Alan Sahroni Sukses Ekspor Serat Daun Nanas ke Mancanegara – Suarasubang.com. Alan Sahroni, pengusaha muda dari Subang, Jawa Barat, telah membuktikan bahwa limbah daun nanas bisa diubah menjadi produk tekstil yang bernilai tinggi. Melalui inovasi dan kerja kerasnya, ia berhasil menembus pasar internasional dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.
Dengan dukungan Program YESS, Alan terus mengembangkan usahanya dan berkontribusi dalam memajukan sektor pertanian milenial di Indonesia. Potensi besar dari serat daun nanas ini diharapkan dapat terus tumbuh, sehingga bisa memberikan manfaat lebih luas bagi petani dan masyarakat.
Pengusaha Muda yang Sukses Mengubah Limbah Daun Nanas Menjadi Produk Ekspor
Alan Sahroni, seorang pengusaha muda dari Kampung Cijoged, Desa Cikadu, Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang, Jawa Barat, telah menciptakan gebrakan di dunia bisnis dengan mengolah limbah daun nanas menjadi serat tekstil berkualitas tinggi. Usaha yang dirintisnya sejak tahun 2013 ini kini berkembang pesat, bahkan telah menembus pasar internasional seperti Jepang, Singapura, Malaysia, dan Jerman. Berkat inovasinya, serat daun nanas yang biasanya dibuang sebagai limbah kini menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi.
Awal Mula Bisnis Serat Daun Nanas
Alan memulai usaha ini dari keprihatinannya melihat daun nanas yang melimpah di daerahnya hanya dibuang begitu saja sebagai limbah pertanian. Berbekal pengetahuan dan keberanian untuk berinovasi, ia mulai mengolah daun nanas menjadi serat yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku tekstil. Tidak hanya menciptakan produk bernilai tinggi, usaha ini juga ramah lingkungan karena mengurangi jumlah limbah pertanian yang terbuang.
Sejak awal usahanya, Alan menyadari potensi besar dari daun nanas yang selama ini tidak banyak dimanfaatkan. Nanas sendiri merupakan salah satu komoditas unggulan Kabupaten Subang, dengan lahan pertanian nanas yang luas mencapai sekitar 3.000 hektare. Dari satu hektare lahan nanas, bisa dihasilkan 10-15 ton daun nanas setiap kali panen. Potensi inilah yang dilihat Alan sebagai peluang bisnis yang menjanjikan, mengingat jumlah bahan baku yang melimpah.
Proses Produksi Serat Daun Nanas
Dalam proses produksinya, Alan mengambil daun nanas langsung dari petani setempat. Setelah itu, dilakukan penyortiran untuk memisahkan daun berdasarkan panjang dan kualitasnya. Daun yang layak kemudian diolah menggunakan mesin decorticator, sebuah alat khusus yang dirancang untuk memisahkan serat daun nanas dari daging daunnya. Alan menjelaskan bahwa daging daun nanas yang terpisah dalam proses ini tidak terbuang sia-sia, melainkan digunakan sebagai bahan pupuk organik yang nantinya bisa digunakan kembali oleh petani untuk menyuburkan tanah.
Setelah serat dipisahkan, tahap selanjutnya adalah pencucian untuk menghilangkan kotoran dan warna hijau alami dari daun. Pencucian ini dilakukan secara manual menggunakan air biasa. Setelah dicuci, serat dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3 hari hingga benar-benar kering. Proses pengeringan ini sangat tergantung pada kondisi cuaca, jika cuaca cerah, pengeringan bisa berlangsung lebih cepat.
Setelah kering, serat-serat tersebut disisir untuk memisahkan sisa daun yang masih menempel dan membuat serat lebih halus. Proses ini juga membantu meningkatkan kualitas serat, sehingga lebih rapi dan siap untuk dipintal menjadi benang. Alan juga menjelaskan bahwa serat yang sudah disisir ini kemudian dipintal secara manual menjadi benang dengan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) yang dimodifikasi khusus agar lebih efisien.
Dengan menggunakan ATBM, benang yang dihasilkan dari serat daun nanas kemudian ditenun menjadi kain. Kain yang dihasilkan pun bervariasi, mulai dari kain lebar untuk berbagai kebutuhan tekstil hingga kerajinan tangan seperti tas, rompi, hingga lampu hias. Proses ini juga menghasilkan produk bernilai tinggi yang mampu bersaing di pasar internasional.
Tantangan dan Kesuksesan dalam Ekspor
Pada tahun 2021, Alan berhasil mengekspor 1,2 ton serat daun nanas ke Singapura. Ekspor ini merupakan salah satu prestasi besar dalam usahanya, meskipun Alan menghadapi berbagai tantangan dalam mengembangkan kapasitas produksinya. Salah satu kendala utama yang dihadapinya adalah keterbatasan mesin produksi, yang membuatnya hanya mampu memproduksi 200-300 kilogram serat per bulan, jauh di bawah permintaan pasar yang mencapai 1 ton per bulan.
