Subang, Kamis sore (19/6/2025) — Jalan penghubung Subang-Bandung yang biasanya padat merayap, mendadak jadi parkiran raksasa! Ratusan sopir truk memarkir kendaraan mereka di simpang Museum Subang, Wisma Karya, sambil menggelar aksi protes penuh semangat dan… suara klakson.
Bayangkan, jalan vital itu dibekukan selama empat jam. Bukan karena es krim tumpah, tapi karena truk-truk parkir berjamaah di tengah jalan!
Ternyata, amarah para sopir ini dipicu oleh satu kata: ODOL. Eits, bukan odol yang buat gosok gigi, ya. Ini singkatan dari Over Dimension Over Load, kebijakan yang bikin sopir merasa seperti lagi disuruh masuk celana jeans ukuran S, padahal badannya XL.
“Tuntutan kami jelas, tolak ODOL. Ini suara semua sopir!” — Syahrin, Koordinator Aksi
Tapi tunggu dulu, ternyata bukan cuma ODOL yang bikin panas hati. Para sopir juga keberatan dengan Peraturan Bupati Subang Nomor 21 Tahun 2025, yang membatasi jam operasional kendaraan berat. Aturan ini dianggap seperti ‘jam malam’ bagi para pejuang logistik.
Mereka pun ingin curhat langsung ke Bupati Subang, Reynaldy Putra Andita. Sayangnya, sang bupati tak tampak batang hidungnya.
“Kalau tidak digubris, kami akan bertahan di sini bahkan sampai tiga hari,” ancam Syahrin sambil memandang horison truk.
Drama belum selesai! Syahrin juga menyatakan, bisa jadi mereka bakal sweeping truk yang ogah ikut aksi. Wah, serasa sinetron jalanan edisi ODOL.
Di bagian lain Subang, tepatnya di Lingkarcagak, Jalancagak, para sopir menggelar aksi versi kopdar damai. Truk diparkir rapi, lalu mereka ngopi bareng. Bukan nongkrong biasa, ini nongkrong berisi pesan politik.
“Kami tidak bisa kerja. Kami cuma nurut sama perusahaan. Kalau bawa muatan sesuai aturan, truk kami dianggap tidak efisien,” — Maryono, sopir Jalancagak
“Kenapa proyek pemerintah masih pakai truk ODOL, tapi sopir swasta yang kena sanksi? Ini kebijakan harus adil ke semua,” — Samsudin, sopir lainnya
Aksi ini tak hanya terjadi di Subang. Di berbagai daerah Indonesia, sopir-sopir lain juga melawan ODOL secara serentak. Mereka menilai kebijakan itu terlalu mendadak dan tak ramah dompet.
Pemerintah memang berdalih bahwa Zero ODOL demi keselamatan jalan dan infrastruktur. Tapi para sopir ingin proses yang lebih… beradab. Bukan cuma dilarang, tapi juga dibina, dibimbing, dan—kalau bisa—disayang.
“Kami hanya ingin hidup layak, bekerja dengan tenang. Bukan dimusuhi oleh aturan yang tak berpihak,” — Maryono lagi-lagi bersuara lirih tapi nyentil.
Berita ini telah dimuat berdasarkan sumber dari tirto.id dengan judul “Tolak Aturan ODOL, Sopir Truk Blokade Jalan Utama Subang-Bandung”