Beranda Berita Nasional Kesejukan Kampung Moderasi Kota Banjar

Kesejukan Kampung Moderasi Kota Banjar

Keberagaman.jpg

harapanrakyat.com,- Umat Gereja Kristen Jawa Immanuel dan jamaah Masjid Baitul Karim pagi itu berbaur, mengikuti acara kampung moderasi di Desa Waringinsari, Kecamatan Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat. Hawa dingin menyusup saat mereka saling bertegur sapa dalam bahasa Jawa di wilayah perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah itu.

Tokoh agama dan pejabat setempat mulai berdatangan di halaman samping gereja dan masjid. Aktivitas warga kampung menghadiri peresmian Kampung Moderasi Beragama itu menunjukkan wajah toleransi antar-umat Kristen dan Islam yang berlangsung bertahun-tahun.

Kampung Banjar dikenal sebagai contoh kampung yang menekankan pentingnya kerukunan antar-umat beragama. Gereja berdiri bersisian dengan Masjid Jami Baitul Karim, hanya berjarak sepelemparan batu. Lokasi gereja dan masjid tepatnya berada di wilayah Dusun Purwodadi, RT 01, RW 10, Desa Waringinsari.

Saat tiba di lokasi acara, panitia tampak sibuk mempersilahkan tamu yang mulai berdatangan. Ketika sudah berada di lokasi, warga muslim dan kristiani pun duduk berdampingan. Tidak ada tempat khusus bagi tamu muslim maupun non-muslim. Semuanya berbaur penuh keakraban.

Bahkan, pendeta Gereja Kristen Jawa Immanuel, Edi Suyitno, menyambut dengan ramah kedatangan para tamu undangan, termasuk sejumlah awak media yang hendak meliput acara launching Kampung Moderasi Beragama di Waringinsari.

Launching digelar secara virtual oleh Kementerian Agama RI dan berlangsung serentak se-Indonesia pada Rabu, 26 Juli 2023. Setelah semua undangan hadir, sekitar pukul 09.00 WIB acara dimulai dengan pidato dari pejabat Kementerian Agama RI, sekaligus meresmikan Kampung Moderasi Beragama secara virtual.

Kemudian sambutan dari sejumlah pejabat daerah serta tokoh agama setempat dari Islam dan Kristen. Meski acaranya berlangsung secara virtual, namun hal itu tidak mengurangi khidmatnya acara.

Baca Juga: Desa Waringinsari Kota Banjar Jadi Contoh Kampung Moderasi Beragama

Membangun Kerukunan Umat Beragama di Kampung Moderasi Kota Banjar

Launching Kampung Moderasi Beragama yang berlangsung di Desa Waringinsari, Kecamatan Langensari, Kota Banjar, berlangsung di halaman samping gereja dan masjid yang letaknya berdampingan. Foto: Muhlisin/HR.

Kerukunan umat beragama di Kota Banjar memang sudah terjalin kuat dalam budaya masyarakat, baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan.

Ditemui seusai acara, pendeta Gereja Kristen Jawa Immanuel, Edi Suyitno, mengatakan, Desa Waringinsari, Kecamatan Langensari memiliki keunikan tersendiri sehingga terpilih menjadi role model Kampung Moderasi Beragama di Kota Banjar.

Edi Suyitno menceritakan Masjid Baitul Karim dibangun pada Tahun 1952. Selang empat tahun kemudian dibangun GKJ Immanuel, yaitu Tahun 1956.

Keharmonisan masyarakat Desa Waringinsari dalam memaknai perbedaan sudah terjalin selama puluhan tahun, yaitu sejak tahun 1940. Pembangunan gereja dan masjid yang berdampingan selama puluhan tahun itu ternyata tak lepas dari peran dua tokoh pemuka agama Islam dan Kristen pada masa dulu.

Saat berbincang dengan harapanrakyat.com, Edi Suyitno menuturkan kedua tokoh pemuka agama itu menginginkan masyarakat menjunjung tinggi toleransi dan selalu hidup rukun meski memiliki keyakinan berbeda.

“Dari cerita kedua tokoh itu sepertinya dulu ada kesepakatan, yang satu membangun gereja, dan yang satunya lagi membangun masjid. Tujuannya untuk bersama-sama menjunjung tinggi toleransi, hidup rukun sampai saat ini,” ungkap Edi Suyitno.

