Suarasubang.com – Bayangkan ini: sebuah pelantikan pejabat penting, bukan di aula megah atau ruang rapat ber-AC, tapi… di kolong jembatan tol! Tepatnya, di bawah ruas tol Cileunyi–Sumedang, di daerah yang lebih sering masuk kategori “butuh pertolongan segera” daripada “spot Instagramable”. Tapi jangan salah, ini bukan sembarang pelantikan. Ini adalah panggung teatrikal Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam menyampaikan pesan yang dalam—dan agak nyelekit.
“Yang pertama barangkali menjadi aneh, kenapa saya ngajak ke sini? Sebenarnya saya ngajak ke sini untuk ingetin semua,” ujar Dedi, seperti dikutip dari akun YouTube Lembur Pakuan Channel, Kamis (3/7/2025).
Dengan latar belakang warung liar, sampah yang berserakan, dan parkiran liar yang seolah sengaja dilukis sembarangan, Dedi melantik para pejabat baru. Ia mengajak mereka tidak sekadar duduk di balik meja, tapi turun ke lapangan, merasakan getirnya realitas yang sering luput dari pandangan rapat.
“Saya bilang, jangan ngomong pekerjaan, jangan ngomong kewenangan. Ini wilayah provinsi Jawa Barat, yuk kita benahi rame-rame,” tegasnya. Ya, bagi Dedi, birokrat bukan sekadar tukang stempel, tapi motor perubahan yang harus siap gaspol kapan pun dibutuhkan.
Ia pun langsung memberi tugas: Kepala Dinas PU diminta mendata seluruh jalan nasional di Jawa Barat yang tampak kumuh. Targetnya? Bukan hanya dicatat, tapi juga dibersihkan. Bahkan Dedi menyebut akan ada patroli marinir. Serius, marinir! Bukan buat perang, tapi perang melawan kekumuhan.
“Saya ingin Jawa Barat kembali sesuai dengan fitrah penciptaannya,” katanya. Sebuah kalimat yang terdengar seperti puisi yang dibacakan di tengah gundukan sampah plastik.
Lalu, datanglah kalimat pamungkas yang langsung bikin hati para pendengar mencelos:
“Jawa Barat itu diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum. Tapi oleh kita, tanah surga ini dijadikan neraka. Jalannya rusak, drainasenya mampet, sungainya kotor, got-gotnya hitam, orang-orangnya bertengkar tiap hari.”
Dedi tak sedang main drama. Ia menyisipkan rasa cinta pada tanah Sunda di setiap katanya. Ia menuntut pejabat tidak hanya bermental absen pagi dan pulang tepat waktu, tapi berjiwa pelayan sejati. Pelantikan di kolong tol ini adalah pernyataan: jika birokrat ingin mengubah wajah Jawa Barat, maka mereka harus berani memulainya dari bawah—secara harfiah.
“Saya gak bisa hanya mimpi. Saya harus mengembalikan. Kembali Jawa Barat-nya. Kembali manusianya,” tutupnya, dengan suara yang menggema di antara tiang-tiang beton dan semilir angin dari selokan sebelah.