Beranda Berita Nasional Puluhan Hektar Sawah Kekeringan, Petani di Pamarican Ciamis Terancam Gagal Panen

Puluhan Hektar Sawah Kekeringan, Petani di Pamarican Ciamis Terancam Gagal Panen

IMG20230621101956.jpg

harapanrakyat.com,- Puluhan hektar sawah kekeringan, petani di Desa Sukamukti, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, terancam gagal panen.

Tidak adanya sumber air serta saluran irigasi untuk cadangan musim kemarau menjadi penyebab terjadinya ancaman gagal panen pada musim tanam kedua ini.

Ketua Gapoktan Desa Sukamukti Holil Hamid mengatakan, saat ini ada sekitar 20 hektar tanaman padi di sawah milik petani yang terancam gagal panen. Hal itu akibat tidak adanya curah hujan serta sulitnya mendapatkan pasokan air.

“Saat ini sebagian besar area sawah masih diupayakan untuk pengairan melalui pompanisasi. Namun, untuk lokasi yang ada di bagian Barat jalan penghubung Desa Sukamukti dan Desa Sidaharja itu total tidak bisa diairi. Karena jangkauan pompanisasi tidak kuat sampai ke lokasi itu,” tutur Holil kepada harapanrakyat.com, Rabu (21/06/2023).

Menurut Holil, tidak adanya sumber air menjadi penyebab para petani tak bisa melakukan pompanisasi di lokasi yang saat ini terdampak kekeringan.

BACA JUGA:  Kronologis Lengkap Kecelakaan Truk Maut di Subang: Dua Tewas, Delapan Luka-luka

“Sawah yang kekeringan ini lokasinya memang berada pada dataran kemiringan yang lebih tinggi. Selain itu, sekitar lokasi sawah juga tidak terdapat sumber air yang bisa dialirkan ke area persawahan. Tapi kalau sawah di sebelah Timur alhamdulillah masih bisa tertolong dengan menggunakan pompanisasi,”  jelas Holil.

Baca Juga: Pulang dari Pangandaran, Mobil Bermuatan 4 Orang Terbalik di Ciamis

20 Hektar Sawah Kekeringan di Sukamukti Ciamis

Kepala Balai Penyuluh Pertanian dan Perikanan (BPPP) Kecamatan Pamarican, Ani Alviah membenarkan jika sebagian area persawahan di Desa Sukamukti saat ini tengah dilanda kekeringan, dan terancam gagal panen.

“Dari catatan kami ada sekitar 20 hektaran yang saat ini mengalami kekeringan. Penyebabnya masalah cuaca kemarau. Serta tidak adanya sumber air yang bisa dimanfaatkan untuk sarana pompanisasi,” katanya.

Menurut Ani, saat ini cuaca menurut BMKG sudah memasuki musim kemarau, sehingga banyak persawahan yang mengalami kekeringan.

Jalan satu satunya untuk menyelamatkan tanaman padi, lanjut Ani, kelompok tani di beberapa desa saat ini sudah banyak yang menerjunkan pompanisasi.

BACA JUGA:  Kementerian Komunikasi Blokir Lebih dari 277.000 Konten Judi Online dalam Tiga Minggu

Hal itu karena saat ini cuaca sangat panas, sementara curah hujan sudah jarang terjadi. Adapun hujan turun curahnya kecil dengan durasi hanya beberapa menit saja, sehingga tidak mampu untuk mengairi areal persawahan.

Baca Juga: Harga Jual Porang Anjlok, Petani di Cipaku Ciamis Merugi

Petani Berharap Pompanisasi

Sementara itu, Turyono, salah seorang petani di Desa Sukamukti mengatakan, kondisi kekeringan yang melanda area persawahan sudah sering terjadi setiap tahunnya. Bahkan, petani sepertinya hanya bisa panen satu kali dalam satu tahun.

“Setiap tahun pasti seperti ini. Masih beruntung saya memiliki sumur bor yang bisa saya manfaatkan untuk menyirami tanaman padi. Meski hasil panennya paling hanya sekitar 60 persenan saja. Namun petani lain yang tidak memiliki sumur bor, tanaman padinya pada mati,” katanya.

Taryono berharap, pemerintah bisa mengupayakan pompanisasi untuk area persawahan yang berada di sebelah Barat jalan.

BACA JUGA:  XL Axiata Berhasil Raih Penghargaan Tertinggi di Stellar Workplace Award 2024

Pasalnya, dalam setiap tahun petani yang menggarap lahan di lokasi tersebut selalu mengalami gagal panen.

Untuk pompanisasi mengambil airnya dari wilayah Desa Sukajadi, karena ada sumber air yang melimpah (rawa). Lalu salurkan lewat selokan ke lokasi persawahan di Desa Sukamukti ini.

“Saya yakin kalau dengan cara pompanisasi seperti itu air pasti bisa mengairi seluruh persawahan di Desa Sukamukti,” katanya.

Menurut Taryono, pompanisasi yang saat ini diturunkan oleh Poktan dianggap tidak akan maksimal. Sebab cenderung hanya mengairi areal persawahan yang ada di wilayah Timur saja.

“Anehnya pompanisasi malah dari Timur. Bagaimana air bisa sampai ke sini, kondisinya kan Timur lebih rendah dari sebelah Barat. Air akan sulit mengalir karena kemiringan. Coba pompanisasi dari arah sini yaitu dari Sukajadi, saya yakin air akan cepat mengalir karena kondisinya turun,” ungkapnya. (Suherman/R3/HR-Online/Editor: Eva)