Setiap melakukan kegiatan, masyarakat Desa Waringinsari yang mayoritas muslim itu selalu berkomunikasi dengan warga minoritas (Kristen). Satu sama lain saling membantu, misalnya ketika warga muslim akan mengadakan acara keagamaan di Masjid Jami Baitul Karim. Mereka menggunakan halaman Gereja Kristen Jawa Immanuel, begitu pun sebaliknya.

Pendeta Gereja Kristen Jawa tersebut juga mengakui, selama ini Pemkot Banjar memberikan kebijakan untuk memudahkan izin pendirian rumah ibadah. Tak hanya bagi agama mayoritas, tapi juga minoritas.

“Semuanya sama diakomodir dengan baik, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tandas Edi.

Baca Juga: Kemenag RI Pastikan Program Kemandirian Pesantren Bebas Pungli

Guyub Rukun Warga Kampung Moderasi

Sementara itu, salah seorang jemaat di Gereja Kristen Jawa Immanuel, Sulasih (60), menceritakan kerukunan beragama yang selama ini terjalin di Desa Waringinsari.

Ia menuturkan sejak kecil hidup di Waringinsari yang masyarakatnya selalu guyub rukun dan punya semangat kebersamaan. Selama ini menurutnya tidak pernah terjadi permasalahan antar-warga.

BACA JUGA:  30 Petugas Pertanian Jabar Asah Keterampilan Smart Farming di Bapeltan Cianjur

Mereka saling membantu dan mengerjakan kegiatan bersama setiap ada momen perayaan hari besar nasional dan keagamaan. “Mau kerja bakti, mau urusan apa-apa serba bersama-sama dengan warga. Masyarakatnya itu nggak ada yang neko- neko. Dari kecil saya di sini, gereja sudah ada itu, tidak pernah ada masalah apapun,” katanya, Jumat (25/8/23).

Ia menyebutkan, kegiatan yang biasa dilakukan bersama seperti kerja bakti dan membuat tumpeng ketika ada perayaan hari Asyura. Kemudian, ketika ada momen perayaan hari kemerdekaan RI, warga bersama-sama merias lingkungan dengan cara urunan bersama dan mengikuti kegiatan upacara pengibaran bendera merah putih.

“Kegiatannya kerja bakti, seperti kemarin Suran satu RT bikin tumpeng kami ikut bikin tumpeng. Kalau Agustusan kita sama-sama menghias lingkungan sangat meriah. Toleransi di lingkungan sini nyaman, bahagia dan warganya bersatu,” ungkap Sulasih.

Jemaat lainnya, Yuniati (57), menambahkan, warga juga saling gotong-royong ketika ada pengecoran jalan dan membantu ketika ada kegiatan rutin umat muslim di masjid, seperti ikut giat bersih bersama.

Selain itu, saat perayaan Suran beberapa waktu lalu, warga bersama-sama membuat tumpeng dan melakukan arak-arakan ke desa. Bahkan dalam momen tersebut, tokoh pimpinan masing-masing agama saling bersamaan membawa spanduk.

“Kemarin Suran bikin nasi tumpeng diarak ke desa bawa spanduk. Yang pegang spanduk  kiai dan pimpinan gereja berjalan bersama. Sampai sekarang persahabatan persaudaraan terjalin erat,” tuturnya.

Baca Juga: Sensasi Wisata Petik Buah dari Pohon di Kota Banjar Kian Digemari

Pesan Tokoh Agama

Ditemui terpisah, tokoh agama Islam di Desa Waringinsari, KH. Muhlis, mengatakan, kerukunan umat beragama di lingkungannya sudah terjalin lama, bahkan sebelum pembangunan gereja dan masjid yang berdampingan.

Masing-masing umat saling mendukung ketika melakukan kegiatan keagamaan dan menjaga kesucian ibadahnya masing-masing. Menariknya lagi, kerukunan antar umat kristiani dan umat muslim di kampung moderasi ini tidak hanya terjalin di kalangan orang tua dan dewasa saja, tapi sampai ke tingkat anak-anak. Mereka bermain bersama penuh kegembiraan.

“Selama ini masyarakat merasa nyaman dan tenang, baik dalam kehidupan sehari-harinya maupun dalam menjalankan ibadah sesuai keyakinan agamanya masing-masing,” katanya.

Setiap kegiatan sosial, umat muslim mengundang jemaat kristiani, begitu pun sebaliknya. Misalnya saat merayakan hari besar keagamaan seperti Ramadhan dan Natal, mereka akan saling menjaga.

