Beranda Berita Nasional Pembangunan Jalur Kereta Api Banjar-Parigi Terhenti 1912, Pengusaha Kopra dan Karet Merugi

Pembangunan Jalur Kereta Api Banjar-Parigi Terhenti 1912, Pengusaha Kopra dan Karet Merugi

Pembangunan-Rel-KA.jpg

harapanrakyat.com,- Pembangunan jalur kereta api Banjar-Parigi, Jawa Barat, dilaksanakan oleh Perusahaan Kereta Api Pemerintah Kolonial Belanda bernama Staatsspoorwegen. Fakta pembangunan jalur tersebut sesuai dengan yang tertera dalam lembaran negara (Staatsblad) No. 457 Tahun 1911.

Jadi sebetulnya pembangunan jalur kereta Banjar-Parigi sudah mulai beroperasi sejak tahun 1911. Namun, karena gangguan yang tidak bisa terdeteksi sebelumnya sehingga pembangunannya baru terlaksana pada 1913.

Salah satu penghambat pembangunan jalur kereta Banjar-Parigi yaitu kekurangan biaya. Sebab, Pemerintah Kolonial Belanda kala itu memfokuskan pembangunan kereta jurusan Cirebon-Kroya pada tahun 1912.

Akibat proyek tersebut, pembangunan jalur kereta api Banjar-Parigi dicabut izinnya. Pencabutan izin proyek membuat para pengusaha kelapa (kopra) dan karet akan mengalami kerugian.

Namun, karena pengusaha asing tidak ingin perkebunan merugi, pihak swasta kemudian menawarkan kerjasama.

Mereka menawarkan sejumlah biaya untuk pembangunan jalur kereta Banjar-Parigi. Pemerintah Kolonial Belanda sempat menyepakati penawaran ini.

Tapi, regent Priangan saat itu merasa kurang enak jika pihak swasta ikut membantu pembiayaan pembangunan. Demi menutupi integritasnya sebagai pemerintah, tawaran itu akhirnya ditolak.

Baca Juga: Kehebatan Pasukan Siliwangi Kuasai Garut Pasca Terkontaminasi Negara Pasundan Tahun 1950

BACA JUGA:  Tantangan Besar di Balik Perjuangan Budi Gunawan Melawan Perjudian Online Internasional

Pembangunan Jalur Kereta Api Banjar-Parigi Terhenti Proyek Jalur KA Cirebon-Kroya

Menurut surat kabar De Express bertajuk “De Lijn Bandjar-Parigi” yang terbit pada 21 Agustus 1912, pembangunan jalur kereta Banjar-Parigi terhenti oleh adanya proyek jalur kereta Cirebon-Kroya.

Pemerintah kolonial mengalihkan dana pembangunan jalur kereta di Priangan Timur itu untuk melunasi keperluan pembangunan jalur kereta api Cirebon-Kroya.

Dalam surat kabar tersebut menjelaskan bahwa pembangunan jalur kereta api Cirebon-Kroya lebih penting daripada jalur kereta Banjar-Parigi.

Selain mengangkut hasil alam, kereta api Cirebon-Kroya juga untuk kepentingan penumpang.

Akibat hal ini, pemerintah kolonial mengerem sementara biaya pembangunan jalur kereta Banjar-Parigi sampai waktu yang belum ditentukan.

Mereka sadar jika keadaan ekonomi kolonial saat itu masih sulit. Apalagi keadaan ekonomi di wilayah Priangan Timur yang kecil.

Baca Juga: Sejarah Gedung Bank Indonesia Cirebon, Dirancang Biro Arsitek Terkenal Zaman Belanda

Wacana pemberhentian pembangunan jalur kereta api Banjar-Parigi menjadi momok yang sering menghantui pemilik kebun karet dan kopra di Pangandaran.

Mereka tidak ingin pembangunan jalur tersebut terhenti, karena berakibat fatal pada jumlah penjualan hasil panen.

BACA JUGA:  Indonesia Tantang Bahrain di Laga Penentu Kualifikasi Piala Dunia 2026

Pengusaha Karet dan Kopra di Pangandaran Merugi

Para pengusaha swasta di perkebunan karet dan kelapa (kopra) Pangandaran memprotes pemerintah kolonial, agar pembangunan jalur kereta api Banjar-Parigi tetap berjalan. Karena jika terhenti bisa membuat pengusaha swasta menghadapi resiko kerugian.

Sebab, pada tahun 1910 banyak pengusaha swasta yang menanamkan modalnya untuk memperluas kebun kelapa dan karet di sekitar Banjar dan Pangandaran.

Semangat tersebut tak lepas dari janji pemerintah yang hendak membangunkan jalur kereta api Banjar-Parigi pada tahun 1911.

Dengan adanya kereta api yang menghubungkan Pangandaran dan Banjar membuat pendistribusian karet dan kopra ke daerah pengimpor akan cepat terlayani.

Baca Juga: Ridwan Kamil: Kereta Cepat Jakarta-Bandung 3 Bulan Gratis!

Oleh karena itu, wacana pembangunan jalur kereta Banjar-Parigi membuat pengusaha swasta berlomba-lomba untuk memperluas lumbung pendapatannya.

Namun, karena rencana pemerintah yang kurang matang membuat para pengusaha swasta itu siap-siap merugi. Mereka (pengusaha swasta) tidak bisa lagi memprotes pemerintah kolonial yang ingkar janji.

Sementara mereka juga tidak bisa kembali menarik uang yang telah keluar untuk modal bisnisnya di ladang kopra dan karet.

BACA JUGA:  Mungkinkah Indonesia Menjadi Kejutan di Kualifikasi Piala Dunia FIFA 2026?

Pembangunan Jalur Kereta Banjar-Parigi Terkendala Biaya dan Jumlah Pekerja

Masih menurut surat kabar De Express (1912), konon selain karena terbatas biaya, pembangunan jalur kereta Api Banjar-Parigi juga terkendala oleh jumlah pekerja yang minim.

Paling tidak jumlah pekerja dalam pembangunan jalur kereta itu 30 persennya dari jumlah keseluruhan 100 persen.

Mengapa hal ini bisa terjadi, menurut Agus Mulyana, sejarawan peneliti sejarah kereta api di Priangan, bahwa penyebab kekurangan jumlah pekerja dalam pembangunan jalur KA Banjar-Parigi salah satunya akibat wabah malaria.

Saat itu banyak pekerja proyek yang mogok. Mereka tak sanggup meneruskan kontrak pembangunan akibat beberapa teman kerjanya menjadi korban malaria. Terlebih wabah tersebut menjangkit kuat di daerah Kalipucang dan Pangandaran.

Akibat peristiwa tersebut, jarang sekali orang yang mau menjadi pekerja di proyek pembangunan jalur kereta api Banjar-Parigi.

Meskipun pemerintah kolonial membayar mereka cukup tinggi, namun para pekerja yang rata-rata orang pribumi itu menolak. Mereka lebih memilih mencari pekerjaan lain. (Erik/R3/HR-Online/Editor: Eva)