MEDIAJABAR.COM, SUBANG – Senilai Rp 1,8 miliar obat-obatan kadaluarsa dan rusak menumpuk dalam karung yang berada di depan Gudang Gedung UPTD Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Subang.
Kepala TU UPTD Farmasi Kabupaten Subang, Nina, obat-obatan terebut merupakan drop dari Dinkes Provinsi Jawa Barat, dalam bahasa senderhananya, kata Nina, obat pemberian Dinkes Provinsi Jawa Barat.
“Bisa dicek di gudang kita, ada banyak obat yang nilainya lebih dari 1,8 milyar rupiah yang rusak dan kadaluarsa, itu semua obat yang kami peroleh dari Dinkes Provinsi Jawa Barat,” jelasnya.
Obat-obatan tersebut dijelaskan Nina lagi, seharusnya sudah dimusnahkan pada 3 tahun lalu, namun belum juga dimusnahkan sebab tidak diberikan anggaran.
“Kita baru punya anggaran tahun ini, untuk.pemusnahan itupun hanya sebesar Rp 200 juta,” katanya.
Rencananya bulan Agustus mendatang obat-obatan itu akan dimusnahkan, namun jika melihat anggaran yang tersedia, Nina menaksir tidak semua obat yang kadaluarsa bisa dimusnahkan.
“Mengingat obat kadaluarsa itu masuk pada limbah B3 khusus, jadi pengelolaannya juga khusus, kita menggandeng pihak ke 3 yang sudah tersertifikasi untuk memusnahkannya, biayanya itu diitung perkintal, sehingga dugaan saya, dengan anggaran Rp200 juta itu tidak akan langsung bisa semua dimusnahkan, tidak akan cukup,” tambahnya.
Sayang, saat ditanyai berapa jumlah obat-obatan yang kadaluarsa bisa dumasnahkan dengan biaya Rp200 juta, Nina belum bisa menjelaskan, dengan alasannya rinciannya tidak pada dirinya.
“Kalau itu rinciannya dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pihak perusahaan yang akan memusnahkannya, saya gak pegang pak,” imbuhnya.
Dia hanya menegaskan jika pemusnahan obat-obatan tersebut akan dilakukan sampai dengan mendapatkan sertifikat pemusnahan, karena menurutnya aturan dari pemusnahan obat-obatan itu harus diakhiri dengan sertifikat pemusnahan.
“Sahingga nanti bisa diketahui masyarakat jika pemusnahan limbah obat-obatan ini sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Nina juga memastikan, jika obat-obatan yang kadaluarsa dan rusak itu diperoleh bukan dari anggaran belanja daerah, melainkan dari anggaran belanja nasional, yang didistribusikan melalui Dinkes Provinsi Jawa Barat.
“Kalau anggaran belanja daerah tidak akan belanja obat sampai milyaran rupiah,” tutup Nina.