harapanrakyat.com,- Keberadaan petilasan Eyang Sitaguna yang berada di bukit Dusun Pasirnagara, Desa Cibeureum, Kota Banjar, Jawa Barat, hingga kini masih menjadi misteri yang belum terungkap.
Konon, petilasan berusia ratusan tahun yang lokasinya berada di bawah pohon besar penuh bebatuan tersebut hingga kini masih terawat. Bahkan masyarakat sekitar menjaganya dengan baik.
Baca juga: Warga Kedung Caung Ciamis tidak Pernah Makan Ikan Bebeong, Ini Alasannya!
Tak hanya itu, banyak yang percaya keberadaan Eyang Sitaguna masih memiliki hubungan erat dengan Kiai Kholeludin atau Ki Banteng Loreng.
Misteri Petilasan Eyang Sitaguna
Kepala Desa Cibeureum Yayan Sukirlan menuturkan, warga masyarakat belum mengetahui persis riwayat dari Eyang Sitaguna yang makamnya penuh dengan bebatuan tersebut.
Namun, dari penelusuran yang ia lakukan sementara ini, Eyang Sitaguna merupakan sosok sepuh dan masih memiliki hubungan dengan Kiai Kholeludin.
Ki Banteng Loreng sendiri merupakan tokoh kharismatik yang hingga sekarang ini masyarakat yakini sebagai sosok penjaga dan pengayom masyarakat desa Cibeureum.
“Masih berhubungan dengan Ki Banteng Loreng. Cuman kalau Eyang Sitaguna itu saudara yang lebih tua,” kata Yayan Sukirlan, Minggu (4/6/23).
Lanjutnya berujar, masyarakat sendiri sampai saat ini masih menelusuri riwayat Eyang Sitaguna. Warga tidak berani bercerita panjang karena takut terjadi sesuatu karena salah menyampaikan.
Namun, yang jelas warga mempercayai sosok Eyang Sitaguna merupakan sesepuh yang kemudian menyerahkan mandatnya kepada Kiyai Kholeludin untuk menjadi pengayom masyarakat Desa Cibeureum.
“Saya juga nggak berani bercerita banyak takut nanti ada yang salah karena ini nggak enteng. Nanti saya akan tanyakan langsung sama kasepuhan baru saya sampaikan,” katanya.
Lanjutnya mengatakan, warga sampai saat ini masih merawat dan menjaga petilasan Eyang Sitaguna dengan cara memberishkan sekedar untuk mencari keberkahan.
Ia juga tidak menampik banyak para warga yang berkunjung ke makam tersebut dengan maksud mendoakan, mencari keberkahan, terutama mereka yang masih merasa menjadi keturunannya.
“Kalau bertapa iya. Tapi itu bukan bertapa siang malam di sana tetapi mendoakan, mengharap keberkahan. Ada juga yang untuk maksud keduniaan,” katanya. (Muhlisin/R6/HR-Online/Editor: Muhafid)