Beranda Berita Subang Sawah 7.000 Meter Persegi di Subang Ambles, Ini Penjelasan Badan Geologi

Sawah 7.000 Meter Persegi di Subang Ambles, Ini Penjelasan Badan Geologi

Foto longsor di areal pesawahan Kampung Babakan Jati Desa Cisalak Kecamatan Cisalak Kab Subang(SS laporan Badan Geologi)

Subang – Lahan persawahan seluas 7.000 meter persegi di Kampung Babakan Jati, Desa Cisalak, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang, Jawa Barat, tiba-tiba ambles pada Senin (3/2/2025) sekitar pukul 10.00 WIB. Fenomena ini memicu kekhawatiran di kalangan warga dan petani setempat. Badan Geologi pun turun tangan untuk menganalisis penyebab kejadian tersebut.

Kepala Badan Geologi, M Wafid, mengungkapkan bahwa gerakan tanah yang terjadi di titik koordinat 6,716015° LS dan 107,776339° BT itu merupakan longsoran dengan bidang gelincir rotasional yang berkembang menjadi tipe aliran. Artinya, tanah tidak hanya bergeser, tetapi juga bergerak mengikuti aliran air yang mengikis kestabilannya.

“Daerah ini berada pada ketinggian 350-380 meter di atas permukaan laut (Mdpl), dengan kondisi morfologi berupa perbukitan yang memiliki lereng landai hingga curam,” jelas Wafid dalam keterangannya pada Jumat (7/2/2025).

BACA JUGA:  Dishub Subang Siapkan Strategi Khusus untuk Amankan Libur Nataru 2024-2025

Kondisi Geologi Rentan Longsor

Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah di lokasi bencana tersusun atas tufa berbatu apung yang berasal dari letusan Gunung Tangkuban Parahu dan Gunung Tampomas. Batuan ini bersifat lepas dan mudah tergerus oleh air, sehingga memperbesar potensi longsor.

Meski tidak ditemukan struktur geologi seperti sesar atau lipatan di area tersebut, wilayah ini masuk dalam zona potensi gerakan tanah kategori Menengah – Tinggi, sebagaimana tercantum dalam Peta Prakiraan Wilayah Terjadinya Gerakan Tanah bulan Februari 2025.

BACA JUGA:  Membuka Agenda MTQH Tingkat Kabupaten, Pj. Bupati Subang: Tunjukan Kemampuan Terbaik

Curah Hujan Tinggi dan Drainase Buruk Jadi Pemicu

Wafid menyoroti beberapa faktor utama yang menyebabkan longsor ini. Salah satunya adalah kemiringan lereng yang cukup curam, diperparah dengan tanah pelapukan yang tebal, poros, dan mudah jenuh air. Sistem irigasi yang tidak memadai semakin memperburuk kondisi, karena air hujan berlebih tidak dapat tersalurkan dengan baik, menyebabkan tanah menjadi labil dan akhirnya bergerak.

“Penggunaan lahan sebagai sawah di lereng bagian atas juga berkontribusi besar. Tanah yang terus-menerus tergenang air menjadi jenuh, sehingga rentan mengalami longsor saat hujan turun deras,” ujarnya.

BACA JUGA:  Festival Jaipong Kreasi Galuh Pakuan Cup VIII: Subang Dibanjiri Peserta dari Seluruh Nusantara

Langkah Pencegahan untuk Mengurangi Risiko Longsor

Melihat potensi longsor susulan yang masih tinggi, Wafid mengimbau masyarakat sekitar untuk lebih waspada, terutama saat hujan deras. Ia juga menyarankan beberapa langkah mitigasi agar kejadian serupa tidak kembali terulang.

“Perlu perencanaan sistem drainase yang baik, seperti pembuatan saluran air yang kedap dan efektif mengalirkan air ke sungai utama,” jelasnya. Selain itu, perkuatan lereng dengan teknik terasering serta penanaman tanaman berakar kuat juga sangat dianjurkan guna menstabilkan tanah di area rawan longsor.

Dengan langkah-langkah antisipatif yang tepat, diharapkan dampak bencana serupa bisa diminimalisir di masa mendatang.