Beranda Berita Nasional Gugatan Yusril Ihza Mahendra Jadi Sorotan

Gugatan Yusril Ihza Mahendra Jadi Sorotan

5350767e65909d3f90d1faad85da759e.jpeg

KBRN, Jakarta: Yusril Ihza Mahendra mengajukan judicial review AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung.

Garda Demokrasi 98 menyebut bahwa sikap tersebut sebagai salah satu langkah atau bagian dari agenda reformasi.

“Saat ini Demokrasi berada dalam ancaman yang sangat serius dengan adanya praktek feodalisme ini,” kata juru bicara Gardem 98, Arief Mirdjaja, dalam keterangan, Minggu (26/9/2021).

Aktivis 98 itu mengatakan langkah Yusril,  merupakan terobosan hukum yang luar biasa, sebagai bagian dari upaya reformasi secara konstitusional. 

“Jelas ini adalah bagian dari agenda besar reformasi yang diperjuangkan oleh gerakan 98, untuk mengawal transisi demokrasi di Indonesia berjalan dengan benar,” ucapnya.

BACA JUGA:  XL Axiata Berhasil Raih Penghargaan Tertinggi di Stellar Workplace Award 2024

Menurutnya, partai politik adalah salah satu sine qua non dari demokrasi, yaitu pilar yang mutlak harus ada dalam demokrasi, oleh karenanya partai politik harus menjadi ranah publik bukan ranah private.

“Itu adalah bagian dari civil society sehingga tidak bisa diklaim secara pribadi atau dimiliki secara private, culture feodalistik dan patronisme tidak didapat diterima dalam demokrasi modern. Partai politik bukanlah entitas private corporate ataupun monarki badan, apalagi menyamakan diri seperti sunda empire,” ujar pria yang akrab disapa Gepeng ini. 

Terobosan hukum yang dilakukan dalam judicial review AD/ART dianggap sebuah legacy, dan yurisprudensi yang menjadi garda bagi demokrasi modern Indonesia. 

BACA JUGA:  Kementerian Komunikasi Blokir Lebih dari 277.000 Konten Judi Online dalam Tiga Minggu

“Warisan yang kita berikan kepada generasi penerus bukanlah hak kepemilikan partai tapi grand design demokrasi modern yang memastikan hak hak sipil mendapatkan pengakuan yang sama dalam politik, bukan darah biru politik,” urainya.

Menurutnya, saat ini merupakan momentum yang tepat untuk menyelamatkan demokrasi, sebelum terlambat.

“Jika dibiarkan, maka demokrasi di Indonesia akan semakin tidak demokratis, jauh dari cita-cita reformasi,” kata Gepeng.

Dua elite PD pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono, yakni Andi Arief dan Rachland Nashidik pun berkomentar.

Andi Arief menyoroti perubahan sikap dalam isu ini.

Dia menyebut perubahan sikap Yusril itu terjadi setelah pertemuan dengan Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) sebagai pihak yang pernah berupaya ‘mengkudeta’ kepemimpinan AHY di PD.

BACA JUGA:  Indonesia Tantang Bahrain di Laga Penentu Kualifikasi Piala Dunia 2026

“Poin saya adalah, perubahan sikap menafsirkan ad/art Demokrat 2020. Pilkada 2020 anggap sah, tapi setelah bertemu KSP Moeldoko 2021 kenapa berubah malah menggugat,” cuit Andi Arief melalui akun Twitter-nya dilihat Minggu (26/9/2021).

Elite PD, Rachland Nashidik, mengkritik netralitas Yusril.

Yusril justru, kata dia, dinilai memihak dan mendapat keuntungan dari praktik politik Moeldoko.

Empat mantan kader PD yang mengajukan permohonan judicial review ke MA itu diidentifikasinya sebagai kubu Moeldoko. (DNS)