suarasubang.com — Kabar baik datang dari Tanah Pasundan.
Pemerintah Provinsi Jaw,,a Barat kembali unjuk gigi di panggung nasional setelah dinobatkan sebagai provinsi dengan belanja terbaik di Indonesia, versi Kementerian Dalam Negeri.
Tak hanya unggul dalam pendapatan, belanja daerah Jabar juga dinilai tinggi, produktif, dan berdampak langsung bagi masyarakat.
Singkatnya, uang rakyat di Jawa Barat bukan sekadar “keluar,” tapi benar-benar “bekerja.”
Meski demikian, ada juga dana yang terlihat “nongkrong sementara” di kas daerah dalam bentuk giro.
Tapi tunggu dulu, itu bukan dana mengendap.
Menurut penjelasan pejabat Pemprov Jabar, uang tersebut merupakan mekanisme pembayaran proyek yang dilakukan bertahap, bukan sekaligus.
Bayangkan proyek pembangunan jalan senilai Rp1 triliun.
Pembayarannya dibagi tiga termin:
termin pertama 20–30 persen setelah pekerjaan awal rampung,
termin kedua dan ketiga menyusul sesuai progres di lapangan.
Strategi ini bukan tanpa alasan.
Tujuannya agar pekerjaan tetap terkendali, sesuai target fisik, dan terhindar dari potensi penyalahgunaan anggaran.
“Kalau uang diberikan langsung seluruhnya di awal, sementara pekerjaan belum berjalan, justru bisa menimbulkan masalah hukum bagi penyelenggara kegiatan,” jelasnya.
Selain giro, sebagian dana kas daerah juga disimpan dalam deposito on call, yakni deposito jangka pendek yang bisa dicairkan sewaktu-waktu.
Langkah ini membuat uang daerah tetap produktif karena bunganya menjadi pendapatan resmi daerah, bukan milik pribadi.
“Tidak ada uang daerah yang dinikmati secara pribadi. Semua pendapatan bunga disetorkan kembali ke kas daerah,” tegasnya lagi.
Menariknya, seluruh dana itu hanya ditempatkan di Bank Jabar Banten (BJB) sebagai bank kas daerah.
Dengan begitu, semua transaksi dilakukan transparan, terpantau, dan sesuai aturan.
Pemprov Jabar menegaskan, ukuran keberhasilan keuangan bukan seberapa cepat anggaran habis, tapi seberapa besar manfaatnya bagi rakyat.
“Kalau anggaran hanya dihabiskan untuk perjalanan dinas, seminar, atau belanja rutin tanpa memberi manfaat langsung bagi masyarakat, itu tidak efektif,” ujarnya lugas.
Maka dari itu, belanja daerah difokuskan untuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik yang nyata terasa dampaknya.
Hingga saat ini, saldo kas daerah Jawa Barat tercatat sekitar Rp2,5 triliun.
Namun, angka ini akan terus menurun seiring pembayaran berbagai proyek hingga akhir tahun.
Targetnya jelas dan menantang:
pada 30 Desember nanti, saldo kas diupayakan turun di bawah Rp50 miliar, bahkan kalau bisa, nol rupiah.
“Semakin kecil saldo di akhir tahun berarti semakin optimal dana daerah dimanfaatkan untuk pembangunan masyarakat,” tutupnya dengan yakin.
Dengan pola belanja yang terukur, akuntabel, dan berpihak pada publik, Jawa Barat membuktikan satu hal penting — pengelolaan keuangan terbaik bukan yang tercepat menghabiskan anggaran, tapi yang paling banyak menebar manfaat.








