Beranda Berita Subang Hutan Sakral Subang Terancam: Warga Kehilangan Air, Hutan Disulap Jadi Kebun Kopi

Hutan Sakral Subang Terancam: Warga Kehilangan Air, Hutan Disulap Jadi Kebun Kopi

Hutan tutupan Subang Kuningan

Suarasubang.com – Ada keresahan besar di Kecamatan Subang, Kabupaten Kuningan. Hutan tutupan seluas 290 hektar yang dulu dijaga dengan penuh hormat kini berubah wajah. Dari kawasan sakral penyangga kehidupan, hutan itu kini disulap jadi kebun kopi, dikelola pihak luar, sementara warga lokal hanya bisa menatap tanpa kuasa.

Tokoh masyarakat setempat, Iyan Mukdiana, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. “Dulu warga menjaga hutan itu dengan penuh hormat. Sekarang, hutan sakral kami berubah jadi kebun kopi milik orang luar. Ketika air menghilang, siapa yang peduli?” ujarnya, Minggu (7/8/2025), di Padepokan Cipta Wening, Subang.

Ironisnya, perubahan fungsi hutan ini berdampak langsung pada kehidupan warga. Saat kemarau tiba, sekitar 70 persen masyarakat kesulitan air bersih. Padahal, hutan itu selama ini menjadi sumber utama air dan dijaga secara adat sebagai warisan leluhur.

BACA JUGA:  Bina Karya & Putra Banjaran Sabet Juara Piala Soeratin Elita Budiarti Cup Subang 2025!

Tak berhenti di situ, indikasi pembangunan permanen di kawasan hutan—bahkan hingga dua lantai—menambah kekhawatiran. Kang Iyan juga menyoroti dugaan praktik jual beli Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang dianggap merusak fungsi lindung hutan.

Organisasi lingkungan Gema Jabar Hejo pun angkat bicara. Nanang, Sekretaris Gema Jabar Hejo Kuningan, menyebut kasus ini sebagai cermin lemahnya tata kelola hutan. “Kalau hutan lindung bisa disulap jadi kebun kopi dan dibangun gudang permanen, ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini gejala dari kerusakan sistemik. Pemerintah daerah dan Perhutani harus bertanggung jawab,” tegasnya.

BACA JUGA:  Pemkab Subang Usulkan Belanja Modal Rp448 Miliar untuk Infrastruktur 2026

Mereka mendesak moratorium seluruh aktivitas non-konservasi di kawasan hutan lindung, audit independen terhadap semua PKS, serta evaluasi bangunan permanen yang sudah berdiri.

Meski gelisah, Kang Iyan tetap optimis. Ia mendorong perhutanan sosial berbasis komunitas lokal. Menurutnya, masyarakat bisa menanam bambu, aren, dan herbal sebagai solusi ramah lingkungan. Selain menjaga air, ini juga membuka peluang usaha berbasis hasil hutan nonkayu.

Ia menambahkan, pemerintah perlu hadir mendampingi masyarakat melalui pelatihan ekonomi hijau, ekowisata, dan agroforestri berkelanjutan. “Hutan ini bisa menghasilkan, tapi jangan sampai hanya untuk segelintir orang dari luar. Kami ingin hutan ini tetap lestari, air tetap mengalir, dan warga lokal bisa hidup mandiri,” ujarnya penuh harap.

BACA JUGA:  Subang Masih Madya: Kota Layak Anak yang Masih “Belajar Jalan”

Kini, warga Subang dan para pegiat lingkungan menunggu langkah konkret dari pemerintah Kabupaten Kuningan, Perhutani, dan pihak terkait. Mereka menuntut keadilan ekologis dan penghormatan atas kearifan lokal yang selama ini menjadi penjaga hutan.

“Hutan ini bukan sekadar hamparan pohon. Ia adalah ibu bagi kehidupan kami,” pungkas Kang Iyan, dengan suara yang mengandung doa dan peringatan.