Beranda blog

Pemkab Subang Apresiasi Akun Medsos Tersigap Tangani Aduan Warga

penghargaan akun medsos tersigap Subang

SUBANG – Siapa sangka, respons cepat di dunia maya kini berbuah penghargaan nyata. Pemerintah Kabupaten Subang memberikan apresiasi kepada perangkat daerah dan kecamatan yang paling tanggap — dan juga yang paling lambat — dalam menindaklanjuti aduan masyarakat melalui kanal media sosial resmi Pemda.

Momen penghargaan ini diserahkan pada upacara Peringatan Hari Pahlawan 2025, Senin (10/11/2025), di halaman Kantor Bupati Subang.

Berdasarkan hasil evaluasi Oktober 2025, Dinas Sosial Kabupaten Subang keluar sebagai Perangkat Daerah Tersigap, sementara Dinas Pertanian harus menelan pil pahit dengan predikat Tidak Sigap.

Untuk tingkat kecamatan, Kecamatan Subang dinobatkan sebagai Tersigap, sedangkan Kecamatan Sukasari dinilai Tidak Sigap.

Pemberian pin “Tersigap” dan “Tidak Sigap” ini bukan sekadar simbol, tapi bagian dari komitmen Bupati Subang Kang Rey dan jajaran Pemda dalam menegakkan sistem komunikasi publik yang transparan, cepat, dan bertanggung jawab.

Setiap aduan masyarakat kini dapat dipantau secara real-time melalui media sosial resmi pemerintah daerah, lalu dievaluasi setiap bulan untuk memastikan tindak lanjut yang nyata.

Selama Oktober 2025, tercatat 392 aduan masyarakat masuk dari berbagai bidang pelayanan publik. Dari jumlah itu, 103 aduan telah diselesaikan, 236 masih diproses, dan 53 belum mendapat tindak lanjut — yang terakhir ini tentu jadi bahan evaluasi serius.

Pemkab Subang menegaskan, koordinasi lintas perangkat daerah akan terus diperkuat agar setiap laporan warga tak lagi menggantung tanpa kabar.

Melalui sistem penghargaan dan evaluasi rutin ini, Pemkab berharap semua perangkat daerah bisa berlomba menjadi lebih responsif, profesional, dan dekat dengan masyarakat.

Karena di era digital, bukan hanya cepat tangan yang dibutuhkan — tapi juga cepat tanggap dan cepat berpikir demi pelayanan publik yang makin cemerlang.

Kang Akur Tekankan Sinergi dan Keamanan dalam Program Makan Bergizi Gratis Subang

Program Makan Bergizi Gratis Subang

SUBANG – Jumat (7/11/2025) siang di Ruang Rapat Bupati II, suasananya tak biasa. Ada semangat kebersamaan, aroma dapur bergizi, dan gebrakan besar untuk masa depan anak-anak Subang.

Wakil Bupati Subang, H. Agus Masykur Rosyadi atau yang akrab disapa Kang Akur, memimpin langsung Rapat Koordinasi dan Silaturahmi antara Pemkab Subang, Kodim 0605/Subang, serta para mitra Satuan Pengolahan Pangan dan Gizi (SPPG).

Tujuannya satu: memastikan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) berjalan aman, sehat, dan tepat sasaran di seluruh pelosok Subang.

Ketua Paguyuban Mitra SPPG Subang, Aceng Kudus, menyebut bahwa paguyuban ini dibentuk secara aklamasi sebagai wadah kebersamaan.

“Paguyuban ini dibentuk agar kita saling mengenal, menjaga silaturahmi, dan saling membantu ketika ada kendala di lapangan. Selain itu, tujuan utama kami adalah mendukung penuh program pemerintah, karena Program Makan Bergizi Gratis ini adalah program yang sangat mulia,” ujarnya.

Ia menambahkan, MBG membuka banyak peluang ekonomi, terutama bagi para ibu rumah tangga yang kini ikut berperan di dapur penyedia pangan bergizi.

