harapanrakyat.com,- Belakangan ini heboh sejumlah oknum kepala desa (kades) dan perangkat desa di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat kepergok selingkuh. Akademisi Universitas Galuh Aan Anwar Sihabudin pun menyoroti fenomena sejumlah oknum kades dan perangkat desa di Ciamis selingkuh.
Aan menjelaskan sebelum berlakunya Undang-undang nomor 6 tahun 2014, jabatan kepala desa dan perangkat desa kurang diminati masyarakat. Hal tersebut terjadi karena penghasilan kepala dan perangkat desa hanya mengandalkan hasil sawah bengkok.
Namun setelah muncul Undang-undang nomor 6 tahun 2014, masyarakat mulai tertarik untuk menjadi kepala dan perangkat desa. Selain itu, kucuran anggaran besar dana desa dari pemerintah pusat ke desa menjadi daya tarik tersendiri. Masyarakat pun kini berbondong-bondong ingin menjadi kepala desa dan perangkat desa.
“Sekarang jadi sebuah daya tarik besar masyarakat terhadap desa atas aturan tersebut. Terlebih lagi kucuran anggaran besar dari pemerintah pusat kepada pemerintah desa,” ungkapnya, Senin (22/5/2023).
Menurut Aan, penyebab fenomena sejumlah kepala dan perangkat desa selingkuh salah satunya adalah kesejahteraan kepala dan perangkat desa yang meningkat.
“Itu bisa menjadi salah satu faktor penyebab oknum kades dan perangkat desa selingkuh. Ada sebuah pribahasa dengan uang segala sesuatu bisa dibeli termasuk dalam hal ini hasrat,” katanya.
Baca Juga: Oknum Kades Selingkuh, Camat Cijeungjing Ciamis: Sudah 3 Kali Kena Gerebek
Meski demikian, oknum kades yang selingkuh hanya sebagian kecil bila dibandingkan dengan total jumlah kepala desa yang ada di Ciamis.
“Akan tetapi tidak semua seperti itu. Kita lihat saja dari 258 desa tidak semua terjadi permasalahan tentang perselingkuhan,” ungkapnya.
Fenomena Oknum Kades Selingkuh, Penjaringan Libatkan Akademisi yang Punya Basis Agama
Aan pun menyebut selama ini dalam proses penjaringan kepala desa dan perangkatnya belum sepenuhnya menggunakan akademisi dari perguruan tinggi berbasis agama. Padahal hal tersebut dapat memberikan sebuah dasar pemahaman kuat bagi para pemimpin pemerintah tingkat desa.
“Memang dalam proses penjaringan sudah menggandeng perguruan tinggi, tapi belum menggandeng akademisi yang memiliki basis agama. Ini harus menjadi sebuah catatan pemerintah daerah untuk memaksimalkan para calon pemimpin desa. Mau tidak mau, kepala desa dan perangkatnya merupakan suri teladan bagi masyarakat,” pungkasnya. (Fahmi/R9/HR-Online/Editor-Dadang)