KBRN, Subang: Tanaman bakau yang banyak mengelilingi kawasan pesisir Indonesia, merupakan “sabukhijau” pengaman bagi kawasan pantai, yang berfungsi untuk mengatasi abrasi, dan intrusiair laut ke wilayah daratan.
Bakau adalah salah satu tanaman yang menjadi salah satuspecies, yang menjadi komponen kawasan mangrove. Istilah kawasan, atau hutanmangrove, mencakup semua tetumbuhan disuatu kawasan yang bersentuhan langsung,dengan fluktuasi pasang surut air laut, yang membentuk suatu komunitas ekosistempesisir.
Hutan mangrove, merupakan ekosistem penting bagi kelestarian sumber daya,seperti ikan, udang, kepiting dan species lainnya, yang merupakan rantai makanan dalamsebuah ekosistem rawa laut. Fungsi ekologis, atau biologi ekosistem mangrove adalah,sebagai tempat pemijahan, tempat mencari ikan dan tempat berkembang biaknya hewanlaut, yang penting bagi nelayan. Kini kawasan mangrove, banyak mengalami degradasi,karena aktifitas manusia, pencemaran dan factor-faktor lain.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, tingkat kerusakan hutan mangrovesaat ini, sebanyak 5,9 juta hektar, atau sekitar 68,8 persen, dimana yang terjadi dikawasan hutan, mencapai 1,7 juta hektar, atau sekitar 44,73 persen (Yoga CandraDitya, Balai Besar Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan, 2018).
Kerusakan ini, tentu sangat memprihatinkan, mengingat lingkungan hidup adalah bagianyang tidak terpisahkan dengan manusia. Kerusakan lingkungan, akan berpengaruhlangsung pada kualitas hidup manusia. Upaya rehabilitasi kawasan mangrove melaluipenanaman bakau, menjadi penting untuk dilakukan. Karena, juga akan mendukung upayamengatasi pemanasan global. Semangat kultural dapat menjadi cara yang bisadigunakan, untuk melakukan rehabilitasi kawasan mangrove, yang selama initidak tertangani dengan baik.
Blanakan, dan mangroveBlanakan adalah, salah satu kawasan pesisir di Kabupaten Subang, yang perlu mendapatperhatian dalam hal penghijauan, melalui upaya penanaman bakau, untuk menciptakankawasan hutan mangrove, yang penting bagi kehidupan.
Disepanjang pantai Subang,terdapat 14 desa yang memerlukan perhatian khusus, terkait dengan upayamangrovevisasi.
Upaya mangrovevisasi, melalui penanaman tanaman bakau, telahdilakukan di pesisir Desa Blanakan kabupaten Subang. Aksi ini digagas dan diprakarsaioleh Raja Lembaga Adat Karatwan (LAK) Galuh Pakuan Mandalajati, Bapak Evi SilviadiSB sebagai bentuk tanggungjawab social, dan komitmen cinta tanah air, dan dirangkaikandengan Hari Mangrove se-Dunia, yang jatuh pada tanggal 26 Juli.
Sebagai pemimpin, danpelestari adat, LAK telah mewujudkan dharma kepada lingkungan, dan masyarakat,sebagai bentuk kesetiaan pada negara.
Langkah mangrovevisasi ini, hanyalah langkahawal untuk melanjutkan langkah-langkah berikutnya, untuk menciptakan “sabuk hijau”disepanjang pantai Subang.
Komitmen LAK, senafas dengan kemauan kuat wargamasyarakat setempat, untuk secara bersama menjaga ketahanan lingkungan. Semangatgotong-royong, yang ditampilkan oleh masyarakat desa, menjadi indicator penting kuatnyasolidaritas social, yang dibangun dari bawah. Terbukti, masyarakat berbondong-bondongdatang penuh antusias, dengan kesadaran tinggi menuju ke Blanakan, untuk menanampohon bakau. Dipimpin oleh Kepada Desa Cilamaya Girang Ibu Hj. Siti Maslihah, turutserta mendorong warganya untuk melestarikan lingkungan pesisir, yang berguna bagikehidupan masyarakat setempat.
Dibawah kepemimpinan beliau, wajah desanya banyakberubah. Hal ini menunjukkan bahwa leadership perempuan, tidak kalah dengan laki-laki,bahkan bisa lebih berhasil. Kepemimpinan perempuan sebagai bagian dari kesetaraangender, dapat menjadi contoh bagi desa-desa lain dikawasan tersebut.
Raja Galuh dan makrifat Bela Negara,Ide dan gagasan Bapak Evi Silviadi SB, untuk menjadi avant garde dalam melakukanpenanaman pohon bakau, adalah bentuk kesadaran tingkat tinggi, seorang yang memilikikapasitas dan otoritas kultural. Sangat disadari, bahwa hutan mangrove, berfungsi sebagaipenyerap dan penyimpan karbon, dan dapat berperan penting pula dalam upayamitigasi pemanasan global, yang menjadi potensi ancaman bagi umat manusia.
Modalsocial yang berhasil dikapitalisasi menjadi kesadaran, merupakan aspek moral yang bisamenggerakkan kearah perubahan social. Sosiologi kultural menstimulasi kesadaranwarga, untuk bergotong-royong sebagai nilai social tinggi, yang dimiliki oleh masyarakatnusantara. Sifat dan watak altruisme, bagi seorang pemimpin, harus melekat pada dirinya,sebagai nilai dasar yang mendasari segala tindakan dan kiprahnya, dalam berinteraksidengan masyarakat.
Raja LAK sudah memberikan kiprah spiritualitas, bagaimana kitamencintai tanah air, rela berkorban untuk bangsa dan negara, serta kesadaran berbangsadan bernegara, yang merupakan bagian dari pilar-pilar Nilai Dasar Bela Negara. Sikap-sikap demikian harus terus dapat disosialisasikan, dan diinternalisasikan kepada wargamasyarakat, agar menjadi habit bagi seluruh lapisan masyarakat. Sebagai pemimpin,Raja LAK sudah melakukan tindakan berfikir global, dan bertindak local. Dalam arti, bahwapemikirannya menjangkau secara global/mendunia, sedangkan bertindak local bermakna,berperilaku dan bertindak sesuai dengan nilai lokalitas daerahnya. Kita berharap muncultokoh/pemimpin yang memiliki komitmen kuat, untuk membangun negara melalui aksi-aksi local, namun memiliki dampak signifikan bagi kemaslahatan hidup umat manusia.
Oleh: Kolonel (Sus) Andi Muh DarlisJabatan: Widyaiswara Madya Pusdiklat Bela Negara Kemhan