunan yang digusur ini mayoritas berdiri di atas lahan negara dan PTPN. Lokasinya pun tak tanggung-tanggung: di bantaran sungai, tepi jalan, dan tempat-tempat yang bikin para arsitek tata ruang geleng-geleng kepala. Singkat kata, kehadiran mereka dianggap merusak pemandangan dan bikin estetika wisata jadi kurang Instagramable.

Namun, jangan salah, Kang Rey bukan cuma peduli tata kota tapi juga alam. Ia menegaskan, “Kita harus pilah pilih. Zona industri di Subang itu banyak, makanya zona industri jangan sampai mengganggu lahan hijau.” Wah, Kang Rey ini cocok nih jadi penjaga hutan—versi modern.

Rapat yang berlangsung gayeng ini juga menyinggung proyek-proyek lain yang tak kalah bikin dahi berkerut: jalur Sanggabuana, lahan tidur (yang semoga segera bangun), sampai pengembangan wisata Bogor dan Bandung Barat. Hadir pula para kepala daerah dari delapan kabupaten/kota di Jawa Barat, lengkap seperti nasi tumpeng.

Demikian laporan hangat yang kami sajikan—hangat seperti tahu goreng di pinggir jalan. Semoga pembangunan berjalan mulus, dan para pedagang pun dapat tempat usaha yang lebih manis.

Berita ini telah dimuat di tintahijau.com dengan judul “800 pedagang di Jalur Subang Selatan Akan Direlokasi! Pemkab Siapkan Kompensasi”

Recent Posts