KH. Muhlis berpesan kepada masyarakat untuk selalu saling menjaga kerukunan dan menghargai perbedaan agar keharmonisan yang telah lama terjalin tetap langgeng sepanjang masa.

Menjaga Harmoni Keberagaman dengan Budaya

Wujud moderasi beragama melalui kegiatan Bobojong Festival di Kota Banjar dimeriahkan dengan pementasan kesenian barongsai. Foto: Muhlisin/HR.

Kerukunan umat beragama di wilayah perkotaan Banjar bisa terlihat salah satunya di Kelurahan Hegarsari, Kecamatan Pataruman.

Di daerah tersebut masyarakat yang mayoritasnya memeluk agama Islam hidup rukun dengan warga minoritas beragama Katolik dan Kristen. Mereka seringkali melakukan kegiatan bersama baik kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan lainnya yang berdampak positif terhadap masyarakat dan lingkungan.

Salah satunya kegiatan Bobojong Festival dalam rangka perayaan Hari Kemerdekaan RI. Lokasinya di Lingkungan Jadimulya atau terkenal dengan nama Bobojong, Kelurahan Hegarsari, Kecamatan Pataruman.

Baca Juga: Ngaji Budaya di Ponpes Al Azhar Citangkolo Kota Banjar, Ajarkan Santri Merawat Budaya Nusantara

Masyarakat muslim dan Katolik berbaur dan bekerjasama dalam satu acara yang sangat meriah itu. Antusias warga juga cukup tinggi. Acara tersebut menampilkan kesenian barongsai persembahan dari warga non-muslim (Katolik, Kristen dan Konghucu). Tujuan acara itu membangun semangat kebersamaan antar umat beragama.

Selain itu, kerukunan umat beragama juga terlihat pada saat umat Katolik dan Protestan merayakan Natal. Sudah menjadi kebiasaan pada momen tersebut umat muslim memberikan pengamanan terhadap para jemaat yang sedang beribadah di gereja.

Begitu juga ketika Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha, warga Katolik dan Protestan berbaur dengan umat muslim ikut merayakan Idul Fitri.

Mereka berkumpul menempati sebuah lahan kosong untuk makan ketupat bersama-sama. Saat Idul Adha, mereka membakar sate daging kurban, kemudian menyantapnya bersama-sama.

BACA JUGA:  Cara Nonton Live Streaming Timnas Indonesia vs Australia Kualifikasi Piala Dunia 2026

Lahan kosong yang letaknya berada diantara bangunan sebuah toko dan gereja itu sengaja disulap menjadi tempat untuk ngopi, sambil bersilaturahmi antara warga muslim dengan warga non-muslim.

Pendekatan Internal dan Eksternal

Pemimpin Gereja Katolik Santo Filipus Banjar, Romo Albertus Gatot Hendrasto, mengungkapkan langkah-langkah yang selama ini ia jalankan dalam menjaga kerukunan umat beragama di Kota Banjar. Kerukunan tersebut hingga sekarang berjalan harmonis dengan pendekatan internal dan eksternal.

Pendekatan internal, pihaknya mengajak jemaat umat Katolik untuk berani terbuka dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, tanpa adanya prasangka negatif. Kemudiaan melalui pendekatan eksternal, yaitu mencari peluang bekerja sama dengan masyarakat untuk melakukan kegiatan yang berdampak positif pada masyarakat.

Kemudian, refleksi terkait kerukunan umat beragama, pihaknya dengan tokoh budaya dan agama membuat kegiatan yang sifatnya berbasis momentum, seperti peringatan hari besar keagamaan.

Menurut Romo Albertus, kegiatan-kegiatan tersebut lebih mengena untuk menjalin persaudaraan. Membangun kerukunan umat beragama itu tidak harus berwujud dialog tentang agama, tetapi bisa melalui kegiatan sosial dan budaya.

“Pengalaman yang kami alami dan lakukan di Gereja Katolik, untuk kerukunan agama terjalin sangat baik. Beberapa kali kami juga bekerjasama dengan masyarakat sekitar,” tutur Romo Albertus kepada harapanrakyat.com, saat berbincang santai sambil ngopi di sebuah kedai kopi yang ada di kawasan Jalan Letjen. Suwarto, Kota Banjar, Jum’at (4/8/2023).

