harapanrakyat.com,- Tiga pegiat media digital di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat membagikan pengalamannya dalam menghadapi transformasi literasi budaya dalam acara Sabulang Bentor Volume II di Gedung Kesenian Ciamis, Jawa Barat, Sabtu (17/6/2023).
Acara yang digelar Pangauban Kawargian Nonoman Galuh ini menghadirkan narasumber penyiar radio senior Eka Permana Wijaya, konten kreator Ncep Billal Indra, dan produser film Jang Oman, Eggy Aditiar
Pupuhu Pangauban Kawargian Nonoman Galuh Tendi Nugraha mengatakan, Sabulang Bentor volume II mengangkat isu yang sedang menggeliat hari ini.
“Tema acara kali ini Media Kiwari Beuki Nyari (Transformasi Literasi Budaya melalui Media Digital) yang artinya media saat ini semakin bergairah, membuka celah dan peluang baru terutama dalam bidang kebudayaan,” ujar Tendi Nugraha dalam rilis yang diterima harapanrakyat.com, Minggu (18/6/2023).
Pegiat Digital di Ciamis Bagikan Pengalaman
Eka Wijaya Permana, penyiar radio senior di Ciamis mengatakan, literasi saat ini tidak hanya tentang apa yang ditulis dan dibaca. Saat ini literasi juga termasuk apa yang dilihat dan didengar.
“Literasi pun berarti proses belajar dan menuangkan bahan untuk belajar. Maka dari itu pemanfaatan media digital sebagai sarana transformasi literasi budaya ini menjadi cara yang menarik bagi para penggiat budaya dalam menyebarluaskan literasi kebudayaan dengan konsep kekinian,” katanya.
Penyiar radio digital RMK (Radio Masa Kini) ini pun membagikan pengalamannya kala ia membuat program bertema kebudayaan di radio. Berbagai acara radio seperti Sunda Ngora, Opak Amis (Obrolan Pakar Anak Muda Ciamis), Ngalembur (Nganjang ka Lembur), Sunda Mirasa dan sebagainya tidak diunggah ke media sosial.
“Akhirnya data itu hilang dan sulit untuk dibuka kembali,” katanya.
Cerita Ncep Billal Jadi Konten Kreator Kemanusiaan
Sementara itu Ncep Billal yang terkenal dengan konten-konten kemanusiaan yang dibagikan melalui media sosial mengatakan, media digital bisa mempermudah siapapun menjadi apapun.
“Media kiwari bisa ngajadikeun urang jadi naon wae” ucap Kang Billal.
Artinya, peluang media digital ini sangat mempermudah siapapun untuk menjadi apapun. Tergantung pada apa yang menjadi tujuan penggunaan media tersebut.
Baca Juga: Profil Ncep Billal, Tiktoker Cikoneng Ciamis yang Viral Karena Aksi Sosial
Sebagai konten kreator, Ncep Billal pun menjalani proses yang cukup panjang. Mulai dari alat dokumentasi yang seadanya, handphone retak digunakan untuk merekam dan mengedit hingga mengunggah video.
Bahkan Ncep Billal mengaku, beberapa kali sempat dikucilkan karena dianggap melakukan hal yang kurang menarik. Namun, sejak itu ia bertekad untuk konsisten berkarya melalui media sosial.
“Setelah perjalanan panjang sebagai konten kreator hingga tiba saat ini memetik hasil dari proses konsistensi. Sekarang akun tiktok saya sudah sampai 560K Follower, Instagram 90K Followers, Snack Video 60K, YouTube 76K Subscriber,” katanya.
Billal mengatakan, setiap kontennya dibuat dengan berdialog menggunakan bahasa sunda sebagai jati diri.
“Melalui akun media sosial inilah saya mentransformasikan literasi budaya melalui konten yang saya buat,” ujar Ncep Billal.
Baca Juga: DPRD Usulkan Kawasan Pertokoan Swadaya Ciamis Ditata Pemkab
Eggy Aditiar Transformasi Literasi Budaya Lewat Film Adaptasi Carpon
Sementara pegiat media digital di Ciamis lainnya Eggy Aditiar sebagai produser film “Jang Oman” mentransformasikan literasi budaya lewat film dengan mengadaptasi dari Carpon (Carita Pondok) karya Karna Yudibrata yang merupakan seorang penulis dari Kecamatan Tambaksari, Ciamis.
Ia menyampaikan, banyak penulis asli Tatar Galuh Ciamis yang sudah memiliki banyak karya seperti Ahmad Bakri, Andang Arga Yudha penulis dari Kecamatan Rancah, Ciamis., juga Kang Godi Suwarna sebagai Sastrawan Sunda dari Tatar Galuh Ciamis.
“Banyak para penulis Sunda terutama dari Tatar Galuh Ciamis yang sangat memungkinkan untuk diadaptasi menjadi karya baru kedalam media digital,” katanya.
Senada dengan Billal, Eggy mengaku filmnya banyak menggunakan percakapan dalam bahasa Sunda.
“Beberapa film yang sudah saya buat, saya lebih senang menggunakan bahasa Sunda dalam semua percakapan. Mungkin menjadi tanggung jawab saya selain sebagai orang Sunda juga sebagai pengajar mata pelajaran bahasa Sunda di sekolah,” ucapnya.
Menurut Eggy, banyak istilah dalam buku cerita zaman dulu yang mulai hilang karena jarang digunakan. Hal itu bisa ditransformasikan ke dalam film.
“Ada beberapa istilah yang saat ini jarang digunakan. Namun, istilah itu terdapat dalam buku cerita zaman dahulu, misalnya “tangkal kagiru”, “rongkah”, “kariaan”, “baruk”. Istilah tersebut yang kami transformasikan ke dalam film sebagai upaya transformasi literasi budaya,” pungkasnya. (R7/HR-Online/Editor-Ndu)