Beranda Berita Nasional Sejarah Tenggelamnya Kalipucang yang Membuat Pangandaran Terisolasi

Sejarah Tenggelamnya Kalipucang yang Membuat Pangandaran Terisolasi

Sejarah-tenggelamanya-Kalipucang.jpg

Sejarah tenggelamnya Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat terjadi pada tahun 1939. Saat itu banjir bandang terjadi di Padaherang akibat jebolnya tanggul di daerah Banjarsari. Peristiwa ini menjadi salah satu catatan mengerikan dalam sejarah kolonial Belanda.

Pada hari Senin koran Belanda yang terbit tanggal 17 Juli 1939 bertajuk “De Noord –Ooster: Bandjir in Preanger”, memberitakan tentang banjir bandang yang terjadi di daerah Padaherang, Pangandaran.

Air yang meluap hingga membanjiri kebun dan persawahan milik petani di Pangandaran ini terjadi akibat jebolnya salah satu tanggul di daerah Banjarsari. Insiden ini terjadi diduga tanggul tak kuat menahan debit air yang disebabkan oleh hujan tiga hari berturut-turut.

Karena bencana ini banyak petani gagal panen. Hal ini membuat para petani di daerah Banjarsari, Padaherang, Kalipucang, Pangandaran, Parigi, dan Cijulang kesulitan mendapatkan bahan pangan berbulan-bulan. Akibatnya penduduk sekitar mengalami kelaparan.

Fenomena kelaparan berikut membuat geger berita-berita kolonial. Pemerintah kolonial Belanda dari Ciamis meninjau langsung ke lapangan. Jajaran kolonial langsung membereskan persoalan dengan terlebih dahulu memperbaiki tanggul yang jebol di daerah Banjarsari.

Baca Juga: Banjir Bandang di Bandung 1945, Ratusan Nyawa Melayang Akibat Sabotase Sekutu

BACA JUGA:  XL Axiata Berhasil Raih Penghargaan Tertinggi di Stellar Workplace Award 2024

Sejarah Tenggelamnya Kalipucang dan Kelaparan di Daerah Pangandaran

Banjir bandang yang terjadi di Padaherang tahun 1939 telah menyebabkan penduduk Pangandaran menderita kelaparan.

Hal ini karena ribuan hektar sawah untuk menghidupi seluruh masyarakat di Pangandaran tenggelam dan berakhir pada gagal panen.

Bahkan koran Belanda mencatat kerugian yang dialami oleh petani mencapai f. 350.000,- atau jika kita mengkalkulasikannya dengan hari ini berjumlah ratusan bahkan milyaran rupiah.

Selain daerah Pangandaran yang mengalami kelaparan akibat gagal panen, ternyata ada pula beberapa daerah seperti Padaherang, Kalipucang, Parigi, dan Cijulang mengalami hal yang sama.

Penduduk di daerah tersebut mengalami kelaparan hebat, saking kelaparan parah sebagian di antara mereka sampai terkena penyakit busung lapar.

Kesulitan pangan ini membuat masyarakat Pangandaran jadi kacau, namun karena bantuan residen Ciamis persoalan tersebut bisa diselesaikan dalam waktu satu bulan lamanya.

Sejarah Tenggelamnya Kalipucang, Transportasi Tak Beroperasi

Selain mengalami kelaparan hebat, ketika banjir bandang tahun 1939 melanda Pangandaran, kota kecil di selatan Jawa itu terisolasi. Banyak penduduk tidak bisa melakukan banyak aktivitas seperti biasanya.

Bahkan koran De Noord –Ooster: Bandjir in Preanger menyebut tidak ada satupun kendaraan yang bisa mengangkut penumpang dari Banjar ke Pangandaran.

BACA JUGA:  Indonesia Tantang Bahrain di Laga Penentu Kualifikasi Piala Dunia 2026

Kereta dari stasiun Banjar pun mendadak berhenti beroperasi sampai waktu yang belum bisa ditentukan.

Sejarah mencatat, salah satu penyebab terisolasinya daerah Pangandaran karena tenggelamnya daerah Kalipucang akibat banjir bandang.

Peristiwa ini membuat kendaraan tidak bisa berjalan, adapun transportasi umum yang melintasi paksa berakibat mogok. Beberapa lainnya sampai ada yang hanyut dan terguling.

Bantuan untuk korban banjir pun sulit diberikan. Akibatnya kelaparan semakin menjadi-jadi di wilayah Pangandaran dan sekitarnya. Jangankan transportasi darat, perahu-perahu kecil yang disebut sampan saja tidak bisa menerjang derasnya air banjir yang datang dari arah Padaherang menuju Kalipucang.

Kondisi ini diperparah dengan terjadinya wabah malaria, masyarakat Kalipucang banyak yang terkena malaria, bahkan korban malaria sampai ada yang tewas. Akibat bencana tersebut sektor ekonomi masyarakat Pangandaran berhenti sejenak.

Baca Juga: Wabah Malaria yang Mematikan Saat Lebaran Idul Fitri di Pangandaran Tahun 1930

Sedangkan pemerintah kolonial yang bertugas di Pangandaran lebih awal mengungsi ke Bandung. Mereka seolah tidak bertanggung jawab dengan pekerjaannya, justru residen Ciamis lah yang bisa menyelesaikan persoalan tersebut tanpa banyak bicara.

BACA JUGA:  Tantangan Besar di Balik Perjuangan Budi Gunawan Melawan Perjudian Online Internasional

Residen Ciamis Peduli dengan Korban Banjir Bandang di Pangandaran

Tidak seperti pegawai administratur Belanda yang bertugas di Pangandaran memilih kabur mengungsi ke Bandung, residen Ciamis justru jajaran kolonial yang peduli dengan korban banjir bandang di Pangandaran.

Kepedulian ini berawal dari banjir bandang di Pangandaran. Residen Ciamis terkena dampak yang luas akibat bencana tersebut, sebab karena banjir itu beberapa sawah milik pemerintah kolonial di Ciamis ikut tenggelam.

Hal ini tentu membuat pasokan logistik pemerintah Belanda di Ciamis menipis. Mereka takut dengan peristiwa yang sama di Pangandaran menimpa Ciamis –kelaparan akibat gagal panen.

Maka untuk mengatasi hal ini, residen Ciamis membangun tanggul baru untuk menahan debit air hujan yang berlebih di daerah Banjarsari.

Residen Ciamis menganggap banjir bandang ini merupakan bencana paling mengerikan yang pernah terjadi di Pangandaran.

Bahkan koran De Locomotief yang terbit 14 Agustus 1939 bertajuk, “De Overstroomingen in Bandjarsari” menyebut banjir bandang ini sebagai bencana pertama dan terakhir yang pernah terjadi di wilayah Priangan Timur. (Erik/R7/HR-Online/Editor-Ndu)