suarasubang.com – Dalam beberapa hari terakhir, harga beras di Kabupaten Subang, yang notabene sebagai Lumbung Padi Nasional, mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Warga setempat mulai merasakan dampaknya, dengan harga satu liter beras mencapai Rp15 ribu. Apa yang menjadi penyebab kenaikan ini?
Irna (35), penjual nasi kepal dan pengusaha katering mengeluhkan bahwa harga beras kini berkisar antara Rp14 ribu hingga Rp15 ribu per liter.
Meskipun demikian, para pedagang seperti Irna tetap terpaksa membeli untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, menciptakan sebuah dilema ekonomi.
Hal yang sama juga dialami oleh Gini (40), pedagang baju di depan SMP Muhammadiyah, Subang.
Ia mengaku membeli beras dengan harga Rp15 ribu per liter di pasar tradisional. Selain itu, menurutnya kualitas berasnya pun kurang memuaskan.
Ironis, mengingat kondisi ini kontradiktif dengan predikat Kabupaten Subang sebagai Lumbung Padi Ketiga Nasional.
Pengamat ekonomi, Gugyh Susandi, menyoroti fenomena ini berdasarkan data neraca pangan strategis.
Meskipun Kabupaten Subang masih memiliki cadangan pangan sebesar 1,3 juta ton, kenyataannya harga beras mengalami kenaikan.
Gugyh menjelaskan bahwa terdapat faktor-faktor seperti distribusi dan penawaran, serta keakuratan metodologi yang perlu diperhatikan.
“Keakuratan dan ketepatan metodologi yang digunakan tetap menjadi point penting,” ungkapnya, menyoroti peran supply (penawaran) dan demand (kebutuhan konsumen) dalam dinamika harga beras.
Meskipun Subang memiliki cadangan beras yang cukup, distribusi dan kebutuhan konsumen menjadi aspek kritis dalam menjaga stabilitas harga.
Lepas dari kondisi saat ini, Hari Pitrajaya pemimpin redaksi Suara Subang sempat menyoroti masalah klasik urusan beras ini. Simak opininya: Musim Tanam Jadi Trauma Petani Subang: Perbaiki Distribusi Pupuk Subsidi.