Subang – Mulai tahun ajaran 2025/2026, ada angin segar di dunia pendidikan! Bukan angin semilir dari kipas angin di kelas, tapi kabar dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, yang bikin kepala kita mengangguk sambil berkata, “Wah, keren juga nih!”
Dalam acara Tular Nalar Summit 2025 di Auditorium MMTC Yogyakarta, Kamis (26/6), Pak Mu’ti mengumumkan bahwa mata pelajaran Koding dan Artificial Intelligence (AI) bakal mulai diajarkan dari kelas 5 SD sampai SMA. Tapi jangan panik dulu, ini bukan mata pelajaran wajib kok, melainkan pilihan. Jadi, yang merasa jodoh sama teknologi bisa langsung angkat tangan dan daftar!
“Mulai semester ganjil tahun 2025/2026, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah akan mengajarkan koding dan kecerdasan artificial sebagai mata pelajaran pilihan yang diajarkan mulai kelas 5 Sekolah Dasar sampai tingkat SMP dan SLTA,” kata Mu’ti.
Teknologi Plus Akhlak? Yes, Please!
Tujuan dari pelajaran ini bukan hanya biar anak-anak bisa bikin aplikasi yang bisa ngingetin kita minum air putih setiap 10 menit. Tapi lebih dari itu, mereka diajak kenalan dengan teknologi sekaligus diajarin akhlak digital. Canggih, tapi tetap santun. Modern, tapi tetap sopan.
“Ini merupakan satu jawaban kami terhadap bagaimana anak-anak kita memiliki kemampuan digital dan juga memiliki kesadaran akan pentingnya teknologi digital, sekaligus memberikan kepada mereka nilai-nilai utama dan kesadaran untuk menggunakan teknologi itu dengan penuh keadaban,” jelasnya.
Bukan Sekadar Pintar, Tapi Juga Bijak Digital
Era digital memang seperti semangkuk mi instan: praktis, cepat, tapi kalau salah masak bisa bikin perut mules. Begitu juga teknologi—bisa menguntungkan, tapi juga bisa bikin keributan kalau disalahgunakan.
“Sebagian masyarakat menyalahgunakan teknologi itu justru untuk menyampaikan disinformasi, bahkan informasi-informasi yang menyesatkan. Dan informasi yang kadang-kadang memicu berbagai macam kegaduhan di masyarakat,” kata Mu’ti.
Digital Smart, Digital Sholeh
Pak Menteri juga menekankan pentingnya kesalehan digital—sebuah istilah yang terdengar seperti gabungan dari santri dan sains. Tapi serius, ini bukan lelucon. Masyarakat perlu punya kemampuan untuk membedakan mana info yang benar dan mana yang cuma hoaks berbungkus clickbait.
“Pertama, kompetensi yang diperlukan untuk menjadi pengguna teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari. Yang kedua, mereka memiliki literasi digital yang memungkinkan mereka untuk mampu melakukan telaah, memilah, dan memilih mana informasi yang bermakna dan mana informasi yang keliru,” terangnya.
Dan terakhir, kata beliau, masyarakat juga harus bisa menyampaikan konten yang baik dan bergizi, bukan yang bikin darah tinggi karena isinya cuma debat kusir dan sindiran pedas tak berfaedah.
“Program-program seperti ini tentu sangat sejalan dengan upaya kami di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang berusaha untuk bagaimana generasi bangsa, khususnya generasi muda yang masih belajar di bangku sekolah, dapat memiliki kemampuan digital, kesadaran digital, dan juga kesalehan digital,” pungkas Mu’ti.