Beranda Teknologi Ini Penyebab Keamanan Siber di Indonesia Akan Meningkat

Ini Penyebab Keamanan Siber di Indonesia Akan Meningkat

wp-1672811338420.jpg

review1st.com – Akamai Technologies, Inc, hari ini membagikan prediksi untuk tahun 2023 serta pengamatan perusahaan mengenai sejumlah persoalan utama di bidang komputasi cloud dan keamanan siber.

Tiga tahun terakhir merupakan tahun yang benar-benar penuh perubahan, ditandai dengan tingginya volatilitas dan disrupsi di sisi rantai pasokan, inflasi serta pandemi global yang belum pernah terjadi sebelumnya dan saat ini masih berlanjut di beberapa negara.

Dalam konteks ini, tahun 2023 masih menyimpan banyak ketidakpastian yang juga akan berdampak terhadap strategi TI, terutama terkait cara yang paling efektif untuk berinvestasi dalam komputasi cloud dan keamanan siber.

Meskipun kondisi ekonomi penuh tantangan, investasi untuk komputasi cloud dan keamanan siber diperkirakan akan terus meningkat di tahun 2023.

Menurut Gartner, belanja untuk layanan cloud di seluruh dunia diperkirakan akan mencapai US$590 miliar di tahun 2023 – naik 20,7% dibandingkan tahun 2022.

Namun, investasi untuk cloud bisa menurun jika anggaran TI secara keseluruhan menyusut mengingat cloud selalu memegang porsi terbesar dari pengeluaran TI dan angkanya proporsional dengan pertumbuhan anggaran.

Gartner juga memprediksi bahwa belanja untuk produk serta layanan keamanan informasi dan manajemen risiko akan meningkat sebesar 11,3%, mencapai lebih dari $188,3 miliar di tahun 2023.

Hal ini didorong oleh meningkatnya penerapan model kerja remote dan hybrid, transisi dari VPN ke akses jaringan dengan keamanan zero trust dan pergeseran ke model penyediaan layanan berbasis cloud.

Bagi para pemimpin bisnis dan pengusaha, menjelajahi lanskap bisnis yang dinamis akan sangat menantang.

BACA JUGA:  Hati-Hati! Ini Bahayanya Aplikasi Jailbreak iPhone? Panduan Lengkap untuk Memahami, Risiko, dan Keamanannya

Untungnya, seiring dengan tantangan-tantangan baru tersebut, kita juga melihat solusi-solusi teknologi baru yang bisa membantu dunia bisnis untuk berkembang di tahun-tahun mendatang. 

Executive Vice President dan Chief Technology Officer Akamai, Dr. Robert Blumofe, mengamati sejumlah persoalan utama di bidang komputasi cloud dan keamanan siber secara global, dan juga Asia Pasifik dan Jepang (APJ), dan memberikan prediksinya seperti di bawah ini.

1. Ketidakpastian Ekonomi 2023 akan Mendorong Inovasi

Kondisi ekonomi makro saat ini akan mendorong banyak perusahaan untuk berpikir kreatif dalam hal biaya dan model bisnis, serta mendorong perubahan besar baik dalam pengeluaran maupun inovasi di tahun depan.

Terkait biaya, banyak perusahaan akan mengevaluasi pengeluaran mereka untuk layanan cloud dan mencari cara untuk mengurangi lonjakan biaya.

Ketidakpastian ekonomi juga akan mendorong eksperimentasi model bisnis guna meningkatkan pendapatan.

Di Asia, kita sudah melihat awal perubahan ini, terutama di sektor ritel. Banyak perusahaan bereksperimen dengan model perdagangan secara live dan video pendek untuk menarik minat dan meningkatkan penjualan.

Dr. Blumofe memperkirakan Asia akan terus berada sebagai yang terdepan dalam tren video pendek ketika tren ini meluas ke wilayah-wilayah lain di dunia.

BACA JUGA:  Menggali Potensi Warga Subang Melalui Coding dan Analisis Data

2. Dampak Nyata dari Serangan Siber akan Semakin Signifikan

Pada tahun lalu, banyak sekali serangan ransomware dan DDoS menargetkan lembaga-lembaga penting pemerintah, perusahaan, dan infrastruktur.

Sayangnya, kita telah mencapai ke satu titik dalam serangan siber, dimana dunia kriminal sudah mampu menjadikan serangan siber menjadi bisnis yang dilakukan berulang-ulang dan skalanya terus meningkat.

Kita akan melihat hal ini terus berlanjut dan mungkin akan memburuk di tahun 2023.

Medan perang kejahatan siber berikutnya adalah infrastruktur nyata/fisik, termasuk kota, pabrik, dan rantai pasokan kita.

Serangan siber tidak hanya berdampak terhadap data Anda atau sebuah komputer yang belum pernah Anda dengar sebelumnya, namun juga berdampak pada kemampuan Anda untuk mendapatkan bahan bakar minyak, membeli kebutuhan sehari-hari, dan layanan kesehatan yang aman.

Solusi untuk masalah ini akan kompleks dan beragam, sehingga membutuhkan kerjasama sektor publik dan swasta, investasi yang besar untuk mengamankan rantai pasokan software, dan menerapkan prinsip least privilege (memberi akses kepada pengguna seperlunya saja) sebagai filosofi keamanan inti di semua industri.

3. Metaverse Akan Bergabung ke Dunia Nyata

Banyak yang sangat excited dengan metaverse dengan kemungkinan yang metaverse miliki untuk mengubah cara kita bersosialisasi, bekerja dan bermain.

BACA JUGA:  Cara Translate Aksara Sunda via Aplikasi atau Situs Terbaik

Namun 2023 akan menjadi tahun di mana hype tersebut akan runtuh di dunia nyata. Dunia digital yang melingkupi semua hal mungkin akan terwujud suatu hari nanti, namun realitas seperti itu masih jauh di depan. 

Dalam jangka pendek, metaverse akan lebih seperti game yang sangat interaktif. Kemajuan besar dalam komputasi dan teknologi bisa kita kenakan (wearable)harus terwujud terlebih dahulu sebelum metaverse sesungguhnya bisa dibangun.

4. Fokus yang Lebih Besar untuk Mengurangi Dampak Lingkungan dari Operasional Internet

Negara-negara di seluruh kawasan Asia Pasifik ingin menurunkan emisi karbon mereka. Sebagai contoh, Australia terus mempercepat jadwal penghentian penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara dan memperbesar porsi energi yang lebih berkelanjutan ke pasar.

Sementara itu, Jepang meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga nuklir di tahun depan untuk menekan penggunaan bahan bakar fosil.

Tekanan untuk menggunakan energi yang lebih bersih akan meluas ke perusahaan-perusahaan teknologi di tahun depan.

Semua organisasi/perusahaan akan berupaya meningkatkan efisiensi operasional internet, yang saat ini meningkatkan konsumsi energi dan biaya dari aktivitas penyimpanan, pemrosesan, dan transfer data.

Tren ekonomi makro saat ini dan tekanan biaya terkait bisa semakin mengakselerasi tren ini.