Dukungan juga datang dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang melalui Kepala Bidang Sekolah Dasar.

“Program ini bukan hanya soal pemenuhan gizi, tapi juga penerapan perilaku makan sehat dan peningkatan kesejahteraan ekonomi petani, nelayan, dan pelaku UMKM. MBG diharapkan mampu memenuhi sepertiga kebutuhan gizi harian anak-anak, menurunkan angka malnutrisi, serta menekan prevalensi stunting,” jelasnya.

Sementara itu, Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, dr. Sugito, mengingatkan pentingnya aspek keamanan pangan.

“Yang paling utama dari program ini adalah keamanan pangan. Semua bahan makanan harus higienis, bebas dari pencemaran biologi, fisika, maupun kimia. Karena itu, setiap SPPG wajib memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS),” tegasnya.

Kang Akur dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah berkolaborasi.

“Atas nama Pemerintah Daerah, saya berterima kasih kepada Dandim dan seluruh mitra yang berinisiatif mengadakan pertemuan ini. Ini pertama kalinya Pemkab Subang bersama mitra SPPG duduk bersama dalam semangat kolaborasi mendukung program prioritas Presiden,” ucapnya.

Ia menegaskan bahwa keamanan dan keberlanjutan program MBG harus dijaga dengan baik.

“Kelompok 3B ini harus menjadi prioritas karena merekalah calon generasi emas Indonesia di tahun 2045,” ujarnya, merujuk pada kelompok ibu hamil, menyusui, dan balita.

Hingga kini, tercatat 122 dapur SPPG aktif di Subang, sementara 33 dapur lainnya masih berproses dalam sertifikasi.

Kang Akur berharap seluruh pihak saling mendukung agar manfaat MBG menjangkau seluruh masyarakat.

“Program ini akan terus berjalan dan menjadi prioritas nasional. Bahkan pada tahun 2026, pemerintah pusat sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp335 triliun untuk MBG,” ungkapnya.

Tak hanya soal gizi, MBG juga menjadi mesin penggerak ekonomi lokal.

Dengan rata-rata Rp900 juta hingga Rp1 miliar per dapur setiap bulan, perputaran uang di Subang diperkirakan mencapai Rp1,4 triliun per tahun.

“Ini artinya perekonomian harus berputar di Subang. Sayur, telur, dan bahan pangan lainnya harus dibeli dari petani dan pelaku usaha lokal. Ini kesempatan besar untuk menguatkan koperasi dan menekan inflasi daerah,” tegas Kang Akur.

Ia pun menutup arahannya dengan pesan yang hangat sekaligus tegas.

“Harapan kita semua, Subang bisa menjadi daerah dengan zero case, tidak ada kasus keracunan. Program ini adalah tanggung jawab bersama, karena di tangan Bapak Ibu semua, kita sedang menyiapkan generasi sehat dan tangguh untuk Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.

Rapat yang dihadiri juga oleh Dandim 0605/Subang, Asisten Daerah Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, serta unsur Forkopimda ini ditutup dengan diskusi hangat dan penuh semangat sinergi.

Karena di balik sepiring makan bergizi, ada cita-cita besar: membangun masa depan anak-anak Subang yang kuat, sehat, dan berdaya.

Polisi Subang Ciduk Dua Pengedar Sabu, Barang Bukti 29 Gram Siap Edar

pengedar sabu Subang ditangkap

SUBANG – Malam di Subang yang biasanya tenang mendadak heboh ketika tim Satuan Reserse Narkoba Polres Subang meringkus dua pria yang diduga jadi pemain utama dalam peredaran sabu.

Kedua tersangka berinisial YDA (41) dan DS (28), warga Desa Mulyasari, Kecamatan Pamanukan, Subang.

“Keduanya mengaku mendapatkan barang haram itu dari seseorang berinisial KDR yang saat ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO),” ujar AKP Wanda Ervam Liton Dachi, Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Subang, di Subang, Selasa (11/11).