Meski demikian, Alan tetap optimis dengan prospek bisnisnya. Dengan potensi bahan baku yang melimpah dari perkebunan nanas di Subang, ia terus berupaya meningkatkan kapasitas produksinya. Selain Singapura, ia juga pernah mengekspor serat daun nanas ke Jepang, Malaysia, dan Jerman. Meskipun pasar internasional sangat menjanjikan, Alan juga tetap memprioritaskan pasar lokal dengan menjual berbagai produk kerajinan tangan yang terbuat dari serat daun nanas.
Untuk pasar lokal, Alan mengirimkan produknya ke beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Meskipun pesanan dari pasar lokal tidak sebesar permintaan ekspor, namun tetap memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan usahanya. Alan mengaku bahwa produk serat daun nanas yang dijual di pasar lokal biasanya berupa kerajinan tangan seperti kain, tas, dan produk dekoratif lainnya.
Harga dan Potensi Ekonomi Serat Daun Nanas
Alan menjelaskan bahwa harga serat daun nanas bervariasi tergantung pada bentuk dan tingkat pengolahannya. Untuk serat daun nanas yang belum disisir, ia menjual seharga Rp 200 ribu per kilogram, sedangkan serat yang sudah disisir dijual dengan harga Rp 215 ribu per kilogram. Selain itu, ia juga menjual benang yang terbuat dari serat daun nanas dengan harga Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu per gulungan kecil. Untuk kain yang dihasilkan dari tenunan serat daun nanas, harganya berkisar antara Rp 200 ribu hingga Rp 250 ribu per meter, tergantung pada lebar dan jenis kainnya.
Meskipun bisnisnya masih menghadapi berbagai tantangan, Alan melihat potensi ekonomi dari serat daun nanas sangat besar. Selain itu, usahanya juga memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar dengan menciptakan lapangan pekerjaan. Salah satu pekerja di usaha Alan, Imas Fitriani, mengaku sangat terbantu dengan adanya produksi serat daun nanas ini. “Alhamdulillah, bisa sedikit menambah penghasilan saya. Awalnya saya diberikan pelatihan, sekarang saya bisa bekerja di sini,” ungkap Imas.
Dukungan Program YESS dan Peran dalam Pengembangan Pertanian Milenial
Kesuksesan Alan tidak lepas dari dukungan Program Youth Entrepreneur and Employment Support Services (YESS), sebuah inisiatif kerja sama antara International Fund for Agricultural Development (IFAD) dan Kementerian Pertanian. Program ini bertujuan untuk mendukung pengembangan enterpreneurship di kalangan petani muda dan memajukan sektor pertanian di Indonesia melalui sistem klaster agribisnis.
Melalui program YESS, Alan mendapatkan bimbingan dan dukungan untuk mengembangkan usahanya dalam klaster bisnis nanas. Klaster ini mencakup seluruh rantai nilai dari budidaya nanas hingga pengolahan limbah daun nanas menjadi produk bernilai ekonomi. Dengan adanya dukungan ini, Alan mampu meningkatkan skala usahanya dan memperluas jangkauan pasarnya, baik di dalam maupun luar negeri.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi, juga mengapresiasi peran Alan dalam memajukan sektor pertanian Indonesia. “Sekarang ini kita membutuhkan anak-anak muda yang memiliki kreativitas dan inovasi tinggi untuk memajukan pertanian di Indonesia. Pertanian modern harus dikelola oleh generasi milenial yang berorientasi ekspor, dan Alan adalah salah satu contoh sukses,” jelas Dedi.
Harapan ke Depan untuk Industri Serat Daun Nanas
Ke depan, Alan berharap dapat terus meningkatkan kapasitas produksinya dan memperluas jangkauan pasar ekspor. Ia juga berencana untuk terus berinovasi dalam menciptakan produk-produk baru dari serat daun nanas, sehingga dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar. Selain itu, ia juga berkomitmen untuk terus memberdayakan masyarakat sekitar melalui pelatihan dan pembukaan lapangan pekerjaan.
Usaha Alan Sahroni menjadi inspirasi bagi banyak petani muda di Indonesia. Dengan memanfaatkan limbah pertanian yang selama ini tidak banyak dimanfaatkan, Alan berhasil menciptakan produk yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga memiliki nilai ekonomi tinggi. Inovasinya dalam mengolah serat daun nanas menjadi tekstil telah membuka peluang besar bagi Indonesia untuk bersaing di pasar internasional, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.