suarasubang.com – Pandemi COVID-19 telah berdampak pada seluruh sektor industri. Kementerian Tenaga Kerja mencatat bahwa 96% perusahaan terkena dampak negatif pandemi khususnya dari aspek finansial. Hal ini berimbas terhadap kinerja pekerja yang merupakan aset dan investasi terbaik perusahaan. Berbagai pengeluaran tidak terduga di masa pandemi mengakibatkan kinerja karyawan terganggu karena kondisi kesehatan finansial mereka yang buruk dan berakibat secara langsung pada produktivitas karyawan yang menurun.
Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Komunikasi dan Informatika, Firlie H. Ganinduto, memaparkan bahwa sektor industri konstruksi, manufaktur, dan maskapai penerbangan merupakan beberapa sektor yang terdampak cukup parah selama pandemi. Akibatnya, jutaan pekerja dari industri tersebut maupun industri lainnya turut mengalami dampak dari kesulitan keuangan yang dialami perusahaan. Berbagai perusahaan tidak dapat berbuat banyak ketika karyawannya mengalami situasi keuangan yang sulit seperti halnya untuk pengeluaran mendesak terkait perawatan dan pengobatan Covid-19 untuk pribadi atau anggota keluarganya.
Banyak masyarakat khususnya pekerja yang tidak mempunyai dana darurat mengambil jalan pintas, dengan meminjam dari pinjaman online (pinjol) ilegal untuk pengeluaran tak terduga. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sejak 2018 hingga Juli 2021 sudah ada 3.365 pinjol ilegal yang telah dihentikan operasionalnya oleh Satgas Waspada Investasi. Sebanyak 7.128 pengaduan masuk dari masyarakat terkait pinjol ilegal.
Akibatnya, banyak pekerja atau buruh yang terjerat utang pinjol ilegal yang seringkali diakibatkan kebutuhan dana darurat yang mendesak, khususnya di tengah pandemi saat ini.
“Perusahaan harus memperhatikan kondisi keuangan karyawannya untuk menjaga produktivitas. Untuk itu, inovasi layanan Earned Wage Access (EWA) dari Wagely telah menjadi urgensi untuk dapat diterapkan di Indonesia sebagai bentuk itikad baik perusahaan dalam membantu likuiditas keuangan karyawan, menjaga produktivitas, sekaligus menghindarkan karyawan dari predatory lending,” kata Firlie dalam webinar bertajuk “The Urgency of Financial Wellbeing and Resilience for Indonesian Workers” yang diselenggarakan baru-baru ini.
Firlie menambahkan, “Ini adalah waktu yang tepat untuk industri berkolaborasi, untuk menyelamatkan ekonomi. Kalau berbicara penyelamatan ekonomi dan kolaborasi, aset yang utama yang harus diselamatkan yaitu karyawan. Seperti apa kolaborasinya? Yaitu tadi EWA, itu adalah kolaborasi antara perusahaan, karyawan dan third party funder. Ini adalah win-win solution.”
“Kalau kita melihat urgensi, tidak ada yang lebih urgent dari sekarang. Ini merupakan inovasi yang baru dari ekonomi digital yang perlu disosialisasikan ke perusahaan-perusahaan, karena tidak banyak industri yang menyadari solusi ini. EWA adalah sesuatu yang menjadi common practice, di luar negeri juga biasa dilakukan. Timing-nya tepat, hanya masalah memperkenalkan konsep ini ke perusahaan.” ujar Firlie.
Data PricewaterHouseCooper (PwC) menyebutkan pekerja menghabiskan waktu lebih dari tiga jam dalam seminggu untuk fokus di masalah keuangan, dan 31% pekerja merasa produktivitas mereka terpengaruh akibat masalah keuangan tersebut.
Layanan EWA memungkinkan pekerja untuk mencairkan gaji secara proporsional dari hari bekerja yang telah dilakukan tanpa perlu menunggu tanggal pencairan gaji yang telah ditetapkan perusahaan. Inovasi ini dapat memberikan ketenangan para pekerja yang sedang menghadapi masalah keuangan. EWA dapat menjadi solusi pekerja dalam menghadapi pengeluaran tidak terduga dan membantu pekerja agar terhindar dari rentenir atau pinjol ilegal yang mengenakan bunga yang tidak wajar.
Di sisi lain, EWA juga dianggap sebagai sebuah solusi baru yang penting untuk membantu menjaga kesejahteraan finansial dan ketahanan karyawan, dari perspektif perusahaan. Di webinar yang sama, Chief of People and Corporate Strategy DANA Agustina Samara mengungkapkan pentingnya EWA bagi perusahaan untuk beradaptasi di tengah pandemi COVID-19 dan dapat bertindak sebagai deteksi dini kondisi karyawan.
“Saya rasa untuk EWA itu penting sekali, sebab kita harus terus beradaptasi. Kami percaya setiap orang bisa mengalami krisis keuangan pada titik tertentu. Berapapun gajinya, pasti ada kebutuhannya, seperti membantu orang tua mereka yang sakit atau renovasi rumah. Dengan Wagely, kita bisa melakukan benchmark dan beradaptasi dengan baik.” kata Agustina.
Sementara itu, Co-Founder dan CEO Wagely Tobias Fischer mengatakan, “Wagely didirikan dengan misi untuk mendukung upaya perusahaan dalam meningkatkan kesejahteraan karyawan, terutama kesehatan dan ketahanan finansial mereka melalui layanan EWA. Kinerja dan produktivitas karyawan dipengaruhi oleh kondisi keuangan mereka, dan pada akhirnya kondisi tersebut dapat mempengaruhi kinerja dan profitabilitas perusahaan secara negatif. Layanan EWA dari Wagely sejalan dengan upaya OJK untuk mencegah masyarakat terjebak dalam jeratan utang pinjaman online ilegal.” tutup Tobias.