Dari pengakuan keduanya, sabu itu rencananya akan “beredar manis” di sejumlah wilayah sekitar Subang—sayangnya, rencana itu keburu kandas di tangan petugas.

Penangkapan berlangsung Minggu dini hari, sekitar pukul 00.30 WIB, di Jalan Gang Darmodihardjo, Kelurahan Soklat, Kecamatan Subang.

Saat itu, keduanya sedang melaju santai menggunakan mobil Toyota Calya hitam bernomor polisi Z 1087 LN—tak menyangka, perjalanan malam itu berakhir di balik jeruji.

Dari hasil penggeledahan, polisi menemukan 12 paket sabu siap edar seberat 29,11 gram, dua timbangan digital, plastik klip bening, lakban hitam, gunting, dan dua ponsel yang digunakan untuk transaksi.

“Kami akan terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap jaringan peredaran narkoba dan mencari pemasok utama yang masih buron,” tegas Wanda.

Kini, kedua tersangka bersama seluruh barang bukti sudah diamankan di Mapolres Subang untuk penyidikan lebih lanjut.

Atas perbuatannya, mereka dijerat Pasal 114 ayat (2) junto Pasal 112 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau pidana mati.

Dari mobil Calya ke balik sel, langkah keduanya berhenti di ujung jalan—karena hukum, tak pernah tidur di Subang.

Mahasiswa UNISBA Sulap Sampah Jadi Kompos, Subang Tersenyum Hijau

program mahasiswa UNISBA pengolahan sampah Subang

SUBANG – Di Desa Kiarasari, Kecamatan Binong, ada aroma perubahan yang menggoda hidung: bukan bau sampah, tapi semangat hijau yang sedang tumbuh.

Program riset mahasiswa berdampak dari BEM Universitas Islam Bandung (UNISBA) menggandeng Universal Volunteer Indonesia (UVI) dan PKK Desa Kiarasari, dengan pendampingan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Subang.

Ketua Tim Program Mahasiswa Terdampak UNISBA, Dr. Ir. Muhammad Satori S.T., IPU, menjelaskan bahwa kehadiran mahasiswa UNISBA di sana bukan untuk liburan, tapi untuk mengoperasikan teknologi paten bata terawang—alat pengolah sampah organik menjadi kompos super.

Program ini merupakan hibah dari Kementerian Sainstek tahun 2025, dan telah melaju sejak awal Oktober.

Tahapannya seru: mulai dari sosialisasi, pembuatan tujuh unit bata terawang—lima di Sekretariat UVI, dua di belakang Kantor Desa Kiarasari—semuanya siap beraksi melumat sampah jadi manfaat.

“Alasannya UNISBA tertarik dengan permasalahan ini, diterapkan di Desa Kiarasari Kecamatan Compreng Kabupaten Subang, dimana di Desa ini, pada umumnya di Subang, sampah itu sudah menjadi problem. Tentunya juga terjadi di semua tempat, dan program ini bisa berjalan jika kami memiliki mitra. Kebetulan kami di sini memiliki mitra yaitu, UVI di Kecamatan Compreng Subang ini,” ujar Dr. Satori kepada RRI Subang, Selasa (11/11/2025).

Ia menuturkan, program ini lahir dari keresahan: sampah organik yang menumpuk akhirnya diolah menjadi pupuk organik, agar bisa kembali menyuburkan tanah, bukan sekadar menambah beban bumi.

“Harapannya sesuai yang dikerjakan mitra di sini, kinerja para petani yang dibina oleh UVI, kinerjanya juga ikut meningkat. Karena kompos yang dihasilkan itu, bisa mendukung program pertanian. Itu yang kita harapkan dari program ini, di satu sisi program ini, bisa menyelesaikan persoalan sampah organik, ya minimal bisa mengurangilah,” jelasnya penuh harap.

