MEDIAJABAR.COM, SUMEDANG – Dugaan kasus pengambilan air tanpa izin sekaligus dugaan kasus penjualan air ke industri tanpa izin oleh PT DFT di Sumedang, harus mendapat perhatian serius aparat penegak hukum. Selain sudah berkembang menjadi isu nasional, dugaan kasus tersebut juga akan berdampak luas terhadap masyarakat, terutama dari sisi ekonomi. Demikian peringatan yang disampaikan pengamat ekonomi Universitas Mulawarman Aji Sofyan Effendi.
“Harus disikapi serius oleh aparat penegak hukum. Kalau tidak, dampaknya sangat luas, termasuk kepada perekonomian masyarakat di daerah tersebut,” ujar Aji kepada media hari ini.
Menurut Aji, dampak tersebut terjadi, karena ketidakpastian hukum akan mengakibatkan mundurnya para investor. Tidak hanya Sumedang, namun juga Jawa Barat. “Karena begitu menyangkut persoalan hukum, investor tidak mau ambil risiko,” kata dia.
Dengan demikian, tentu berdampak pula terhadap roda perekonomian. Dan pada akhirnya, masyarakat juga yang paling merasakan akibatnya. “Karena tidak ada investor yang masuk, sementara kemampuan daerah juga tidak bisa optimal masuk di wilayah itu. Dengan begitu, roda ekonomi akan melambat. Kalau ekonomi melambat, maka pertumbuhan ekonomi juga lambat. Karena salah satu elemen atau indikator pertumbuhan ekonomi daerah adalah investor,” tegas Aji.
Investor, menurut Aji, memang memiliki legal drafting yang tinggi. Bagi investor, persoalan hukum harus clear and clean. Termasuk penuntasan dugaan kasus pengambilan air dan penjualan air ke industri tanpa izin, tentu saja. Apalagi, jika dugaan pelanggaran tersebut sudah dilakukan selama delapan tahun. “Ya jelas pidana, ada pelanggaran hukum,” kata dia.
Aji membenarkan, bahwa perusahaan yang melakukan pengambilan air dari sungai atau mata air dan kemudian dijual ke perusahaan-perusahaan atau industri-industri, memang harus memiliki izin sesuai UU Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
Dalam Pasal 49 ayat (2) UU tersebut, misalnya, mengatakan bahwa penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha harus memiliki izin. Jika tidak memiliki izin namun sengaja melakukan kegiatan seperti pasal 49 ayat (2), maka maka berdasarkan pasal 70, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun. Selain itu, juga dikenakan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp5 miliar.
Untuk itulah Aji menegaskan, demi perekonomian daerah dan agar investor tetap berminat menanamkan modal, maka dalam menyikapi dugaan kasus PT DFT, tidak ada cara lain, kecuali melalui penegakan hukum.
Persoalan ini, menurut Aji sangat serius. Karena jika tidak ada investasi masuk, daerah memang masih bisa ‘hidup’. Tetapi, diingatkan, kemampuan daerah pada akhirnya hanya bisa untuk membiayai belanja rutin. “Sedangkan untuk pembangunan secara menyeluruh yang bisa men-drive pertumbuhan ekonomi, lapangan pekerjaan, pengentasan kemiskinan, tidak bisa. Karena memang diharapkan dari pihak investor,” urainya. (*)