Beranda Berita Nasional Wabah Pes di Ciamis Tahun 1911 yang Membuat Kolonial Kelimpungan

Wabah Pes di Ciamis Tahun 1911 yang Membuat Kolonial Kelimpungan

Wabah-Pes-di-Ciamis.jpg

Wabah pes di Ciamis sangat menarik untuk kita ulas. Apalagi peristiwa sejarah Indonesia ini belum banyak yang tahu, terutama wabah pertama di Priangan Timur.

Puluhan hingga ratusan orang Ciamis meninggal akibat wabah pes ini, terutama korban yang meninggal berasal dari kalangan anak-anak dan balita.

Karena wabah pes menyerang anak-anak dan balita, pemerintah kolonial urusan kesehatan akhirnya bertindak cepat menangani kasus ini.

Pemerintah kolonial sempat mengalami kewalahan dalam menangani kasus ini. Tak jarang para medis Eropa itu ketakutan. Sebab, para penderita pes yang sudah parah dan menularkan virus mematikan itu dengan cepat

Baca juga: Bupati Ciamis RAA Sastrawinata: Dihormati Belanda, Dibenci Rakyat

Sejarah Wabah Pes di Ciamis

Menurut koran Belanda “De Sumatra Post” bertajuk Pestgewal in de Preanger yang terbit tanggal 15 Desember 1925 menyebut, wabah pes pertama kali terjadi di Ciamis yaitu pada tahun 1911.

Penyebarannya cepat sekali, wabah pes ini besar kemungkinan akibat penularan pes yang sedang melanda Malang, Jawa Timur.

Kendati demikian, belum ada berita jelas mengenai hal tersebut. Akan tetapi sebagian penduduk di Ciamis menyangka wabah pes merupakan penyakit yang sedang pecah di Kota Malang, Jawa Timur.

Adapun indikasi wabah pes pertama kali terjadi di Ciamis teridentifikasi dari seorang anak kecil yang meninggal. Lokasinya berada di daerah Ciawi, (Perbatasan Tasik-Ciamis).

BACA JUGA:  Isu Poligami dan Narkoba Bisa Rontokan Elektabilitas Kandidat di Pilkada Subang

Anak kecil yang tergolong balita ini menunjukkan gejala sebagaimana penyakit pes sebelum meninggal dunia.

Tak lama kemudian, orang tua di rumahnya juga tertular penyakit tersebut. Gejalanya sama, demam menggigil, muntah dan berak (Muntaber).

Pemerintah Kolonial Kirim Sampel ke Bandung

Melihat kondisi seperti itu, pemerintah kolonial urusan kesehatan setempat mengamankan pasien diduga pes ini ke sebuah klinik khusus di Tasikmalaya.

Setelah melewati berbagai pemeriksaan, darah dari kedua orang tua balita yang meninggal akibat pes ini kemudian dikirimkan ke Laboratorium Institusi Kesehatan di Bandung. Hal ini untuk keperluan analisis lebih lanjut.

Setelah satu hari pemeriksaan sampel darah di Bandung, baru diketahui bahwa mereka terjangkit wabah pes.

Diagnosa ini sekaligus menyatakan penularan mereka akibat sang anak yang sudah meninggal karena wabah pes.

Kasus wabah pes yang menimpa balita di Ciawi tadi pun menyebar hingga ke beberapa daerah Priangan Timur, seperti Tasikmalaya dan Ciamis.

Begitu pun dengan pusat pemerintahan di Jawa Barat, yakni Bandung. Puluhan hingga ratusan orang penduduk Kota Kembang mengalami penularan wabah pes akibat peristiwa di Ciamis tadi.

Penularan yang begitu cepat akibat penanganan yang kurang ketat dari pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Alhasil setelah wabah ini merebak di mana-mana, pemerintah Belanda pun memperketat wilayah Ciamis, dan Priangan Timur lainnya.