Tak berhenti di situ, pupuk hasil inovasi mahasiswa UNISBA ini diaplikasikan pada tanaman kacang sancha inchi—si kacang eksotis yang dikenal kaya gizi dan tengah naik daun di masyarakat.

Pendampingan mahasiswa dilakukan dengan gaya roadshow ala akademisi keliling, tiga hingga empat kali pertemuan, tanpa perlu menginap di lokasi.

“Jadi program ini sudah berlangsung sejak awal bulan Oktober kemarin. Kegiatan pendampingan akan berlangsung selama 3 bulan, dengan tiga hingga 4 kali pertemuan, artinya para mahasiswa tidak tinggal di sini, disesuaikan dengan jadual road show,” tandas Dr. Satori.

Dari sampah jadi kompos, dari kompos tumbuh kacang, dari kacang lahir harapan. Siapa sangka, inovasi bisa sesederhana bata terawang—dan secerdas mahasiswa yang mau turun tangan.

Jalan Raya Pagaden Rusak Parah, Warga Sebut Mirip “Kubangan Kerbau”

Kondisi Jalan Raya Pagaden Rusak Parah

Subang, 11 November 2025 — Kondisi Jalan Raya Pagaden, Kabupaten Subang, kian memprihatinkan. Jalan yang berstatus sebagai jalan provinsi itu kini rusak parah dan dikeluhkan oleh warga setempat.

Pantauan di lapangan menunjukkan sebagian besar permukaan jalan sudah mengelupas dan berlubang dalam, membuat ruas jalan itu tampak seperti “kubangan kerbau”, terutama saat musim hujan seperti sekarang.

“Jalan ini kondisinya rusak berat, tapi pemerintah seolah tutup mata dan tidak pernah memperbaikinya. Sekarang musim hujan, air menggenang di mana-mana. Kubangannya seperti kubangan kerbau,” ujar Yana, warga Pagaden Barat, kepada wartawan, Selasa (11/11/2025).

Keluhan serupa datang dari warga lainnya, Ade, yang menyebut jalan tersebut kerap tergenang banjir setiap kali hujan deras. Akibatnya, kendaraan sulit melintas dan kerap terjadi kecelakaan ringan.

“Kalau turun hujan, air bercampur lumpur sampai menutupi jalan. Banyak truk yang jeblos dan motor yang terperosok, bahkan sampai jatuh,” katanya.

Menanggapi keluhan warga, Bupati Subang Reynaldy menjelaskan bahwa ruas jalan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, bukan pemerintah kabupaten.

“Jalan Raya Pagaden itu adalah jalan provinsi, jadi bukan kewenangan kami di kabupaten. Namun, In Sya Allah dalam waktu dekat ini pihak dinas provinsi akan segera melakukan perbaikan. Kami mohon warga bersabar,” ujar Reynaldy saat acara Coffee Morning bersama awak media di Desa Wisata Tambakmekar, Kecamatan Jalancagak, Senin (10/11) sore.

Perbaikan jalan tersebut diharapkan segera terealisasi agar aktivitas warga dan arus distribusi barang di kawasan Pagaden kembali lancar.

Subang Memanas: dr. Maxi Buka Suara, Paguyuban Sundawani Wirabuana Siap Jadi Tameng Moral

dr. Maxi Subang dan Paguyuban Sundawani Wirabuana

Subang tengah bergejolak. Isu dugaan penyalahgunaan kekuasaan di tubuh birokrasi kian bergulir panas setelah dr. Maxi, S.H., M.HKes, mantan Kepala Dinas Kesehatan Subang, secara terbuka menyingkap praktik-praktik yang disebutnya meresahkan.

Kini, suara dukungan berdatangan. Paguyuban Sundawani Wirabuana DPD Subang resmi menyatakan sikap: mereka siap berdiri di garis depan bersama dr. Maxi melawan apa yang mereka sebut sebagai “tiga serangkai kedzaliman” yang diduga menggerogoti tata kelola pemerintahan daerah.

