Beranda Berita Nasional Gubernur Jawa Barat Pertama Soetardjo Kartohadikoesoemo, Ini Profilnya

Gubernur Jawa Barat Pertama Soetardjo Kartohadikoesoemo, Ini Profilnya

Gubernur-Jabar.jpg

harapanrakyat.com,- Gubernur Jawa Barat pertama, Soetardjo Kartohadikoesoemo atau Soetardjo Kartaningprang merupakan anggota Volksraad yang pernah mengajukan petisi kepada Ratu Belanda.

Petisi yang dikenal dengan nama Petisi Soetardjo itu berisi tuntutan agar Hindia Belanda dapat mengelolah negerinya sendiri tanpa campur tangan orang-orang Belanda.

Tak cuma itu, petisi ini juga memperjuangkan kedudukan yang setara bagi kaum Bumiputera karena dianggap sebagai bagian dari wilayah yang membentuk Kerajaan Belanda.

Perjuangan itu Soetardjo lakukan ketika ia masih menjadi anggota Volksraad yang merupakan Dewan Rakyat hasil bentukan Belanda.

Selain pernah menjadi anggota Volksraad, Soetardjo juga menjadi Gubernur Jawa Barat yang ketika Indonesia merdeka.

Merangkum dari berbagai sumber, berikut ini profil Soetardjo Kartohadikoesoemo, anggota Volksraad yang menjadi Gubernur Jawa Barat.

Profil Soetardjo Kartohadikoesoemo Gubernur Jawa Barat Pertama

Ayu Widowati Johannes, dalam buku berjudul “Pilkada: Mencari Pemimpin Daerah” (2020), Soetardjo Kartohadikoesoemo lahir di Blora, Jawa Tengah 22 Oktober 1892. Ia meninggal di Jakarta, 20 Desember 1976. Soetardjo Kartohadikoesoemo meninggal dalam usia 84 tahun.

Baca Juga: Sejarah Stasiun Kereta Padalarang, Pernah Dibom saat Invasi Jepang

Ayahnya bernama K. NG. Kartoredjo, seorang Wedana Bancar, Kabupaten Tuban yang merupakan keturunan keluarga pemerintahan di Madura.

Ibunya bernama Mas Ayu Kartoredjo dan merupakan keturunan pemerintahan di Banteng. Mungkin karena inilah Soetardjo mendapatkan pendidikan yang terbilang jarang waktu itu.

Soetardjo mendapatkan pendidikan formal pertamanya di ELS (Europeesche Lagere School), sekolah dengan bahasa pengantar berupa Bahasa Belanda.

ELS ini biasanya hanya diperuntukkan bagi keturunan Eropa, Timur Asing, atau pribumi dari tokoh terkemuka. Sehingga tidak semua orang bisa bebas masuk ke sekolah ini. Hanya mereka yang memiliki kedudukan tinggi saja yang dapat memperoleh pendidikan di sekolah ini.

Sejumlah Jabatan Birokrasi Soetardjo Kartohadikoesoemo

Selepas menyelesaikan pendidikannya di ELS, Gubernur Jawa Barat pertama itu kemudian melanjutkan pendidikannya di Opleidingsschool voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) Magelang. Ini merupakan sekolah pendidikan pribumi khusus Pegawai Negeri Sipil.

BACA JUGA:  Cara Nonton Live Streaming Timnas Indonesia vs Australia Kualifikasi Piala Dunia 2026

Mereka yang masuk ke sekolah ini merupakan calon-calon pegawai Bumiputera pada zaman Belanda. Selepas lulus dari sekolah tersebut, para pegawai itu akan dipekerjakan sebagai pamong praja di Pemerintahan Belanda.

Pekerjaan pertamanya sebagai birokrat pada tahun 1911, ketika menjadi juru tulis di Rembang. Tak hanya itu, ia juga menjadi juru tulis Jaksa dan juru tulis mantra kabupaten. Soetardjo juga pernah menjabat sebagai asisten wedana pada tahun 1913.

Baca Juga: Sah! Inilah Sosok Pj Sekda Jabar yang Baru, Bey: Orangnya Baik

Tercatat bahwa Soetardjo pernah mengemban jabatan-jabatan birokrasi lainnya seperti menjadi jaksa hingga wedana di Rembang.

Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai patih ketika di Gresik, dan menjadi salah satu pelopor dalam pembentukan pembentukan Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumiputera (PPBB).

Menjadi Anggota Volksraad

Gubernur Jawa Barat pertama, Soetardjo Kartohadikoesoemo sendiri sebenarnya dikenal sebagai salah satu anggota Volksraad atau Dewan Rakyat. Ia terpilih ketika Sidang I Volksraad pada bulan Juni 1931 yang berlangsung di Batavia.

Ia menjadi salah satu perwakilan dari PPBB dan kemudian terpilih menjadi anggota College van Gedelegeerde Volksraad (Badan Pekerja Dewan Rakyat).

Volksraad sebenarnya merupakan Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda bentukan Gubernur Jenderal J.P. van Limburg Stirum, bersama Thomas Bastiaan Pleyte pada 16 Desember 1918.

Ketika awal pembentukannya Dewan Rakyat atau Volksraad ini memiliki sekitar 38 anggota dengan. 15 diantaranya berasal dari pribumi. Beberapa anggota lainnya berasal dari kalangan Belanda dan Timur Asing.

Mantan Gubernur Jawa Barat ini memang dikenal sebagai salah satu anggota Volksraad yang progresif. Ia aktif memperjuangkan hak-hak kaum Bumiputera. Salah satu perjuangannya yang terkenal yaitu Petisi Soetardjo.

