Antara Teh, Warung, dan Wewenang: Riuh Penertiban Jalur Ciater-Jalancagak
SUBANG – Di balik aroma sejuk daun teh yang membentang dari Jalancagak sampai Ciater, kini terselip kisah panas yang bikin dahi berkerut dan pedagang meringis. Penertiban bangunan di jalur perkebunan teh itu kembali jadi sorotan, dan kali ini panggung utamanya berada di Kantor Kecamatan Ciater, Selasa (24/6). Pemerintah Kecamatan dan PTPN I Regional 2 pun duduk bareng, bukan untuk minum teh, tapi membahas nasib warung-warung yang sudah lebih dulu “ngeteh” di lokasi itu.
Sehari sebelumnya, Senin (23/6), Gedung DPRD Jawa Barat di Bandung sempat terasa lebih semarak. Bukan karena konser atau lomba pantun, melainkan audiensi antara DPRD Jabar, para pedagang, dan pihak PTPN I. Para pedagang yang bangunannya terancam bubar jalan menyuarakan keluh kesah. Mereka menolak pembongkaran yang menurut mereka dadakan kayak mantan ngajak balikan. Sementara itu, pihak PTPN berdalih mereka cuma mengeksekusi perintah dari atasan—yakni Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Nah, semua drama ini sejatinya bermuara pada satu tokoh: Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Beliau ingin kawasan hijau di jalur perkebunan dikembalikan fungsinya. Tak cuma di Ciater, operasi sapu bangunan liar ini juga menyambangi Dawuan dan perkebunan karet Jalupang. Wah, sepertinya tidak ada tempat aman bagi bangunan-bangunan tak bertuan resmi.
Wakil Ketua DPRD Jabar, Ono Surono, ikut menabuh genderang koordinasi. Ia menegaskan, pembersihan semacam ini butuh sinergi yang mantap, bukan kerja individu ala solo karier. “Gubernur tidak bisa menyelesaikan semua pekerjaan sendiri. Harus ada pendelegasian yang tepat kepada Wakil Gubernur dan juga Sekda agar roda pemerintahan berjalan optimal,” ujarnya. Mantap, Pak Ono—pendelegasian yang bukan asal lempar bola!
Dari pihak PTPN, sang Kabag Hukum Ferdian Adi Nugroho turun tangan menjelaskan duduk perkaranya. Ia bilang, tanah itu milik PTPN, tapi mereka tetap patuh sama aturan provinsi. Apalagi jika tanahnya berada di ruang milik jalan (rumija), maka Pemerintah Provinsi punya hak juga untuk menertibkan. “Lahan yang dimaksud adalah milik PTPN… Ketika areal PTPN berada di wilayah rumija, juga menjadi kewenangan Pemprov Jabar untuk menertibkannya,” tegas Ferdian.
Kalau bangunan kedapatan melanggar aturan tata ruang atau nyelonong dari garis aturan, PTPN I siap pasrah sekaligus patuh. “Nah, kami PTPN I adalah pemilik lahan yang bersangkutan, maka kami akan mendukung jika hal itu tidak diizinkan,” lanjutnya. Kurang lebih seperti tamu di rumah sendiri yang tetap sopan karena ikut aturan tuan rumah.
Kini, DPRD Jabar mencoba menyeimbangkan dua sisi koin: satu sisi tentang perlindungan pedagang kecil, dan sisi lain soal menjaga kelestarian lingkungan. Sepertinya solusi win-win masih diseduh, sambil menanti dingin dan bisa diminum tanpa terbakar lidah.
Tag:
Penertiban ini merupakan tindak lanjut dari Arah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang ingin mengembalikan fungsi dan kelestarian kawasan perkebunan di sepanjang jalur tersebut. Tidak hanya di Ciater, penertiban juga sudah dilakukan di wilayah Dawuan Subang, termasuk pada bangunan liar di kawasan perkebunan karet Jalupang milik PTPN I.
Wakil Ketua DPRD Jabar, Ono Surono, menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah daerah dan BUMN dalam proses penertiban ini. Ia menyaring siapa pihak yang memiliki wewenang utama untuk melakukan penertiban di lapangan.
“Gubernur tidak bisa menyelesaikan semua pekerjaan sendiri. Harus ada pendelegasian yang tepat kepada Wakil Gubernur dan juga Sekda agar roda pemerintahan berjalan optimal,” ujar Ono.
Kabag Hukum PTPN I, Ferdian Adi Nugroho, menjelaskan bahwa penertiban ini melibatkan banyak instansi dan dasar hukum, termasuk peraturan daerah dan kepemilikan aset.
“Lahan yang dimaksud adalah milik PTPN. Tentunya, PTPN sebagai salah satu BUMN, juga ikut tunduk pada peraturan di Jawa Barat. Ketika areal PTPN berada di wilayah rumija (ruang milik jalan), juga menjadi kewenangan Pemprov Jabar untuk menertibkannya,” ucapnya.
Ferdian menambahkan, jika di suatu kawasan perkebunan terdapat bangunan yang melanggar aturan tata ruang atau peraturan gubernur, maka PTPN siap mengikuti kebijakan yang berlaku.
“Nah, kami PTPN I adalah pemilik lahan yang bersangkutan, maka kami akan mendukung jika hal itu tidak diizinkan,” katanya.
Saat ini, DPRD Jabar terus mendorong hadirnya solusi yang memperhatikan kepentingan pedagang kecil sekaligus menjaga kelestarian kawasan. Penataan lahan harus dilakukan dengan melibatkan semua pihak agar hasilnya tidak merugikan masyarakat dan tetap sesuai dengan aturan.