Ketua Paguyuban, Yosep, menegaskan bahwa apa yang disampaikan dr. Maxi bukan sekadar keluhan pribadi, tetapi cerminan kerusakan sistemik dalam pemerintahan yang butuh pembenahan segera.

Menurut laporan yang beredar, dr. Maxi mengungkap tiga dugaan utama penyalahgunaan wewenang yang mengakar dari hulu ke hilir birokrasi Subang.

Pertama, intervensi dalam pemindahan bidan desa yang dilakukan secara sewenang-wenang oleh oknum penguasa tanpa mempertimbangkan prosedur dan kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat di tingkat desa.

Kedua, dugaan permintaan “uang ketok palu” oleh oknum anggota DPRD Subang kepada sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD)—indikasi kuat adanya praktik suap dan korupsi dalam proses penganggaran daerah.

Dan ketiga, dugaan setoran wajib dari OPD kepada pihak tertentu, yang disebut-sebut menggerus integritas birokrasi dan menyelewengkan dana publik yang semestinya untuk pelayanan masyarakat.

Yosep menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam melihat situasi ini.

“Kami telah mempelajari dan mengikuti dengan seksama pengungkapan yang dilakukan oleh dr. Maxi. Ini bukan hanya soal perbedaan pendapat, tapi ini adalah perlawanan terhadap kedzaliman yang terstruktur,” ujarnya tegas.

Ia menambahkan,

“Mulai dari intervensi terhadap bidan desa yang menyangkut pelayanan rakyat, hingga dugaan pemerasan ‘uang ketok palu’ dan setoran OPD yang merusak anggaran. dr. Maxi telah menunjukkan keberanian luar biasa dan kami, Sundawani Wirabuana, siap menjadi tameng moralnya untuk melawan oknum-oknum yang menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi atau kelompok.”

Paguyuban Sundawani Wirabuana kini menyerukan audit menyeluruh dan penegakan hukum yang transparan terhadap seluruh dugaan tersebut. Mereka menilai ini adalah momentum penting bagi masyarakat sipil untuk menunjukkan ketegasan dalam menolak segala bentuk korupsi, intervensi ilegal, dan penyalahgunaan wewenang.

“Kami mengawal isu ini sampai tuntas,” tegas Yosep, menutup pernyataannya.

Suasana Subang kini seperti bara yang menunggu angin—dan publik menanti langkah nyata aparat penegak hukum untuk memastikan, siapa yang benar-benar berdiri di sisi kebenaran.

Subang Berkilau di Jakarta: Kang Rey Bawa Pulang Penghargaan Inovasi TV One 2025

Jakarta malam itu berkilau bukan karena lampu studio, tapi karena semangat para kepala daerah yang “berpeluh, bukan mengeluh”.

Ya, Jumat (07/11/2025), Bupati Subang Reynaldy Putra Andita alias Kang Rey resmi menerima Penghargaan TV One Inovasi Membangun Negeri 2025 di Studio TV One, Jakarta Selatan.

Bukan sendirian, Kang Rey berdiri sejajar dengan 8 Bupati/Walikota lain—mulai dari Berau hingga Malang—serta 7 Gubernur top seperti dari Bali, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah. Semua hadir karena satu alasan: mereka punya inovasi nyata yang dirasakan rakyat.

Menurut Direktur Marketing TV One, Maria Goretti Limi, penghargaan ini bukan hasil asal comot. Ada riset dan verifikasi mendalam bersama Bakrie University, memastikan inovasi para penerima benar-benar berdampak.

Suasana makin hangat saat Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, melontarkan kalimat yang langsung menampar rasa malas:

“Mengeluh atau berpeluh. Yang ada hari ini adalah mereka yang memilih berpeluh dengan keringat dan gagasan serta mencari ruang inovasi dan kolaborasi.”

Sementara itu, Menteri UMKM RI, Maman Abdurrahman, menegaskan bahwa ajang seperti ini harus jadi vitamin ide untuk semua:

“Harapan besar event kredibel seperti ini menjadi apresiasi atas inovasi anak bangsa dan langkah motivasi.”

