Beranda Berita Nasional Perkebunan Teh Cisaruni Garut, Jejak Sejarah Ekspor Teh Hitam Zaman Belanda

Perkebunan Teh Cisaruni Garut, Jejak Sejarah Ekspor Teh Hitam Zaman Belanda

Perkebunan-Teh-Cisaruni-Garut.jpg

Perkebunan teh di Cisaruni di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat, menyimpan jejak sejarah gemilang Karel Frederik (KF) Holle (1829-1896). KF Holle adalah sosok yang mewarisi dan mengembangkan perkebunan teh di Cisaruni dengan segala keindahan alamnya.

Perkebunan seluas 5.039 hektare ini menghasilkan teh hitam yang menjadi komoditas unggulan. Teh hitam dari Cisaruni diekspor ke berbagai negara seperti Jerman dan Malaysia.

Setiap sekitar 12 ton komoditi teh diekspor melalui Kantor Pemasaran Bersama di Jakarta. Sayangnya, belum ada informasi terkait volume dan nilai ekspor teh hitam dari Cisaruni Garut.

Keindahan Perkebunan Teh Cisaruni Garut

Hamparan perkebunan teh Cisaruni yang terletak di antara Gunung Cikuray dan Gunung Api Papandayan menjadi sebuah kenyataan, berkat kehadiran KF Holle yang tiba di Dermaga Batavia pada 23 Februari 1844 melalui kapal Sara Johanna.

BACA JUGA:  Rumah Nenek Satinah di Subang Terancam Ambruk, Relawan Harap Ada Donatur yang Peduli

Baca Juga: Garut Punya Tempat Khusus Bermain Sepatu Roda, Tiket Murah Cocok untuk Pasangan

Merekam Jejak Sejarah

Tak hanya berfokus pada perkembangan perkebunan, KF Holle juga menunjukkan kepeduliannya terhadap pendidikan masyarakat lokal. Ia mendirikan “Sekolah Pribumi”, yang kini bangunannya telah beralih fungsi menjadi Mapolwiltabes Bandung, mewakili jejak bersejarah yang patut dihargai.

Sejarah perkebunan teh Cisaruni semakin terangkat dengan berdirinya Stasiun Kereta Api Cikajang Garut pada tahun 1926 oleh pemerintah Hindia Belanda. Stasiun ini menjadi salah satu elemen penunjang distribusi teh di Jawa Barat selatan, termasuk Garut. 

BACA JUGA:  Kronologis Lengkap Kecelakaan Truk Maut di Subang: Dua Tewas, Delapan Luka-luka

Namun, selama Perang Dunia II, stasiun ini tidak luput dari rusaknya akibat invasi tentara Jepang (1942-1945). Jepang melihat Cikajang sebagai jalur vital pengiriman tentara dari dan menuju Kota Garut.

Peninggalan Arsitektur Eropa

Tidak hanya sejarah, perkebunan teh Cisaruni juga menyimpan peninggalan arsitektur Eropa yang memukau, mengingatkan kita akan masa kolonial abad 19 hingga 20. 

Bangunan-bangunan bersejarah ini bergaya Eropa dengan menyerupai markas militer dan perkantoran masa kolonial.

Baca Juga: Cerita Mistis Leuweung Sancang Garut, Jejak Macan Putih yang Jadi Legenda

BACA JUGA:  XL Axiata Berhasil Raih Penghargaan Tertinggi di Stellar Workplace Award 2024

Di tengah pesona alam dan arsitektur bersejarah, kita juga dapat menjumpai Rumah Bedeng Pekerja Kebun, yang menjadi sumber penghidupan bagi banyak orang. Begitu juga dengan Masjid As-Syura Cipari Pangatikan Garut yang berdiri antara tahun 1896-1936, mencerminkan nilai-nilai spiritual dan keberagaman budaya.

Perkebunan Teh Cisaruni Garut bukan sekadar tempat yang memproduksi teh, tetapi juga sebuah kisah panjang yang melibatkan perjuangan dan inovasi, serta secercah pesona alam yang memikat. Menyusuri setiap sudutnya, kita dapat memahami bahwa di balik keindahan alam dan produktivitas komoditas, terdapat jejak sejarah yang perlu kita jaga kelestariannya. (R7/HR-Online/Editor-Ndu)