Subang – Usulan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, tentang menjadikan vasektomi sebagai syarat bantuan sosial menuai respons beragam. Salah satunya datang dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, dr. Maxi, yang menilai wacana ini perlu dikaji secara mendalam.
Menurut dr. Maxi, niat untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk patut diapresiasi. Namun, penerapannya tak bisa sembarangan. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan keragaman kondisi masyarakat miskin yang tak bisa dipukul rata.
“Dari yang muda, tua, belum menikah, sampai yang belum punya anak, semua berbeda. Jadi tidak bisa dijadikan satu kebijakan tunggal,†jelasnya, Senin (5/5/2025).
Ia menerangkan bahwa secara medis, vasektomi adalah metode kontrasepsi yang efektif dan aman. Namun, prosedur ini sebaiknya hanya dijalani oleh pria yang telah memiliki minimal dua anak dan sudah memiliki kesepakatan bersama istrinya.
“Kalau memang sudah sepakat tidak ingin menambah anak, silakan. Tapi pemerintah tidak bisa memaksa,†tambahnya.
Lebih lanjut, Maxi menyoroti masih rendahnya edukasi mengenai vasektomi di tengah masyarakat. Menurutnya, perlu ada upaya sosialisasi agar masyarakat memahami prosedur ini secara utuh.
“Jangan sampai niat baik ini justru jadi polemik karena kurangnya informasi yang benar,†ujarnya.
Sebelumnya, Dedi Mulyadi menyatakan bahwa pihaknya akan mensyaratkan program Keluarga Berencana, terutama bagi pria, sebagai indikator kelayakan bansos. Program ini mencakup bantuan pemasangan listrik, beasiswa, hingga perbaikan rumah tak layak huni.
“Saya bantu orang yang sudah ikut KB. Tapi sekarang yang saya kejar adalah pria yang ikut KB,†kata Dedi, Selasa (29/4/2025).
Ia menilai beban program KB selama ini terlalu banyak dipikul perempuan. Karenanya, ia mendorong partisipasi aktif kaum pria agar lebih bertanggung jawab dalam perencanaan keluarga.
“Kalau suami tak sanggup membesarkan anak-anaknya, berarti dia gagal sebagai suami,†tegasnya.
Wacana ini pun menjadi sorotan publik. Banyak pihak menilai, meskipun tujuannya baik, pendekatan persuasif dan edukatif jauh lebih bijak daripada menjadikannya syarat mutlak untuk mendapatkan bantuan sosial.