Nah, di panggung bergengsi itu, Kang Rey menerima penghargaan kategori Public Service, berkat tiga program andalannya: percepatan pembangunan infrastruktur, Saba Desa, dan Subangfest.

Tiga program itu lahir bukan dari ruang rapat ber-AC, tapi dari lapangan, dari teriakan warga, dan dari niat kuat membangun Subang yang “leucir” alias bersinar.

Begitu menjabat Februari 2025, Kang Rey langsung dihadapkan pada PR besar: 220 kilometer jalan rusak.
Namun bukannya mundur, ia malah menggandakan anggaran infrastruktur jalan dari 80 miliar menjadi 250 miliar rupiah.

“PR cukup besar banyak jalan dalam kondisi rusak. Biasanya dianggarkan 80 Milyar (untuk jalan), begitu dilantik saya tegas 250 Milyar untuk jalan,” ujarnya tegas.

Hasilnya? Sudah 80 kilometer jalan kabupaten diperbaiki, dan target Subang Leucir 2027 terus dikebut tanpa jeda.

Soal pengurangan transfer ke daerah, Kang Rey juga tak gentar.

“(Pengurangan) TKD tidak boleh mengurangi dana untuk infrastruktur agar Subang Leucir 2027 tercapai.”

Selain aspal dan beton, Kang Rey juga punya cara lain “menambal” jarak antara pemimpin dan rakyat: lewat program Saba Desa.

Setiap minggu, ia blusukan menelusuri pelosok Subang—245 desa jadi target langkah kakinya—untuk menyerap aspirasi langsung dari masyarakat.

“Saya ingin jemput bola menyerap aspirasi terutama jalan rusak karena Saya ingin memberikan apa yang dibutuhkan apalagi itu uang pajak yang harus kembali ke masyarakat. 245 desa harus sudah saya pijak,” tegasnya.

Tak berhenti di situ, Subangfest menjadi oase hiburan bagi warga.
Setiap bulan, acara ini menghadirkan senyum, tawa, dan rezeki berputar—sekitar 300 juta rupiah per edisi.

“Subangfest kami hitung ada 300 juta perputaran uang. Selain itu sekaligus meng-highlight talent lokal dan memberi hiburan gratis bagi masyarakat.”

Meski sorotan kamera dan tepuk tangan tertuju padanya, Kang Rey tetap merendah.

“Mudah-mudahan menjadi motivasi bagi saya bekerja lebih baik memberikan pelayanan masyarakat.”

Dan seperti pemimpin sejati, ia menutup pidatonya dengan hati penuh syukur:

“Penghargaan ini saya berikan kepada seluruh masyarakat Subang.”

Turut hadir dalam acara penuh makna ini: Wamen Koperasi, Wakil Direktur Utama TV One, Kepala Bagian Prokompim Setda Subang, Sekretaris Diskominfo Subang, serta para tamu undangan lainnya yang ikut berbangga melihat Subang makin bersinar.

Subang: Di Tengah Denyut Kabupaten, Antara Kota dan Kampung yang Menyatu

Kecamatan Subang Ibukota Kabupaten Subang

Subang bukan hanya nama kabupaten—ia juga adalah nama sebuah kecamatan yang menjadi pusat dari semuanya. Di sinilah roda pemerintahan berputar, suara pasar berpadu dengan azan dari masjid, dan jalanan yang selalu punya cerita baru setiap harinya.

Kecamatan Subang berdiri di wilayah peralihan antara dataran rendah dan dataran tinggi, pada ketinggian menengah yang menjadikannya seimbang antara panas kota dan sejuknya alam pedesaan di pinggiran.
Bayangkan sebuah kawasan yang di utara bersentuhan dengan Pagaden dan Cibogo, di selatan berpelukan dengan Jalancagak dan Ciater, di timur menyapa Cijambe, dan di barat kembali bertetangga dengan Pagaden dan Cibogo.
Seolah Subang menjadi simpul—titik temu antara semua arah dan semua wajah kehidupan.

