SUBANG – Ada kabar hangat dari belantara pendidikan di Pantura Subang! SDN Sukamanah, yang berlokasi di Desa Muara, Kecamatan Blanakan, tahun ini tampil beda—bukan karena mural baru atau ruang kelas canggih, tapi karena… hanya kebagian 7 siswa baru saja di Tahun Ajaran 2025–2026.
Angka ini tentu bikin dahi mengernyit dan kepala bergeleng. Pasalnya, tahun lalu masih ada 13 siswa yang masuk. Sekarang? Nyaris tinggal separuh. Seolah-olah sekolah ini sedang bersiap mengubah status jadi bimbel eksklusif.
Menurut Kepala SDN Sukamanah, Bapak Hendrawan Sukmara—yang tampaknya tetap tegar meski jumlah murid seperti hitungan jari tangan—fenomena ini bukan tanpa sebab. Beliau menjelaskan dengan nada yang tetap tenang, “Turunnya jumlah siswa baru salah satu faktornya minimnya jumlah penduduk di Dusun Sukamanah Baru, juga minim fasilitas sekolah sehingga warga memilih menyekolahkan anaknya ke luar kampung,” ujar Hendrawan pada Senin (14/7/2025).
Nah, ini bukan sekadar soal sekolah yang tak laku. Ini potret nyata bagaimana daerah dengan kepadatan penduduk rendah dan fasilitas terbatas mesti berjuang menjaga nyala lilin pendidikan agar tak padam tertiup angin zaman.
Masalah klasik seperti jumlah anak usia sekolah yang menyusut—entah karena migrasi atau memang angka kelahirannya menurun—bertemu dengan persoalan prasarana yang belum ‘menggoda’. Jadilah SDN Sukamanah sedikit demi sedikit ditinggalkan. Bukan karena tak sayang, tapi karena cari alternatif yang dianggap lebih nyaman.
Kondisi ini seolah menyisakan PR besar bagi dunia pendidikan lokal. Apakah perlu inovasi besar-besaran? Atau cukup panggil tim kreatif untuk bikin SDN Sukamanah viral di TikTok? Siapa tahu.
Yang pasti, meski hanya ada tujuh murid baru, semangat para guru di sana (semoga) tetap membara. Karena kadang, mendidik segelintir anak juga berarti menjaga nyala harapan bagi masa depan desa.