Subang – Bupati Subang Reynaldy Putra Andita menyoroti serius dugaan penyimpangan pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di lingkungan Dinas Pendidikan Subang.
Temuan ini kembali mencuat setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat pelanggaran terbesar dalam pengelolaan dana BOS berada di Dinas Pendidikan. Temuan tersebut berulang dua tahun berturut-turut, yakni pada 2023 dan 2024.
“Sudah dua tahun berturut-turut dana BOS menjadi masalah paling besar,” ujar Kang Rey — sapaan akrabnya — melalui akun Instagram resminya, @reynaldyputraofficial.
Ia mempertanyakan, apakah pelanggaran ini disebabkan ketidaktahuan kepala sekolah atau justru karena kesengajaan yang sudah menjadi pola.
“Ini yang sedang saya dalami. Apakah karena tidak tahu cara mengelola atau karena memang nakal?” ucapnya dengan nada serius.
Menjelang tahun ajaran baru, Kang Rey akan mengumpulkan seluruh kepala sekolah SD dan SMP. Mereka diwajibkan menandatangani fakta integritas sebagai komitmen bersama.
Langkah ini ditempuh agar tidak ada lagi alasan di kemudian hari. Jika masih ditemukan penyimpangan, kepala sekolah akan langsung dimutasi ke tempat yang telah disiapkan.
“Saya sudah instruksikan Kadisdik. Kalau masih melanggar, dipindahkan saja,” tegasnya sambil menunjukkan hasil audit BPK.
Tak hanya itu, Kang Rey juga mengingatkan bahwa pada anggaran 2025, sanksi bisa lebih berat. Jika terbukti menyalahgunakan dana BOS, ia akan menyerahkan langsung ke Aparat Penegak Hukum (APH).
“Kalau masih berani bermain di 2025, saya pastikan akan diproses hukum,” tambahnya.
Sorotan terhadap dana BOS ini semakin tajam usai viralnya curhatan seorang guru SD di Kecamatan Ciasem. Melalui akun Instagram @broron, guru tersebut membongkar dugaan pungutan liar oleh oknum Koordinator Wilayah Dinas Pendidikan.
Dalam unggahan itu, disebutkan bahwa setiap sekolah diminta menyetor Rp1,2 juta setelah pencairan dana BOS. Dana tersebut diduga dikumpulkan di Kantor PGRI Ciasem untuk menutupi temuan BPK di 15 sekolah.
Unggahan ini menuai keprihatinan publik, terutama para guru yang merasa tertekan tetapi memilih diam karena takut mendapat perlakuan tidak menyenangkan.
Padahal, dana BOS adalah bantuan dari pemerintah pusat yang ditujukan untuk mendukung operasional sekolah, bukan untuk pungutan yang tidak memiliki dasar hukum.
Anggaran tersebut seharusnya digunakan untuk pengadaan alat belajar, perawatan fasilitas, hingga pengembangan perpustakaan sekolah.
Kini, masyarakat menantikan langkah nyata dari Pemkab Subang dan Dinas Pendidikan untuk membersihkan praktik menyimpang yang mencederai dunia pendidikan.