Beranda Berita Subang H. Daeng M. Tharir Sampaikan Pemahaman atas Proses dan Putusan Pengadilan Terkait...

H. Daeng M. Tharir Sampaikan Pemahaman atas Proses dan Putusan Pengadilan Terkait Dekopin Pusat

h-daeng-thahir.jpg

KOTASUBANG.com, Subang – Dewan Koperasi Indonesia (Dekopinda) Kabupaten Subang masih terjadi dualisme. Hal tersebut dampak dari dualisme Kepemimpinan di Dekopin Pusat antara Kubu Sri Untari Bisowarno dan H.Nurdin Halid.

Ketua Dekopinda Subang, H.Daeng Moch Ma’mur Thahir kubu Nurdin Halid pun angkat bicara seperti dikutip dari Lampusatu.com.

Ia menjelaskan cukup detail terkait polemik Dekopin Pusat yang terjadi. Ia tuangkan melalui paparan berjudul pemahaman lurus terhadap proses dan putusan pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) .

Menurutnya, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa bedanya pengadilan umum dan pengadilan Tata Usaha Negara.

Dimana jika pengadilan umum berupa perbuatan dan benda maka PTUN hanya sebuah surat . Kemudian muncul pertanyaan bagaimana proses peradilan sampai keluar putusan ?.

Dijelaskan Daeng, proses dalam peradilan dimulai dari pembacaan gugatan, jawaban, reflik, duplik, pembuktian dari penggugat dan tergugat, kesimpulan, dan putusan.

“Pertama dikabulkan bila dalil gugatannya dapat dibuktikan oleh penggugat sesuai alat bukti, kedua ditolak bila penggugat dianggap tidak berhasil membuktikan dalil gugatannya, ketiga tidak dapat diterima gugatan yang mempunyai cacat formil, gugatan melanggar yuridiksi (kompetensi) absolute atau relative, gugatan tidak memiliki dasar hukum dll,”jelas Daeng, Jumat siang (11/3/2022).

Selanjutnya, Daeng pun melontarkan kembali pertanyaan bagaimana memahami obyek perkara, penggugat, dan tergugat dalam proses Pengadilan Negeri Makassar No.384/Pdt.G/2020/PN.MKS Tanggal 27 ?

BACA JUGA:  Bisnis Ilegal Gas LPG Subsidi di Subang Dibongkar, Empat Pelaku Ditangkap

Ia menjelaskan, kita bicara penggugat pertama Rais Sahan (Dekopinda Malut) dan Kedua Ketut Sukena (Dekopinda Mojokerto).

Pihak tergugat, pertama H.A.M Nurdin Halid (Tergugat 1) dan kedua Dekopin Jln.Pasar Minggu No.97 Jaksel (Tergugat II). Kemudian obyek perkaranya, pertama Keputusan Munas Dekopin 13 November 2019 tentang penetapan Ketum Dekopin Nurdin Halid masa bakti 2019 – 2024. Kedua, perubahan Anggaran Dasar (AD) Dekopin.

“Putusannya, pertama menolak gugatan , kedua Munas Sah secara hukum, ketiga perubahan AD sah secara hukum, dan keempat penetapan H.A.M Nurdin Halid sebagai Ketua Umum Dekopin 2019 – 2024 sah secara hukum,”terangnya.

“Makna putusan. Karena tidak ada upaya hukum banding dari penggugat maka putusan sudah berkekuatan hukum tetap terhadap obyek perkara,”timpalnya.

Tak hanya itu, Daeng menambahkan, kemudian selanjutnya bagaimana memahami obyek perkara, penggugat, dan tergugat serta apa putusan dalam proses Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No.160/G/2020/PTUN.JKT Tanggal 12 Januari 2021 ?.

Ia menjawab bahwa dalam ini, penguggat yakni H.A.M Nurdin Halid, pihak tergugat yang pertama Dirjen Peraturan Perundangan Kemkumham RI (Tergugat), kedua Sri Untari Bisowarno (Tergugat II Intervensi).

Obyek perkaranya surat perihal Hukum Dirjen Peraturan perundangan Nomor PPE.PP.06.03.1017 tanggal 2 Juli 2020.

