Beranda Berita Nasional Bamsoet: Tindak Tegas Judi Online Berkedok Investasi

Bamsoet: Tindak Tegas Judi Online Berkedok Investasi

ae6671aa614ee189a904996599a3d1c5.jpg

KBRN, Jakarta: Ketua MPR RI sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN Indonesia) Bambang Soesatyo menegaskan, sebagaimana disampaikan Asosiasi Perusahaan Penjualan Langsung Indonesia (AP2LI) dan Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) yang berada dalam naungan KADIN Indonesia, kasus Binomo yang dipromosikan Indra Kenz bukanlah bagian dari software robot trading. Juga bukan bagian dari perdagangan kripto. 

Indra Kenz bukan bagian dari anggota APLI maupun AP2LI. Masyarakat dan pemangku kepentingan jangan salah paham, karena antara Binomo dengan software robot trading dan perdagangan kripto merupakan hal yang berbeda. AP2LI dan APLI tegas menilai bahwa Binomo  merupakan aplikasi judi yang berkedok investasi binary option.

“Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan di berbagai kesempatan juga menegaskan bahwa aplikasi Binomo diklasifikasikan sebagai judi online. Karenanya terkait kasus Indra Kenz yang mempromosikan Binomo dengan keuntungan mencapai 85 persen, Dirtipideksus Bareskrim Polri mengenakan dugaan tindak pidana judi online dan/atau penyebaran berita bohong (hoax) melalui media elektronik dan/atau penipuan/perbuatan curang dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hingga kemarin, sudah ada 8 korban yang melaporkan kasus tersebut dengan kerugian total mencapai Rp 3,8 miliar,” ujar Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, dikutip Minggu (13/2/2022).

BACA JUGA:  Indonesia Tantang Bahrain di Laga Penentu Kualifikasi Piala Dunia 2026

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, selain judi online, kasus Binomo juga masuk dalam skema ponzi. Yakni modus investasi palsu yang menawarkan keuntungan besar dalam waktu singkat. Padahal jika dicermati, keuntungan yang didapatkan investor bukan dari profit bisnis yang ditawarkan, melainkan dari setoran investor berikutnya. 

Sebagaimana juga diungkapkan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, keuntungan pada skema ponzi hanya dirasakan pada peserta yang ikut di awal dan di tengah saja.  Peserta baru yang mendaftar ketika jumlah anggota sudah jenuh yang akan menanggung kerugian terbesar.

Sehingga, apabila semua peserta sudah mencapai level tertinggi dan tidak ada lagi anggota baru yang dapat direkrut, maka dengan sendirinya bisnis ini akan runtuh, sebagaimana terjadi pada Binomo. Hal ini sangat berbeda dengan bisnis penjualan langsung (multi level marketing/MLM) maupun perdagangan kripto. 

“Pada bisnis MLM, misalnya, mereka memiliki produk yang jelas untuk dijual, bonus bagi anggota diperoleh dari penjualan produk yang telah mencapai target tertentu, maupun bonus lainnya yang juga diperoleh dari penjualan/pembelian produk yang berasal dari jaringan MLM tersebut. Dasar hukum MLM sangat jelas, antara lain Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 73/MPP/Kep/3/2000 Tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang; Peraturan Menteri Perdagangan No.13/M-DAG/PER/3/2006 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung; serta Peraturan Menteri Perdagangan No.32/M-DAG/PER/8/2008 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan Dengan Sistem Penjualan Langsung,” jelas Bamsoet.

BACA JUGA:  Kronologis Lengkap Kecelakaan Truk Maut di Subang: Dua Tewas, Delapan Luka-luka

Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum SOKSI ini menambahkan, sementara pada perdagangan aset kripto, keuntungan diperoleh antara lain melalui transaksi jual beli, kenaikan nilai hasil investasi berkat menyimpan selama periode tertentu, serta dari bunga tahunan yang didapat dari hasil menyimpan aset (staking). Menariknya, tidak seperti deposito, bunga staking dapat diambil secara harian atau mingguan, di beberapa tempat bahkan tanpa potongan.

“Jenis-jenis aset Kripto antara lain terdiri dari Utility Token seperti Bitcoin, Ethereum, dan Litecoin; Asset-Backed Token seperti Tether, USDC, Digix; Security Token seperti Polymath, ThoreCoin, LCX; De-Fi Token seperti Uniswap, Chainlink, Compound; serta Non-Fungible Token (NFT) seperti THETA, Tezos, dan Chilis. Jual beli berbagai aset kripto tersebut bisa dilakukan di berbagai platform digital seperti Indodax, Tokocrypto, Binance, Rekeningku, Luno, Triv, dan lain sebagainya,” tandas Bamsoet.

BACA JUGA:  Mungkinkah Indonesia Menjadi Kejutan di Kualifikasi Piala Dunia FIFA 2026?

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI sekaligus Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menerangkan, dasar hukum perdagangan kripto di bursa berjangka juga sangat jelas. Antara lain terdiri dari UU No.10/2011 Tentang Perubahan Atas UU No. 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi; Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018 Tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset); Peraturan Kepala Bappebti Nomor 3 Tahun 2019; serta Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019, Nomor 9 Tahun 2019, dan Nomor 2 Tahun 2020, yang seluruhnya mengatur tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka.

“Tujuan pengaturan perdagangan Aset Kripto tersebut tidak lain untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelaku usaha sekaligus pelanggan (konsumen) dalam ekosistem perdagangan aset kripto. Walaupun sudah banyak aturan yang dibuat, tidak menutup kemungkinan masih ada saja pihak-pihak yang mencari keuntungan dengan menyalahgunakan berbagai ketentuan peraturan tersebut. Karenanya edukasi dan literasi masyarakat terkait investasi dan trading perlu semakin ditingkatkan, baik oleh BAPPEBTI, Kementerian Perdagangan, Bank Indonesia, hingga Otoritas Jasa Keuangan,” pungkas Bamsoet.