Dengan luas 63,30 kilometer persegi, Kecamatan Subang bukan hanya pusat pemerintahan, tapi juga pusat keramaian dan kepadatan penduduk.
Data BPS mencatat ada 140.942 jiwa yang tinggal di wilayah ini, dengan kepadatan mencapai 2.228 jiwa per kilometer persegi—angka tertinggi di seluruh Kabupaten Subang.
Tak heran, kehidupan di sini bergerak cepat. Tapi di balik riuhnya lalu lintas dan padatnya permukiman, ada harmoni yang tetap terjaga: antara kerja keras, kekeluargaan, dan tradisi yang enggan hilang.

Subang memiliki 14 wilayah administratif, terdiri dari 6 kelurahan dan 8 desa.
Kelurahan seperti Karanganyar, Cigadung, Dangdeur, Soklat, Pasirkareumbi, dan Subang menjadi wajah urban kecamatan ini—dengan jalan-jalan yang hidup hingga malam dan deretan toko yang selalu sibuk.
Sementara delapan desa seperti Ciasem, Ciheuleut, Cidahu, Rancabango, Sukamelang, Sukarahayu, Mulyasari, dan Kasomalang Kulon menjaga sisi lain dari Subang: lebih hijau, lebih tenang, dan tetap hangat dalam kesederhanaan.

Ada 781 RT dan 233 RW di seluruh kecamatan ini—angka yang menandakan betapa rapatnya jalinan sosial masyarakatnya. Di setiap gang, selalu ada cerita kecil: anak-anak bermain sepeda, ibu-ibu bercengkerama di teras rumah, hingga bapak-bapak yang tak pernah absen nongkrong di warung kopi pagi-pagi.

Kehidupan di Kecamatan Subang adalah percampuran yang unik antara ritme kota dan napas desa.
Ia bukan sekadar ibukota kabupaten, melainkan miniatur kehidupan Subang itu sendiri—di mana modernitas dan tradisi berjalan beriringan, tanpa saling meniadakan.

Subang mengajarkan bahwa kemajuan tak harus kehilangan kehangatan, dan kepadatan tak harus menghapus keramahan.
Di sinilah pusat kehidupan Subang berdetak—penuh, padat, dan tetap bersahaja.

Jalancagak: Di Atas Awan Subang, Cerita yang Menyejukkan

Kecamatan Jalancagak Kabupaten Subang

Jalancagak—nama yang selalu terdengar sejuk bahkan sebelum kaki menginjak tanahnya.
Terletak di bagian selatan Kabupaten Subang, wilayah ini berdiri gagah di atas dataran tinggi, pada ketinggian rata-rata sekitar 517 meter di atas permukaan laut. Tak heran, udara di Jalancagak terasa lebih lembut, lebih ramah bagi siapa pun yang datang untuk mencari ketenangan.

Bayangkan, di utara Jalancagak bersentuhan dengan Cijambe, di selatan berpelukan dengan Ciater yang terkenal dengan pemandian air panasnya, di timur menyapa Kasomalang, dan di barat bersalaman akrab dengan Sagalaherang.
Batas-batasnya seperti lingkar pelukan alam—hangat dan menenangkan.

Kecamatan ini terdiri atas tujuh desa: Bunihayu, Curugrendeng, Jalancagak, Kumpay, Sarireja, Tambakan, dan Tambakmekar.
Jumlahnya memang tak sebanyak Pagaden atau Kalijati, tapi setiap desa di sini punya watak dan lanskap yang khas.
Sebagian besar wilayahnya berupa perbukitan dan pegunungan, dengan hamparan kebun teh, sayuran, dan kebun buah yang memanjakan mata.