BACA JUGA:  TALKSHOW BERSAMA TEMPO, AJANG DR. IMRAN PUBLIKASI POTENSI SUBANG

“Putusan eksepsi tergugat II intervensi tidak diterima. Gugatan penggugat dikabulkan sebagian. Makna putusan. surat pendapat hukum menjadi tidak sah/batal,”paparnya.

Selanjutnya, dijelaskan Daeng, bagaimana memahami obyek perkara, penggugat dan tergugat serta putusan dalam proses PTUN Jakarta No.61/B/2021/PTUN.JKT Tanggal 27 April 2021.

Dalam hal tersebut kata Daeng, yang menjadi pembanding pertama Dirjen Peraturan perundangan Kemkumham RI dan kedua Sri Untari Bisowarno. Terbanding, Nurdin Halid, dan obyek perkara putusan PTUN Nomor 160/G/2020/PTUN.JKT.

“Adapun putusannya membatalkan putusan PTUN Nomor 160/G/2020/PTUN.JKT yang sebelumnya memenangkan Nurdin Halid. Makna putusan. Cacat formil, sehingga tidak ada objek gugatan atau pokok perkara yang ditindaklanjuti dan diperiksa hakim,”jelasnya.

Kemudian lanjut Daeng, bagaimana kita memahami obyek perkara, penggugat, dan tergugat serta apa putusan dalam proses Kasasi MA No.487 K/TUN/2021 ?.

Yakni dalam hal tersebut, pemohon Nurdin Halid, pihak termohon Dirjen Peraturan perundangan Kemkumham RI dan kedua Sri Untari Bisowarno. Obyek perkara, putusan PTUN Nomor 160/G/2020/PTUN.JKT dan 61/B/2021/PT.TUN.JKT.

“Putusannya, menolak permohonan kasasi karena pertimbangan hakim menerangkan bahwa Nurdin Halid tidak memiliki legal standing sebagai pemohon. Makna putusan. Cacat formil, sehingga tidak ada objek gugatan atau pokok perkara yang ditindaklanjuti dan diperiksa hakim,”terangnya.

BACA JUGA:  Truk Besar Terguling di Subang: Kecelakaan di Pasirkareumbi Libatkan 2 Truk Pengangkut Batu

Terakhir kata dia, putusan Kasasi MA No.486 K/TUN/2021 tersebut bagaimana kaitan dengan putusan PN Makassar ?.

Dari aspek, materi objek sengketa, PN Makassar menghasilkan pertama Keputusan Munas Dekopin 13 November 2019 tentang penetapan hukum Dekopin Nurdin Halid masa bakti 2019 – 2024. Kedua , perubahan AD Dekopin. Sementara kasasi TUN di MA berisikan surat perihal pendapat hukum Dirjen Peraturan perundangan Nomor : PPE.PP.06.03.1017 tanggal 2 Juli 2019 yang ditujukan untuk Sri Untari Bisowarno.

Adapun putusannya, kata Daeng, di PN Makassar , pertama menolak gugatan , kedua, munas sah secara hukum, ketiga perubahan AD sah secara hukum, keempat penetapan Nurdin Halid sebagai Ketum Dekopin 2019-2024 sah secara hukum.

Sementara dalam putusan di kasasi MA, yang pertama menolak permohonan kasasi dari permohonan kasasi. Kedua, menghukum pemohon kasasi membayar biaya perkara.

Sehingga kesimpulannya, di PN Makassar adanya penetapan Nurdin Halid sebagai Ketum Dekopin, Munas, dan perubahan AD Sah secara hukum. Dan di kasasi MA. Gugatan penggugat (Nurdin Halid) mengandung cacat formil gugatan tidak ditindaklanjuti oleh hakim untuk diperiksa dan diadili sehingga tidak ada objek gugatan untuk dieksekusi.

“Artinya kedudukan surat perihal pendapat hukum Dirjen Peraturan perundangan Kemkumham tidak bisa menggantikan putusan pengadilan Negeri Makassar,”pungkasnya.