harapanrakyat.com,- Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas atau Hiswana Migas membantah tuduhan Komisi 3 DPRD Kabupaten Garut, Jawa Barat atas temuan pangkalan gas elpiji 3 Kg fiktif.
Temuan DPRD Garut dan Pertamina itu, dianggapnya merupakan temuan pangkalan atau agen yang nakal. Sementara pangkalannya tetap ada, distribusi gas pun tetap sampai, meski tak sesuai kouta.
Sebelumnya temuan pangkalan gas elpiji subsidi 3 Kg fiktif di Kecamatan Singajaya membuat geger masyarakat Garut. Bahkan sejumlah warga Garut menuduh hal itu sebagai biang keladi harga Gas 3 Kg subsidi menjadi mahal.
Sengkarut naiknya Harga Eceran Tertinggi (HET) elpiji subsidi belum selesai, masyarakat Garut kini dibuat pusing dengan adanya temuan pangkalan fiktif.
Dari 17 pangkalan gas elpiji subsidi yang ada, 14 pangkalan dinyatakan fiktif oleh Komisi 3 DPRD Garut, salah satunya pangkalan di Kecamatan Singajaya. Hal itu bahkan diketahui Pertamina regional Priangan, karena saat sidak, Pertamina dibawa ke lokasi pangkalan.
Baca Juga: Bongkar Pangkalan Gas Elpiji Fiktif, Rapat di DPRD Garut Ricuh
Bantahan Hiswana Migas Garut
Kegaduhan itu kemudian dibantah Hiswana Migas Garut, pengurus Hiswana Migas menyatakan, bahwa pangkalan itu tetap ada, namun identitas atau KTP si pemilik pangkalan seolah dipinjamkan ke orang lain.
“Misalkan dikirim kuota seingatnya, jadi banyak faktor. Jadi mulai ramainya setelah dipolitisir, tidak ada yang gimana-gimana. Jadi alokasi agen itu gimana kebijakan agen, yang penting tidak dijual ke luar Garut, mungkin dipandang di sisi Dewan ini fiktif,” kata Evi Hartas, Pengurus Hiswana Migas Garut, Senin (27/3/2023).
Ia menambahkan klasifikasi pangkalan fiktif itu bukan urusan Hiswana menindak kepada objeknya, akan tetapi pihak yang memiliki kewenangan penindakan itu Pertamina.
“Banyak tindakannya, ada peringatan, ada peringatan tulisan 1 sampai 3, sampai yang paling parah itu PHU atau pemutusan hubungan usaha. Itu atas saran Pertamina kepada agen, tapi kita punya SOP-nya dari Pertamina yang mengatur,” tambahnya.
Evi juga menjelaskan kondisi di lapangan terkait kuota distribusi tabung dari agen kepada pangkalan.
“Misalkan saya dapat 30 ribu tabung, kan itu sudah diserahkan dari Pertamina kepada agen, silahkan membuat mitra pangkalan, begitu. Nah misal di kampung atau di desa itu tak ada yang berani membuat pangkalan karena terbentur anggaran, nah kemudian saya menunjuk saudara atau adik menjadi pangkalan dipinjam nama, kemudian dikirimnya seingatnya, nah itu disebut oleh dewan sebagai pangkalan fiktif,” cetusnya.
Hiswana tidak membantah ada agen atau pangkalan yang nakal, sehingga dianggap melakukan pelanggaran kategori dua.
“Ada juga yang nakal, contoh misalnya, salah satu agen dipercaya oleh Pertamina untuk membuka pangkalan di wilayah Selatan. Kemudian meminjam KTP warga sekitar domisili wilayah selatan, asal Pertamina tahu kita punya pangkalan, nah itu yang nakal. Ada kayak begitu, jadi yang fiktif itu yang model seperti itu,” tutup Evi. (Pikpik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)