Beranda Berita Nasional Kasus KDRT Mendapat Pengampunan Hukum di Banten

Kasus KDRT Mendapat Pengampunan Hukum di Banten

fc9b457ed00a6569618bf5fa0a7e23e6.jpg

KBRN, Tangerang: Sebanyak 10 perkara yang didominasi kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) mendapatkan pengampunan hukum atau Resrorative Justice (RJ) di wilayah hukum Provinsi Banten.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, informasi itu diterimanya langsung dari Asisten Bidang Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati Banten. 

“Sudah ada 10 perkara dan mayoritas adalah penganiayaan dan KDRT (di-resrorative justice, Red),” ungkapnya kepada wartawan, Rabu (16/3/2022).

BACA JUGA:  Guru Tak Perlu Lagi 24 Jam Tatap Muka, Pak Menteri: “Cukup 16 JP Saja, Sisanya untuk Hidup!”

Untuk mencapai target dari program Kejaksaan Agung terkait RJ ini, sambung Leonard, pihaknya mengintruksikan kepada suruh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) di wilayah Banten membuat ‘Rumah RJ’.

“Kepada para Kajari segera melaksanakan, membentuk ‘Rumah RJ’ di setiap kelurahan,” ujarnya.

“Alasannya setiap kelurahan itu memiliki tokoh masyarakat yang berbeda-beda. Jadi biarlah tokoh masyarakat itu melakukan RJ dan Korp Adhiyaksa hanya mendampingi. Mediasi finalnya ada di tempat kekurahan itu,” sambungnya.

BACA JUGA:  Diskon Tambah Daya Listrik 50% dari PLN, Cuma Lewat PLN Mobile!

Pada kesempatan sama, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Tangerang Selatan Aliansyah menjelaskan, ‘Rumah RJ’ di wilayah hukumnya telah terbentuk dan berada di Kecamatan Serpong.

“Tujuan dibentuknya ‘Rumah RJ’ ini karena banyak perkara yang kerugiannya kecil, namun masuk ranah pengadilan yang melalui sistem peradilan pidana dan membuat LP (lembaga pemasyarakatan, Red) penuh,” terangnya.

Jadi lanjutnya, sebenarnya permasalahan-permasalahan kecil ini dapat diselesaikan secara musyawarah dan tidak perlu masuk ranah pengadilan. 

BACA JUGA:  Gubernur Dedi: Jadi Pejabat Itu Bukan Buat Tidur Nyenyak, Tapi Buat Keringetan!

“Rumah RJ ini adalah tempat dilakukannya musyawarah perdamaian antara pihal pelaku dan korban melibatkan tokoh masyarakat, toloh agama dan aparat penegak hukum,” tutur Aliansyah.

Mekanismenya, kata Aliansyah, dengan syarat kasus tersebut hanya memiliki ancaman hukuman di bawah lima tahun dan kerugian materiilnya tidak mencapai Rp2.5 juta.