Baca Juga: Gubernur Jabar Ingatkan Media Jangan Defensif dengan Disrupsi Digital

BACA JUGA:  Shin Tae-Yong memanggil sebanyak 26 pemain, ini daftarnya

Usulkan Petisi ke Pemerintah Hindia Belanda

Sartono Kartodirdjo dalam buku berjudul “Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional” (2015), pada 15 Juli 1936, Seoetardjo Kartohadikoesoemo selaku wakil PPBB dalam Dewan Rakyat/Volksraad, mengajukan usul petisi kepada Pemerintah Hindia Belanda.

Ia mengusulkan agar diselenggarakan suatu konferensi Kerajaan Belanda yang membahas status politik Hindia Belanda dalam 10 tahun mendatang. Yaitu status otonomi dalam batasan artikel 1 dari UUD Negeri Belanda.

Petisi inilah yang dikemudian hari disesali oleh Kerajaan Belanda. Karena pada tahun 1945 Indonesia resmi lepas dari Belanda.

Pemikiran Soetardjo tentang petisi tersebut memang terbilang cukup berani dan radikal. Bahkan, Sam Ratulangi sempat kaget ketika membaca hasil dari petisi gagasan Soetardjo tersebut.

Tak hanya aktif dalam menyuarakan petisi itu, Soetardjo juga pernah mendukung usulan Thamrin mengenai istilah Nederlands Indisch dan Inlander. Diganti menjadi nasionalis Indonesia, Indonesisch dan Indonesier.

Ditunjuk Menjadi Gubernur Jawa Barat

Selain karirnya di Volksraad, ketika Indonesia merdeka Soetardjo Kartohadikoesoemo menjadi salah satu gubernur yang ditunjuk untuk memimpin salah satu provinsi waktu itu.

Jabatan yang Soetardjo emban waktu itu adalah Gubernur Jabar dan berkedudukan di Bandung. Namun, jabatan ini ia emban tidak lama akibat adanya konflik dan pertempuran Bandung Lautan Api.

Mengutip buku berjudul “Gubernur Pertama di Indonesia” (2017), berlatar belakang budaya Jawa, Soetardjo Kartohadikoesoemo yang ditunjuk untuk memimpin Jawa Barat. Secara umum masyarakat Sunda menerimanya.

Soetardjo memberikan instruksi kepada masyarakat Jawa Barat dan menekankan bahwa apapun yang mereka lakukan adalah atas nama Kemerdekaan Indonesia. Dari sinilah Soetardjo memiliki peran yang penting di Jawa Barat selama masa-masa revolusi.

Meskipun memimpin salah satu wilayah penting di Indonesia, Soetardjo sendiri memegang kendali dari Jakarta. Untuk membantu mengatur jalannya pemerintahan di Jawa Barat, ia dibantuk oleh beberapa tokoh berpengalaman.

BACA JUGA:  30 Petugas Pertanian Jabar Asah Keterampilan Smart Farming di Bapeltan Cianjur

Salah satu contohnya adalah Raden Puradiredja yang diangkat menjadi Residen Priangan. Selain itu, ada juga Oto Iskandar Dinata yang berkedudukan sebagai Menteri Negara dan Menteri Urusan Keamanan.

Oto Iskandar Dinata lah yang membantu Soetardjo dalam hal menyangkut permasalahan yang timbul di daerah, terutama di Kota Bandung.

Berkaitan dengan masalah keamanan daerah ini, ia dibantu oleh Tentara Keamanan Rakyat pimpinan Jenderal Kartasasmita dengan Kolonel Abdul Haris Nasution.

Selain itu, terdapat pula Angkatan Pemuda Indonesia, Laskar Wanita Indonesia, Barisan Banteng Republik Indonesia, Barisan Merah Putih. Kemudian Pasukan Beruang Merah, Angkatan Muda Kota Besar Bandung, dan Angkatan Muda Kereta Api.

Pindah ke Yogyakarta atas Perintah Presiden Soekarno

Soetardjo memang menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat pertama ini hanya dalam waktu cukup singkat. Namun, komitmennya sebagai seorang kepala daerah tidak diragukan lagi. Apalagi ia memimpin Jawa Barat saat kondisi sedang genting-gentingnya.

Kepindahannya dari Jawa Barat ke pusat pemerintahan yang pindah ke Yogyakarta bukanlah tanpa sebab. Ia diminta langsung oleh Presiden Soekarno waktu itu.

Untuk mempersiapkan kepindahannya, Soetardjo kemudian menunjuk calon penggantinya. Ia menunjuk Ardiwinangun yang waktu itu menjabat sebagai Residen Priangan.

Soetardjo menilai Ardiwinangun orang yang tepat untuk memimpin Jawa Barat waktu itu. Setelah ia tidak menjadi gubernur lagi, Soetardjo menjadi penasihat presiden. Di Yogyakarta ia menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung.

Soetardjo sendiri kemudian wafat di Jakarta pada tanggal 20 Desember 1976 saat usianya 84 tahun. Ia kemudian dimakamkan di Astana Bibis Luhur, Surakarta.

Memang mantan Gubernur Jawa Barat pertama ini merupakan salah satu tokoh yang berkecimpung dalam dunia birokrasi Belanda. Namun, tak perlu meragukan lagi perjuangannya untuk mengangkat hak dan kedudukan Bumiputera. Hal itu terbukti sejak zaman pendudukan Belanda hingga Indonesia merdeka. (Azi/R3/HR-Online/Editor: Eva)