Kemudian, umat Katolik juga dilibatkan dalam acara Gebyar Muharraman 1445 H bertajuk “Ngaji Budaya” di Pondok Pesantren Al Azhar Citangkolo, Kota Banjar. Acara ini menampilkan seni kolaborasi dari lintas agama, yaitu kolaborasi antara gamelan kontemporer Ki Pamanah Rasa dengan kesenian angklung dari Gereja Katolik Santo Filipus.

Romo Albertus menegaskan, sejauh ini kegiatan keagamaan jemaat Katolik di Kota Banjar berjalan dengan baik. Para jemaat bisa beribadah dengan tenang, aman dan nyaman.

Mengenai perizinan fasilitas tempat peribadatan, pihaknya tidak mendapati kendala yang sifatnya menghambat proses peribadatan. Meskipun sempat terjadi ada kesalahpahaman, namun hal itu bisa didiskusikan dengan semua pihak.

“Kami sampai sekarang juga bisa beribadah dengan aman dan nyaman,” ungkap Romo Albertus.

Gebyar Muharraman 1445 H bertajuk “Ngaji Budaya” di Pondok Pesantren Al Azhar Citangkolo, Kota Banjar. Foto: Muhlisin/HR.

Saling Menghormati Perbedaan

Gebyar Muharraman 1445 H bertajuk “Ngaji Budaya” di Pondok Pesantren Al Azhar Citangkolo, Kota Banjar. Foto: Muhlisin/HR.

Landasan dasar terciptanya kerukunan umat beragama karena masing-masing umat beragama bisa bersosialisasi. Selain itu, juga meningkatnya kesadaran masyarakat bahwa urusan agama merupakan masalah personal yang harus dihormati.

Masyarakat dapat menjalankan ibadah berdasarkan agamanya masing-masing dengan aman dan nyaman. Tidak ada gangguan peribadatan dari satu agama ke agama lain. Hal itu dikatakan Ketua PC. Gerakan Pemuda Ansor Kota Banjar, Supriyanto, kepada harapanrakyat.com, Sabtu (5/8/2023).

Menurutnya, kerukunan antar umat beragama akan tercoreng ketika masing-masing pihak melakukan upaya-upaya penetrasi untuk mengagamakan orang beragama atau memaksakan keyakinannya sehingga terjadi potensi konflik antar umat beragama.

“Selama ini yang kami lihat dan rasakan bersama kegiatan yang sifatnya keagamaan semua berjalan baik. Pemerintah daerah juga selalu melibatkan semua elemen masyarakat, tidak membeda-bedakan dan saling mendukung,” kata Supriyanto.

Senada, Ketua Fatayat NU Kota Banjar, Avivati Zahriyah menyebutkan pemerintah, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga-lembaga pendidikan memiliki peran sangat penting dan strategis dalam menciptakan kerukunan umat beragama.

Contohnya lembaga Nahdlatul Ulama (NU), dan lembaga pendidikan pondok pesantren yang bertebaran di Kota Banjar. “Kami sering sharing dan berbagi pemahaman dengan para pelajar, mahasiswa, santri dan masyarakat tentang pentingnya menghargai, dan memberikan kebebasan kepada agama lain dalam menjalankan ritual keagamaan berdasarkan keyakinannya masing-masing,” katanya.

Ajaran agama yang toleran, egaliter, inklusif, menjaga prinsip-prinsip keadilan, moderat, dinamis, dan visi perbaikan kualitas dalam berbangsa dan bernegara, menjadi tema yang harus tertanamkan dalam benak setiap anak bangsa.

BACA JUGA:  Shin Tae-Yong memanggil sebanyak 26 pemain, ini daftarnya

“Jadi tidak sekedar jargon. Sehingga Kota Banjar khususnya ke depan, tidak lagi terjebak dengan persoalan-persoalan remeh temeh dan sektarian,” kata dia.

Masyarakat Terapkan Pola Kampung Moderasi Beragama

Terpisah, Ketua FKUB Kota Banjar, KH. Iskandar Effendi, mengatakan, kerukunan umat beragama di Kota Banjar berjalan baik. “Inilah harmoni yang kami inginkan agar masyarakat bisa menerapkan pola moderasi beragama, supaya saling menjalin kerjasama,” ungkap KH. Iskandar Effendi.

Kasi Bimas Islam Kementerian Agama Kota Banjar, Badar Ismail, juga menilai, kekompakan masyarakat dalam keberagaman beragama sangat terjaga.

