Subang – Rencana Presiden Prabowo Subianto menghapus utang petani dan nelayan yang telah menumpuk selama puluhan tahun disambut dengan penuh haru oleh masyarakat. Di Subang, Jawa Barat, daerah agraris dan pesisir, kabar ini bagaikan oase di tengah beban ekonomi yang kian berat.
Wakil Ketua DPRD Subang, Tegar Jasa Priatna, menyebut kebijakan ini sebagai wujud nyata keberpihakan negara kepada rakyat kecil. Ia menegaskan bahwa ini bukan sekadar wacana ekonomi, melainkan langkah konkret yang menyentuh kebutuhan dasar petani dan nelayan.
Menurut Tegar, penghapusan utang akan mengurangi beban biaya produksi. Imbasnya, harga komoditas bisa lebih stabil karena petani dan nelayan tak lagi dibebani utang musiman yang selama ini menjadi lingkaran setan.
Ia mengisahkan bagaimana para petani harus meminjam ke tengkulak setiap musim tanam demi bibit dan pupuk. Hasil panen pun kerap habis hanya untuk melunasi utang. Siklus itu menciptakan tekanan mental dan ekonomi yang luar biasa.
“Bayangkan bila utang ini benar-benar dihapus. Kita akan melihat senyum lepas para petani kita,” ujar Tegar dengan nada optimistis.
Namun, ia menekankan pentingnya pendataan yang akurat agar kebijakan ini tepat sasaran. Menurutnya, jika diterapkan dengan baik, langkah ini bisa menjadi titik balik sejarah pembangunan desa di Indonesia.
Tegar menilai kebijakan ini sebagai awal kebangkitan rakyat kecil. Di tengah tantangan perubahan iklim dan kesenjangan ekonomi, negara dinilainya hadir untuk menguatkan akar rumput: sawah, laut, dan mereka yang selama ini bekerja dalam senyap.
Respons positif juga datang dari para pelaku lapangan. Casim (53), nelayan asal Blanakan, tak kuasa menahan air mata saat mendengar rencana penghapusan utang. Ia menyebut langkah ini sebagai jawaban atas doa panjang mereka.
“Kami kerja dari malam sampai pagi. Cuaca buruk dan harga ikan tak menentu. Tapi utang jalan terus. Kalau benar dihapus, itu anugerah,” ujarnya dengan suara bergetar.
Hal senada disampaikan Ahmad (45), petani padi asal Ciasem. Menurutnya, utang mereka bukan karena malas, melainkan karena sistem yang tidak mendukung. Harga pupuk terus naik, sementara harga gabah tak kunjung stabil.
“Kalau utang ini dihapus, itu seperti hidup kami dimulai lagi. Tapi kali ini, dengan harapan,” ungkap Ahmad.
Ia berharap pemerintah juga memberikan dukungan lanjutan seperti subsidi pertanian dan jaminan harga panen agar petani bisa benar-benar bangkit.