Subang – Hingga pekan ketiga Juli 2025, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Subang mencatat 21 kasus kematian ibu saat melahirkan. Angka ini mendekati total kasus tahun sebelumnya yang mencapai 30 kematian. Dinkes Subang menyoroti lambatnya penanganan medis di rumah sakit sebagai penyebab utama.
Kepala Dinas Kesehatan Subang, dr. Maxi, mengungkapkan data ini saat berdialog dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melalui video yang ditayangkan di kanal YouTube @lemburpakuanchannel pada Sabtu (26/7/2025) malam. “Tahun kemarin sekitar 30-an,” ujarnya. Ia menambahkan, “(pada tahun ini) sampai hari ini ada 21 yang sudah meninggal.”
Mayoritas Kasus Terjadi di Rumah Sakit
Menurut dr. Maxi, sekitar 80 persen dari total kematian ibu melahirkan terjadi di rumah sakit. “Hasil analisa kami di kabupaten, ternyata yang 80 persen meninggal di rumah sakit itu karena memang terlambat penanganan,” jelasnya.
Secara teori, rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan seharusnya menyediakan dokter spesialis kandungan dan kebidanan (ObGyn) secara penuh, 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu. Namun, kenyataannya tak selalu demikian.
Emergensi yang Tidak Ditangani Secara Emergensi
dr. Maxi menyoroti praktik di lapangan yang tidak mencerminkan penanganan kegawatdaruratan. Ia memberi contoh, “Jadi dirujuk dari pihak puskesmas dalam keadaan emergensi, tapi perlakuan di rumah sakit tidak emergensi.”
Kondisi ini menunjukkan adanya celah serius dalam manajemen layanan medis, terutama saat pasien ibu hamil dalam kondisi kritis. Keterlambatan penanganan medis menyebabkan kehilangan nyawa yang seharusnya bisa dicegah.
Dorongan Evaluasi Pelayanan Kesehatan
Untuk menekan angka kematian ibu saat melahirkan, dr. Maxi menegaskan perlunya rumah sakit memastikan kehadiran dokter ObGyn secara onsite dan siap setiap saat, terutama dalam kasus persalinan gawat darurat. Upaya ini menjadi bagian penting dalam memperbaiki kualitas layanan kesehatan ibu dan anak di Subang.