KBRN, Bandung: Para peternak ayam hingga saat ini menilai masih merasakan ketidak pastian harga jual ayam ras pedaging hidup di tingkat peternak (on farm). Walaupun kehadiran Permendag nomor 7 tahun 2020 dinilai sudah pro pada peternak rakyat, seperti aturan harga jual ayam hidup tingkat peternak harus pada harga Rp19.000-Rp21.000. Namun fakta dilapangan harga tersebut tidak terealisasikan.
Selain itu, pada kenyataan hingga saat ini peternak masih dibuat menderita, dengan harga DOC (Day Old Chick) saat ini berkisar Rp8.000- Rp 8.500 per ekor, serta harga pakan yang terus naik di harga Rp.8500 per kg.Sehingga Harga Pokok Produksi (HPP) di tingkat peternak rakyat di kandang, saat ini sudah menyentuh Rp20.000 – Rp22.000 per kg, namun harga pasar ayam hidup berkisar Rp14.000 per kg.
Puluhan peternak yang tergabung dalam Perkumpulan Peternak Ayam Priangan (PPAP) berpendapat, masalah tersebut akan terus terjadi, bahkan semenjak tahun 2009 hingga saat ini.
“Masalah ini terjadi semenjak tahun 2009 hingga saat ini, seperti supply-demand, kondisi pandemi Covid, cutting DOC dan sebagainya. Namun menurut saya yang terjadi saat ini lebih banyak karena over supply,” tutur Ketua Perkumpulan Peternak Ayam Priangan, Jogin Setiadin, pada acara silaturahmi dan konsolidasi peternak, di Ciamis, Senin (21/2/2022).
Lanjutnya, pemerintah seharusnya melakukan pengawasan ketat terhadap program cutting, karena di lapangan banyak sekali DOC yang box polos namun kualitas super.
“Ini perlu ditelusuri karena seharusnya stock bisa terkendali dengan adanya cutting ini,” imbuhnya
Dalam diskusi sebagai wadah tukar fikiran terhadap tantangan peternak perunggasan, serta potensi naik kelas dalam menghadapi situasi yang tidak menentu ini. Sehingga eksistensi peternak rakyat di bidang perunggasan akan tetap ada sampai kapan pun.
“Kami perkumpulan yang sudah lama berdiri di wilayah Priangan Provinsi Jawa Barat, menginginkan kepedulian pemerintah terhadap nasib peternak, dengan solusi yang hadir harus berkelanjutan dan pro terhadap peternak rakyat,” tegas Jogin.
Peternak ayam rakyat berpendapat, adanya perubahan UU No. 6/1967 ke UU No. 41/2014 j.o UU No.18/2009, tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang mengakibatkan masuknya perusahaan integrasi, dengan aturan tersebut mau tidak mau peternak rakyat harus menghadapi persaingan dengan pemodal besar.
Sejalan dengan hal tersebut, peternak asal Tasikmalaya, Iwang menambahkan, pihaknya mengkritisi terhadap regulasi yang menyebabkan peternak rakyat babak belur setiap tahunnya.
“Semenjak adanya Undang-Undang yang membolehkan pemain besar berbudidaya, baik di broiler (pedaging) maupun di layer (petelur), maka peternak rakyat tinggal menjadi penonton saja. Kami tetap menginginkan presiden langsung memberikan Kepres perlindungan kepada peternak mandiri,” tegas Iwang.
Pada kesempatan itu, hadir peternak layer (petelur) Ismail menyatakan, bahwa peternak layer pun kewalahan dengan situasi sekarang, karena HPP mencapai Rp20.000 – Rp21.000 per kg, namun harga bulan ini pernah menyentuh Rp.14.000-Rp.15.000 per kg.
Sekertaris PPAP Kuswara menegaskan, pihaknya berencana akan ke Jakarta pada 25 Februari 2022, untuk menggelar unjukrasa, karena sudah tidak bisa mentolerir dengan kerugian yang terus menerus dialami peternak rakyat.
“Dengan kondisi hari ini kami peternak rakyat ayam broiler sudah tidak kuat lagi untuk berproduksi, karena harga jual di kandang sudah sangat rendah Rp14.000 per kg, padahal modal peternak Rp21.000 per kg,” tukas Kuswara.