KOTASUBANG.com, Subang – Belum disepakati dengan pasti apa sebenarnya nama kesenian ini, sebagian menyebutnya “mamanukan”, karena pada awal kemunculannya sekira tahun 2000-an, kesenian ini berupa usungan berbentuk burung. Kemudian bentuknya kian berkembang menjadi rupa-rupa bentuk. Sebagian ada pula yang menyebutnya Singa Dangdut dan berbagai sebutan lainnya.
Kesenian ini kini semakin menjamur dan banyak digemari ditengah kesenian lain yang lebih awal ada yaitu Sisingaan yang sudah tercatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda nasional asal Kabupaten Subang.
Keberadaan mamanukan sering kali dicibir oleh sebagian orang, karena dianggap menggeser eksistensi kesenian Sisingaan. Namun kenyataannya, kesenian mamanukan banyak digemari. Pasar memilih mamanukan dengan beragam alasan. Lebih disukai anak-anak dan murah adalah diantara alasannya.
Pekan lalu (7/9/2021), beberapa seniman mamanukan mengunjungi Gedung Pusat Kebudayaan Subang. Kunjungan ini membuka diskusi bagaimana nasib mamanukan ke depan.
Pengelola gedung Pusat Kebudayaan Ayi G. Sasmita mengungkapkan, perlu adanya pertemuan dengan berbagai pihak terkait.
“Nanti kita undang berbagai pihak terkait untuk mendiskusikan terkait hal ini. Akan kita undang dinas terkait, para seniman, pemerhati budaya hingga sejarawan,” katanya.
Selanjutnya kata Ayi, perlu diadakan sarasehan yang melibatkan lebih banyak pihak terkait.