Subang — Ada yang berbeda di SMAN 1 Subang hari itu. Bukan karena kantinnya kasih diskon atau muridnya mendadak rajin, tapi karena guru-guru biologi se-Kabupaten Subang sedang upgrade ilmu! Institut Teknologi Bandung (ITB), melalui Kelompok Keahlian Ekologi dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), datang membawa kabar baik—dan ilmu segar.
Kegiatan bertajuk “Peningkatan Pemahaman Ekologi dan Keanekaragaman Hayati bagi Para Guru Mata Pelajaran Biologi di Subang” ini bukan sekadar seminar ngantuk yang penuh slide. Ini adalah kolaborasi antara akademisi keren dan guru-guru tangguh, yang diadakan sebagai bentuk pengabdian masyarakat oleh ITB.
“Guru itu ujung tombak generasi emas. Maka, biar tombaknya tajam, ya diasah dong,” tutur Dr. Ardhiani Kurnia Hidayanti, dosen ITB sekaligus Ketua Panitia acara, dengan semangat seperti habis minum teh tarik dua gelas. Ia menekankan pentingnya pemahaman guru terhadap keanekaragaman hayati dan metode ekologi—baik yang simpel buat praktik di sekolah, maupun yang modern seperti pemodelan berbasis AI.
Sementara itu, Prof. Dr. Tati Suryati Syamsudin, Ketua KK Ekologi SITH ITB, mengingatkan bahwa belajar biologi itu tak bisa cuma modal buku. “Referensi biologi kita kebanyakan dari negeri empat musim. Padahal, Indonesia ini surganya biodiversitas! Masak iya nggak kita eksplorasi?” katanya dalam sambutannya yang bikin para guru makin sumringah.
Para guru pun diberi sajian materi yang wah! dari para ilmuwan. Mulai dari pencuplikan dan preservasi hewan, pengenalan karakter tumbuhan dan kunci determinasi, hingga pemodelan distribusi spesies berbasis AI. Ya, betul. Kegiatan yang awalnya terdengar seperti piknik ilmiah ini berubah jadi petualangan digital.
Program MaxEnt (Maximum Entropy), misalnya, bikin para guru duduk manis di depan laptop sambil ngutak-ngatik peta distribusi spesies. Anisa Kirana Dini Ary, guru dari SMAIT As Syifa Jalancagak, berhasil menjalankannya dengan lancar. “Yang penting laptop kita sudah terinstal JAVA,” ujarnya. Tapi jangan bayangkan ngopi ya—ini JAVA yang coding, bukan kopi!
Bukan cuma di kelas, para guru juga diajak praktik langsung di lapangan. Salah satunya, mencuplik fauna tanah pakai metode pitfall trap. Alatnya? Gelas plastik, sumpit, dan papan bekas. Kombinasi yang mungkin lebih sering dipakai anak kos buat makan mi instan, kini jadi senjata ilmiah tangkap serangga.
Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 30 guru dari berbagai SMA di Kabupaten Subang. Ikut hadir pula Ibu Saribanon, Kepala SMAN 1 Subang yang juga Wakil Ketua MKKS Subang, serta Pak Dadang Rosada, Ketua MGMP Biologi Subang. Semuanya kompak mendukung—karena saat guru semangat belajar, murid juga pasti ikut terinspirasi!
Dengan perpaduan antara ilmu modern, alat sederhana, dan semangat luar biasa, kegiatan ini bukan hanya menambah pengetahuan, tapi juga menyulut kembali semangat mengajar para guru biologi. Dari AI hingga alat-alat seadanya, semua bisa jadi jembatan menuju masa depan pendidikan ekologi yang lebih segar dan membumi.