Ruwatan Bumi: Tradisi Syukur Petani Kampung Cilaja, Desa Cisaga, Subang – SUARASUBANG. Dusun 2 Kampung Cilaja RW 05, Desa Cisaga, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang, baru saja menggelar tradisi tahunan Ruwatan Bumi. Acara ini berlangsung secara seremonial di halaman rumah salah satu warga pada Kamis (21/11/2024). Dengan penuh antusias, masyarakat setempat melibatkan diri dalam kegiatan yang sarat makna ini.
Makna Ruwatan Bumi bagi Masyarakat Kampung Cilaja
Kepala Dusun 2 Desa Cisaga, Rustam, menyampaikan bahwa Ruwatan Bumi merupakan bentuk rasa syukur masyarakat kepada Allah SWT. Tradisi ini dilakukan untuk menyambut musim tanam sekaligus sebagai upaya melestarikan kearifan budaya lokal.
Kegiatan hajat guar bumi ini adalah ungkapan syukur kita terhadap Allah SWT. Menjelang musim tanam, seluruh warga Kampung Cilaja Dusun 2 RW 05 sangat antusias untuk melaksanakan tradisi ini,” ujar Kadus Rustam.
Tidak hanya Ruwatan Bumi, warga Desa Cisaga juga rutin mengadakan tradisi Hajat Mapag Sri, yakni upacara syukuran setelah panen. Kedua tradisi ini merupakan warisan budaya leluhur yang dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat setempat.
“Tradisi ini adalah bagian dari kearifan budaya lokal yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk menjaga kelestariannya. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi momen silaturahmi antara masyarakat petani dan pemerintah desa,” tambah Kadus Rustam.
Budaya Lokal yang Sarat Nilai dan Pesan
Menurut Wasdim (60), tokoh adat Kampung Cilaja, Ruwatan Bumi dan Hajat Mapag Sri merupakan wujud nyata rasa syukur atas rezeki yang telah diberikan oleh Allah SWT. Tradisi ini sekaligus menjadi doa dan harapan agar hasil panen mendatang melimpah.
“Kegiatan hajat guar bumi ini adalah bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat-Nya. Kami rutin melaksanakan tradisi ini dua kali setahun—menyambut musim tanam dengan hajat guar bumi dan mensyukuri hasil panen melalui hajat Mapag Sri,” jelas Wasdim.
Tradisi ini dihadiri oleh Kepala Desa Cisaga, Nuning Runingsih, beserta perangkat desa lainnya. Kehadiran mereka memberikan semangat bagi masyarakat Kampung Cilaja untuk terus melestarikan budaya lokal.
“Kami merasa bangga dan berterima kasih kepada Ibu Kades beserta perangkat desa yang hadir dalam acara ini. Kehadiran mereka menunjukkan dukungan terhadap pelestarian budaya lokal yang ada di Kampung Cilaja RW 05 Dusun 2,” ungkap Wasdim.
Harapan dan Doa dalam Ruwatan Bumi
Sebagai salah satu tokoh adat, Wasdim berharap tradisi ini tetap dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang. Menurutnya, Ruwatan Bumi dan Hajat Mapag Sri adalah identitas budaya yang membedakan masyarakat lokal dari pengaruh budaya asing.
“Saya berharap anak cucu kita dapat menjaga dan melestarikan tradisi ini. Jangan sampai kearifan budaya lokal ini tergerus oleh budaya barat,” tegasnya.
Tidak hanya itu, tradisi ini juga menjadi sarana untuk memanjatkan doa demi keberkahan dan kemakmuran masyarakat, terutama bagi para petani dan peternak ikan di Kampung Cilaja.
“Semoga hasil pertanian di Kampung Cilaja Dusun 2 RW 05 melimpah dan memberikan keuntungan besar bagi peternak ikan. Semua ini adalah keberkahan dari Allah SWT,” tambahnya.
Tradisi yang Menguatkan Silaturahmi dan Kebersamaan
Ruwatan Bumi tidak hanya sekadar ritual, tetapi juga momentum untuk mempererat silaturahmi antara warga. Seluruh lapisan masyarakat, dari petani hingga perangkat desa, berkumpul dalam suasana penuh kekeluargaan.
Kadus Rustam berharap agar kegiatan ini terus diadakan secara rutin, mengingat manfaatnya yang besar bagi masyarakat. Selain menjaga budaya lokal, tradisi ini juga memperkuat hubungan antara warga dan pemerintah desa.
Pelestarian Budaya di Tengah Modernisasi
Di era modern seperti saat ini, banyak tradisi lokal yang mulai tergeser oleh perkembangan zaman. Namun, masyarakat Kampung Cilaja terus berupaya menjaga warisan leluhur mereka. Dukungan dari pemerintah desa menjadi kunci penting dalam melestarikan budaya ini.
“Melalui tradisi seperti Ruwatan Bumi dan Hajat Mapag Sri, kita menunjukkan kepada dunia bahwa kearifan lokal masih relevan dan bernilai tinggi. Tradisi ini juga mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT,” tutup Kadus Rustam.
Pesan dari Ruwatan Bumi untuk Generasi Mendatang
Ruwatan Bumi menjadi pengingat bagi generasi muda bahwa budaya lokal adalah bagian dari identitas mereka. Pelestarian tradisi ini bukan hanya tentang mempertahankan ritual, tetapi juga menjaga nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Dengan semangat gotong royong dan rasa syukur, masyarakat Kampung Cilaja membuktikan bahwa tradisi lokal dapat hidup berdampingan dengan perkembangan zaman. Ruwatan Bumi bukan sekadar tradisi, tetapi juga cerminan dari kebersamaan dan harapan akan masa depan yang lebih baik.