Ketinggian di tiap desa pun tak jauh berbeda—rata-rata 500 hingga 520 meter di atas permukaan laut.
Desa Curugrendeng, Sarireja, dan Kumpay menjadi titik tertinggi dengan 520 meter dpl, seolah jadi atap kecil bagi Subang bagian selatan.
Sementara Tambakmekar yang berada di ketinggian 500 meter dpl menjadi lembah kehidupan, tempat aktivitas warga berdenyut dari pagi hingga petang.

Dari sisi kependudukan, Jalancagak tergolong padat untuk ukuran daerah pegunungan.
Kepadatan rata-ratanya mencapai 1.025 jiwa per kilometer persegi, dengan Desa Sarireja sebagai yang terpadat (1.434 jiwa/km²) dan Kumpay sebagai yang paling lengang (753 jiwa/km²).
Namun, di balik angka-angka itu, Jalancagak tetap terasa tenang—karena yang padat di sini bukan hanya penduduknya, tapi juga kebersamaan dan rasa saling mengenal antarwarga.

Jalancagak adalah kisah tentang kesejukan yang tak hanya berasal dari udara, tetapi juga dari sikap manusia yang menghuni lereng-lerengnya.
Ia bukan sekadar kecamatan di peta, melainkan sajak hijau di kaki pegunungan, tempat waktu berjalan sedikit lebih lambat agar orang bisa belajar mensyukuri hidup.

Pagaden: Di Antara Sawah, Sungai, dan Cerita yang Tak Pernah Habis

Pagaden Kecamatan di Kabupaten Subang

Pagaden, salah satu kecamatan di Kabupaten Subang, bukan sekadar nama yang sering kita dengar di rute perjalanan menuju kota—ia adalah denyut yang lembut dari jantung Subang bagian tengah.

Bayangkan peta kecil di mana Pagaden berdiri tegak di tengah persawahan, bersentuhan dengan Binong di utara, berpelukan dengan Subang dan Cibogo di selatan, menyapa Cipunagara di timur, dan bersalaman hangat dengan Pagaden Barat di sisi barat.
Ramah tetangga? Sudah tentu. Bahkan batas wilayahnya saja terasa seperti sapaan antar-sahabat lama.

Wilayah Pagaden terbentang seluas 49,35 kilometer persegi—tak seluas Kalijati memang, tapi cukup luas untuk menampung ribuan cerita, dari langkah petani di pagi hari hingga suara anak-anak yang berlarian selepas sekolah.

Pagaden punya 10 desa, 85 RW, dan 274 RT.
Bayangkan saja, 274 RT! Kalau semua ketua RT berkumpul untuk musyawarah, bisa jadi butuh lapangan bola sebagai ruang rapatnya.

Dan di antara sepuluh desa itu, Gembor berdiri sebagai yang terluas, membentang sejauh 9,67 km²—tempat di mana hamparan hijau seolah tak pernah habis.
Menyusul Jabong dengan 6,87 km², lalu Sukamulya, Sumbersari, Gambarsari, Neglasari, Gunungsari, Gunungsembung, dan Pagaden sendiri yang menjadi jantung administratif kecamatan.
Sementara Kamarung menjadi si kecil yang gesit, hanya 1,95 km², tapi penuh kehidupan—ibarat halaman kecil yang selalu ramai oleh canda warga.

Berdasarkan data BPS, Pagaden dihuni oleh 59.831 jiwa dengan kepadatan sekitar 1.346 jiwa per kilometer persegi.
Penduduknya padat, tapi suasananya tetap akrab—barangkali karena hampir setiap orang di Pagaden masih hafal nama tetangganya sendiri.

Namun Pagaden bukan hanya angka dan tabel statistik. Ia adalah kisah tentang keseimbangan:
antara luas dan padat, antara sawah dan jalan raya, antara tradisi dan perubahan.
Di sini, kehidupan berjalan dengan irama yang wajar—tak tergesa, tapi pasti.

Mungkin itulah yang membuat Pagaden selalu menarik: bukan karena besarnya wilayah, tapi karena hangatnya manusia yang menempatinya.

Recent Posts