Hal itu agar tidak berinteraksi lebih luas lagi karena berkaitan dengan metode pencegahan wabah yang saat ini kita kenal dengan istilah “Isolasi Daerah”.

BACA JUGA:  Shin Tae-Yong memanggil sebanyak 26 pemain, ini daftarnya

Baca juga: Wabah Malaria di Pangandaran 1935, Pantai Pananjung Diisolasi!

Sanitasi Daerah Buruk

Selain karena ada dugaan penularan wabah pes dari Malang, tak terkendalinya penyakit ini di Ciamis akibat sanitasi daerah setempat yang buruk.

Banyak sudut-sudut desa yang tak terawat, sehingga membuat betah hewan seperti tikus yang kemudian mengakibatkan wabah pes ini terjadi.

Kesadaran perbaikan sanitasi di Ciamis pun kemudian dibangun ulang oleh pemerintah kolonial Belanda.

Selain di Ciamis, orang-orang ahli dalam infrastruktur, dan tata ruang kota ini juga memperbaiki seluruh tempat yang memiliki sanitasi buruk di seluruh Priangan Timur.

Keputusan perbaikan ulang sanitasi oleh pemerintah kolonial Belanda ini tidak main-main. Sebab, mereka menganggarkan dana khusus untuk proyek tersebut yang sudah mereka akumulasikan untuk tahun 1911-1930.

Adapun jumlah keseluruhan dana untuk anggaran perbaikan sanitasi di Priangan Timur sebesar 178 gulden.

Jumlah yang sudah mereka prediksi matang bisa mengatasi jumlah kasus penderita pes paling banyak 2 juta orang.

Dengan anggaran sebesar itu, pemerintah kolonial Belanda optimis bisa menyelesaikan wabah pes di Ciamis, khususnya seluruh daerah Priangan Timur pada tahun 1930 mendatang.

Pernyataan ini sebagaimana mengutip koran “De Locomotief” bertajuk Pest on Woningverbetering tanggal 30 Juli 1929.

Baca juga: Pemberontakan PKI di Ciamis 1926, 130 Orang Mengungsi ke Tjigoegoer

BACA JUGA:  30 Petugas Pertanian Jabar Asah Keterampilan Smart Farming di Bapeltan Cianjur

Wabah Pes Menurun Tahun 1929-1930

Sebagaimana surat kabar “De Locomotief: Best on Woningverbetering”, tanggal 30 Juli 1929, prediksi pemerintah kolonial menyelesaikan wabah pes di Priangan Timur tahun 1930 ternyata tepat sekali.

Hal ini terbukti dengan catatan surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad bertajuk De Pest, tanggal 04 Desember 1929 yang mengatakan sejak akhir tahun 1929, wabah pes di Ciamis, dan wilayah Priangan Timur menurun drastis.

Bahkan, Laboratorium Institusi Kesehatan di Bandung yang menangani penelitian untuk vaksin pes ini telah mendeklarasikan kebebasan masyarakat Priangan dari wabah mematikan tersebut.

Ada dua alasan pemerintah kolonial membebaskan masyarakat Priangan dari wabah pes.

Pertama sebagian besar masyarakat di Priangan, khususnya di Ciamis sudah mendapatkan antibiotik pes (Vaksin), dan yang kedua tidak ada temuan kasus meninggal akibat pes yang dalam jumlah banyak 

Adapun jumlah kematian akibat wabah pes di beberapa daerah Priangan Timur sebagai berikut: Tjisajong: 2 Orang, Radjapola: 5 Orang, Tasikmalaja: 36 Orang, dan Tjiamis: 8 Orang sepanjang tahun 1929.

Data di atas menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan jumlah kasus di tahun 1911- 1920.

Oleh sebab itu, atas dasar laporan pendataan di atas tadi pemerintah kolonial optimis menyelesaikan wabah pes di Ciamis, umumnya di seluruh Priangan sampai tahun 1930. (Erik/R6/HR-Online)