harapanrakyat.com,- Rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan Tenaga Kerja yang belum ditetapkan DPRD Kota Banjar, Jawa Barat, menjadi sorotan aktivis, setelah sebelumnya disoroti kaum buruh di Kota Banjar.
Pasalnya, lambatnya penetapan Raperda tersebut membuat alokasi anggaran untuk perlindungan pekerja tak terserap secara maksimal.
Dikonfirmasi terkait progres Raperda tersebut, Ketua Pansus XXXVIII DPRD Kota Banjar, Annur, mengatakan, saat ini untuk Raperda Perlindungan Tenaga Kerja sudah masuk dalam agenda. Tinggal paripurna penetapan.
“Sudah masuk di Bamus, nunggu waktu saja. Tinggal paripurna,” kata Annur kepada harapanrakyat.com, Sabtu (20/05/2023).
Terpisah, Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Kota Banjar, Dewi Fartika, mengatakan, pihaknya hingga saat ini menunggu penetapan Raperda tersebut, untuk selanjutnya melakukan realisasi anggaran.
Baca Juga: LKPJ Wali Kota Banjar Tahun 2022, DPRD Soroti Capaian Kinerja dan Keuangan Pemkot
Menurut Dewi, lambatnya penetapan Raperda tersebut menyebabkan anggaran untuk perlindungan tenaga kerja melalui program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan JKM yang telah pihaknya anggarkan pada tahun 2023 selama 4 bulan ini tidak terserap.
Adapun nilai anggaran untuk perlindungan tenaga kerja yang tidak terserap selama 4 bulan karena belum adanya Perda tersebut yaitu senilai Rp 42 juta lebih.
“Kami sudah mengalokasikan pada tahun ini. Cuman untuk realisasinya memang harus menunggu Perda ditetapkan. Jadi, untuk empat bulan itu tidak terealisasi,” kata Dewi.
Sebelumnya, aktivis dan pengamat kebijakan publik Kota Banjar, Awal Muzaki, menyayangkan lambatnya penetapan Raperda untuk perlindungan pekerja. Apalagi sampai ada anggaran yang tidak terserap.
Menurut Awal, lambatnya penetapan Raperda untuk perlindungan pekerja tersebut menunjukkan kinerja DPRD lemah. Selain itu, pemerintahan juga abai terhadap kewajibannya untuk pemenuhan hak perlindungan pekerja.
“Ini menunjukkan tingkat kinerja DPRD dan Pemerintah Kota Banjar terhadap kaum buruh masih lemah. Padahal menjadi kewajiban pemerintah menjamin hak-hak dasar para pekerja atau buruh,” kata Awal. (Muhlisin/R3/HR-Online/ Editor: Eva)