Subang – Siang yang mestinya damai di Pamanukan, Subang, berubah jadi ngeri. Hanya gara-gara teguran sederhana dari seorang kakek berusia 66 tahun, tiga pengamen mabuk ciu mendadak kehilangan akal sehat. Batu, bambu, dan kayu jadi senjata. Dan sore itu, langit Subang seolah ikut berduka.
Tak butuh waktu lama, Tim Resmob Sat Reskrim Polres Subang bergerak cepat seperti film laga tanpa jeda. Hanya beberapa jam setelah kejadian, tiga pelaku pengeroyokan brutal berhasil dibekuk. Mereka adalah DS (28), MA (15), dan EK (39) — warga Dusun Kedung Gede, Desa Mulyasari, Kecamatan Pamanukan. Uniknya, ketiganya sehari-hari dikenal sebagai pengamen jalanan.
Menurut keterangan resmi Kapolres Subang AKBP Dony Eko Wicaksono, S.H., S.I.K., M.H., Ph.D., peristiwa ini terjadi pada Jumat (3/10/2025) sekitar pukul 12.20 WIB. Saat itu, ketiga pelaku diketahui sedang menikmati minuman keras jenis ciu di rumah seorang warga bernama Rendi. Dari sini, bencana pun dimulai.
Korban, Herna (66), merasa terganggu dan menegur mereka. Tapi yang datang bukan permintaan maaf, melainkan lemparan batu yang menghantam wajah dan pipinya. Tak puas, para pelaku juga melempari rumah korban dengan bambu dan kayu. Brutal, tanpa nalar, dan tanpa rasa iba.
“Tidak terima dengan teguran itu, pelaku kemudian melempar batu ke arah korban hingga mengenai wajah dan pipinya. Setelah itu, mereka juga melempari rumah korban dengan batu, bambu, dan kayu,” jelas Kapolres Dony kepada awak media, Sabtu (4/10/2025).
Tragisnya, korban ditemukan meninggal dunia di ruang tamu rumahnya pada Sabtu dini hari, sekitar pukul 02.00 WIB. Peristiwa ini sontak membuat warga sekitar syok, bahkan sebagian masih tak percaya seseorang bisa kehilangan nyawa hanya karena menegur orang mabuk.
Dua pelaku, DS dan MA, ditangkap pada Sabtu pagi sekitar pukul 07.00 WIB di rumah masing-masing. Sementara satu pelaku lain, EK, sempat mencoba melarikan diri sebelum akhirnya tertangkap di wilayah Kasomalang, Kabupaten Subang, sekitar pukul 14.30 WIB.
Kini ketiganya tak bisa lagi bernyanyi di jalanan. Mereka akan bernyanyi di balik jeruji besi. Polisi menjerat mereka dengan Pasal 170 ayat (3) KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan kematian, dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara.
“Polres Subang berkomitmen untuk menindak tegas setiap bentuk tindak pidana yang meresahkan masyarakat demi terciptanya situasi kamtibmas yang aman dan kondusif,” tegas Kapolres Dony, menutup pernyataannya dengan nada yang tegas tapi tetap manusiawi.
Kasus ini menjadi pengingat betapa mahalnya harga emosi dan betapa rapuhnya batas antara teguran dan tragedi. Pamanukan kembali tenang hari ini—tapi luka di hati warga, terutama keluarga korban, masih lama sembuhnya.