Subang Menyalakan Mesin Perubahan
Seratus hari sudah sejak Reynaldy Putra Andita dan Agus Masykur Rosyadi resmi memimpin Subang. Alih-alih sibuk dengan selebrasi politik, keduanya memilih langsung turun ke akar rumput.
Bersama program andalan Saba Desa, keduanya telah menyambangi 42 dari 253 desa, bukan untuk berpidato, tapi untuk mendengar. Ini bukan sekadar kunjungan, tapi strategi: memimpin lewat telinga, bukan hanya lisan.
“100 hari bukan tujuan, tapi fondasi. Kami memulainya dari bawah, dari desa, dari rakyat,†ujar Reynaldy, menegaskan semangat perubahan.
Saba Desa: Pemimpin Turun, Rakyat Bicara
Kehadiran fisik pemimpin di tengah masyarakat menjadi pesan kuat: pemerintah hadir, bukan sekadar dalam spanduk, tapi di jalanan desa.
Setiap kunjungan membuka ruang dialog langsung tentang infrastruktur rusak, layanan yang lambat, hingga kebutuhan dasar yang belum terjawab. Di sinilah Saba Desa berfungsi sebagai jembatan antara mimpi rakyat dan kebijakan daerah.
“Kami tidak ingin masyarakat hanya jadi objek. Mereka harus jadi subjek pembangunan,†kata Agus, menegaskan pendekatan partisipatif.
Birokrasi Bersih Dimulai dari Dalam
Gebrakan lain terlihat dalam reformasi birokrasi. Tak hanya slogan, sebanyak 500 ASN dievaluasi. Hasilnya, 10 di antaranya direkomendasikan diberhentikan karena pelanggaran disiplin.
Langkah ini mengejutkan, sekaligus menjadi pernyataan: Subang tak memberi ruang bagi pelayanan setengah hati.
“Kami ingin birokrasi yang melayani, bukan yang minta dilayani,†kata Reynaldy, lugas.
Rp250 Miliar untuk Menyambung Harapan
Infrastruktur juga jadi prioritas. Anggaran sebesar Rp250 miliar digelontorkan untuk memperbaiki jalan utama, dengan target rampung pada 2027.
Kondisi jalan di 42 desa telah ditinjau langsung sebagai dasar perencanaan. Jalan bukan sekadar jalur transportasi, tapi urat nadi ekonomi, pendidikan, dan pemerataan pembangunan.
“Jalan adalah penghubung harapan,†tegas Agus.
Mengangkat yang Sering Terlupakan
Sebuah langkah kecil dengan makna besar terjadi saat Hari Jadi ke-77 Subang. Pemerintah menaikkan honor petugas kebersihan—para pahlawan kota yang selama ini sunyi.
Langkah ini bukan hanya soal nominal, tapi pengakuan terhadap peran vital mereka. Subang menunjukkan keberpihakan kepada yang kerap terabaikan.
Dari Janji ke Aksi: 16 Target Mulai Jalan
Dari 30 janji politik, 16 mulai direalisasikan. Dari sektor pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur, semuanya dijalankan dengan indikator yang jelas dan pelaporan terbuka.
Reynaldy tak ingin janji hanya jadi catatan kampanye. “Kami ingin rakyat tahu ke mana uang mereka digunakan,†ujarnya.
Cepat Tanggap di Era Digital
Pemerintah Subang kini menjadikan kanal digital sebagai sarana komunikasi dua arah. Setiap keluhan di media sosial diproses cepat, memperlihatkan bahwa respons pemerintah bukan lagi formalitas, tapi budaya baru.
Transparansi juga diperkuat. Anggaran daerah dibuka ke publik lewat laman resmi dan forum warga, menjadikan partisipasi sebagai standar baru.
Mempersiapkan SDM Lokal untuk Masa Depan
Visi jangka menengah diarahkan pada peningkatan SDM. Subang tak ingin warganya jadi penonton dalam derasnya arus investasi industri.
Pemerintah menyiapkan pelatihan, pendidikan vokasi, dan kolaborasi dengan industri agar warga lokal tampil sebagai pelaku utama.
“Kami ingin rakyat Subang punya posisi strategis di tanahnya sendiri,†ujar Agus.
Langkah Kecil, Arah Besar
100 hari ini hanyalah awal. Tapi dari arah kebijakan, tampak jelas bahwa Subang bergerak menjauh dari politik simbolik menuju kerja konkret.
Pemimpin hadir, mendengar, dan bekerja. Citra bukan prioritas. Aksi adalah identitas.
“Kami belum selesai. Tapi kami tidak akan berhenti. Kami akan terus Ngabret,†tutup Reynaldy.