“Ini menjadi contoh keberagaman umat beragama di Kota Banjar. Masyarakatnya hidup selalu rukun. Bahkan kemarin ada kegiatan Muharaman. Warga muslim dan non-muslim bersatu mensukseskan acara tersebut,” tuturnya.

Badar Ismail menyebutkan, untuk wilayah Desa Waringinsari, Kecamatan Langensari sebagai Kampung Moderasi Beragama di Kota Banjar, saat ini terdapat 4 gereja dan 12 masjid. Serta beberapa mushola.

Kebijakan Pemkot Banjar Terkait Perizinan Tempat Ibadah

Kebebasan beragama dan kewajiban membangun kerukunan antar umat di Indonesia sudah dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Wakil Wali Kota Banjar, Nana Suryana, mengatakan, negara ini berdiri atas dasar perbedaan agama, suku, dan bahasa. Kemerdekaan Indonesia juga diperjuangkan oleh semua anak bangsa dengan ragam suku dan bahasa, tapi mereka bersatu,” kata Nana Suryana, Sabtu (5/8/2023).

Menurutnya, di Kota Banjar tidak ada konflik yang signifikan terkait masalah keberagaman beragama. Meskipun sempat ada masalah pembangunan tempat peribadatan, namun hal itu dapat diselesaikan dan sekarang bisa hidup rukun.

Ihwal perizinan pendirian tempat/rumah peribadatan, pemerintah tidak pernah mempersulit. Semua agama yang diakui oleh pemerintah selama ini diakomodir sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Perizinan pendirian tempat peribadatan semua agama yang diakui negara, baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu maupun agama yang lain, semua kita akomodir. Tentunya berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku,” tandas Nana Suryana.

Senada dengan Wakil Wali Kota Banjar, Ketua DPRD Kota Banjar, Dadang Ramdan Kalyubi, juga mengatakan tidak pernah terjadi adanya gesekan antar kelompok.Warga meski berbeda keyakinan selalu terlibat bersama dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun kegiatan lainnya, sehingga kerukunan tetap terjaga.

“Saya kira tidak pernah ada konflik perbedaan agama, kebhinekaan di Banjar sangat terjalin. Kami juga sudah ada FKUB untuk permasalahan seperti itu,” katanya.

Sejauh ini, lanjut Dadang, dari pengawasan DPRD terkait kebijakan pemerintah untuk pembangunan tempat peribadatan, khususnya agama minoritas, juga tidak mendapati adanya kesulitan.

Pemerintah memberikan kebijakan yang seluas-luasnya untuk perizinan tempat tersebut. Kecuali ketika tanah yang akan digunakan untuk tempat peribadatan itu merupakan tanah yang bermasalah. Bila terjadi situasi seperti itu, maka diselesaikan sesuai aturan.

Data Umat Beragama di Kota Banjar

Jumlah penduduk berdasarkan agama dan keyakinan yang dianut warga Kota Banjar, sebagaimana terdata di BPS (Badan Pusat Statistik).

Kepala BPS Kota Banjar, Taufik, melalui Kasi Integrasi dan Pengolahan Desiminasi, Ahmad Taufik Habibi, kepada harapanrakyat.com, Jum’at (4/8/2023), memaparkan jumlah penduduk beragama berdasarkan data yang tercatat di BPS Kota Banjar.

Berikut ini data lengkapnya:

Jumlah tersebut berdasarkan data kependudukan hasil proyeksi tahun 2020-2023 interim pertengahan Juni 2022 sebanyak 206.457 jiwa.

Adapun jumlah tempat peribadatan di Banjar berdasarkan data yang tercatat di BPS Kota Banjar sebagai berikut:

Dari kolom data, untuk agama Konghucu masuk pada kolom agama lainnya. Tempat ibadahnya memang tidak ada dalam data, namun mereka memiliki tempat ibadah klenteng.

“Untuk agama Konghucu masuk keterangan lainnya. Tempat ibadahnya tidak masuk kolom, tapi sebenarnya terdapat tempat peribadatan klenteng,” jelas Ahmad Taufik.

Ia menambahkan, pihaknya mengambil sumber data tersebut setiap tahunnya dari Kementerian Agama Kota Banjar. (Tim HR/R3/HR-Online/Editor:Eva)

Liputan dan produksi ini menjadi bagian dari liputan kolaborasi #SemuaBisaBeribadah oleh 12 media lokal dan nasional bersama Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) yang terlaksana atas dukungan International Media Support (IMS).